SOLOPOS.COM - Tiyas Nur Haryani (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (26/3/2018). Esai ini karya Tiyas Nur Haryani, dosen Ilmu Administrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. Alamat e-mail penulis adalah tiyasnur@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Peradaban telah banyak berubah. Awalnya kita sering mendengar istilah globalisasi atau sering kita artikan sebagai kondisi dunia yang dilipat. Pertukaran informasi, produk ekonomi, ideologi, kebudayaan serta teknologi antarnegara menjadi cepat dan tanpa batas.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kini kita mulai lebih sering mendengar istilah disrupsi inovasi. Disrupsi inovasi sesungguhnya adalah istilah pemasaran namun bisa kita pinjam untuk mendeskripsikan kondisi kekiniaan yang secara operasional menunjukkan pergeseran inovasi dari produk konvensional ke produk berbasis teknologi informasi.

Saat ini penyediaan layanan publik dan distribusi informasi telah banyak memanfaatkan teknologi informasi. Manusia dituntut akrab dengan benda-benda teknologi informasi kekiniaan beserta standar operasional pengunaannya.

Selain globalisasi dan disrupsi inovasi, komposisi penduduk di Indonesia juga telah berubah. Penduduk usia produktif sedang mendominasi Indonesia. Mereka adalah para generasi dalam rentang usia 18 tahun-37 tahun atau sekarang akrab disebut sebagai generasi milenial.

Mereka energik, muda, tumbuh dan berkembang dalam arus modernisasi. Saya sendiri yang juga bagian dari generasi milenial mengakui bahwa generasi milenial itu unik dengan beragam kreativitas masing-masing.

Banyak dari generasi milenial yang telah berhasil menjadi kreator, memiliki cara berpikir yang unik, out of the box, dan di luar mainstream untuk bertahan hidup di tengah tekanan sosial ekonomi yang kian besar dan pergeseran kehidupan sosial ekonomi yang cepat.

Generasi milenial akrab dengan teknologi digital, tidak terlepas dari gadget, dan banyak melakukan click dan share. Kaum milenial aktif menggunakan berbagai macam media sosial dalam kehidupan sosial dan aktivitas ekonomi.

Telah banyak generasi milenial yang menjadi pengelola bisnis start up dengan memanfaatkan fitur dan aplikasi teknologi informasi yang hadir dewasa ini. Mereka menuntut segala sesuatu bersifat mudah, cepat, dan tanggap.

Selanjutnya adalah: Mudah memperoleh informasi sebanya mungkin

Informasi

Generasi milenial dapat dengan mudah memperoleh informasi sebanyak mungkin dari banyak pilihan sumber. Mereka hidup di tengah arus informasi yang melimpah pada era kebebasan pers. Peristiwa politik pada masa lalu turut memberikan sumbangsih peluang dan kekuatan bagi para generasi milenial Indonesia.

Generasi milenial mempunyai kelebihan dibandingkan generasi sebelumnya atau generasi X dalam hal akses dan distribusi informasi. Generasi milenial juga akan menjadi bonus demografi bagi Indonesia. Mereka akan menjadi input penting dalam pembangunan negara ini.

Dalam berbagai macam kelebihan yang dimiliki generasi milenial, mereka patut diharapkan menjadi agen perubahan. Generasi milenial memiliki kelemahan dalam hal minat dan kehidupan yang masih sulit untuk diprediksi oleh generasi sebelumnya.

Tidak mengherankan ketika Yoris Sebastian (2016) menyimpulkan dalam buku Generasi Langgas Millenials Indonesia bahwa generasi milenial tidak mudah dipahami. Hal ini dapat berlaku pula saat berbicara konteks soal politik di kalangan milenial.

Dalam pesta demokrasi pemilihan kepala daerah 2018 dan pemilihan presiden pada 2019 generasi milenial akan mendominasi jumlah penduduk berhak pilih dan sebagian dari mereka masih menjadi pemilih mengambang, khususnya para milenial yang masih kategori pelajar.

Di Indonesia perubahan sistem politik sangat mungkin terjadi sebagai dampak hasil pemilihan umum. Partisipasi atau apatisme generasi milenial dalam pesta demokrasi akan menjadi input sistem politik yang penting untuk saat ini dan masa depan nanti.

Politik saat ini masih didominasi oleh generasi X dan babyboomers, tak terkecuali dalam pertarungan pemiluhan kepala daerah 2018. Para petarung dalam pemilihan kepala daerah 2018 manyadari medium berpolitik telah bergeser dari dunia nyata ke dunia maya dan strategi menarik perhatian serta suara pemilih, para generasi milenial, adalah melalui media sosial.

Selanjutnya adalah: Banyak aktor politik yang merambah dunai maya

Aktor politik

Banyak aktor politik yang merambah dunia maya untuk menyambung komunikasi dengan para milenial. Media sosial dimanfaatkan secara optimal sebagai media sosialisasi dan komunikasi politik para aktor, tetapi perbedaan karakter antargenerasi dapat menimbulkan tembok pembatas komunikasi.

Generasi milenial cenderung menganggap komunikasi dengan para aktor dari generasi X adalah sesuatu yang membosankan, terbalut oleh hierarki dan rasa feodalisme, serta berbelit-belit. Begitu pula sebaliknya. Generasi X akan menilai generasi milenial adalah generasi cair dalam bersikap dan komunikasi namun terkadang atraktif nyleneh.



Hal ini dapat mengakibatkan gimmick yang dihadirkan para kandidat politik dari kalangan generasi X dan babyboomers dalam konten yang diunggah belum tentu dapat tersampaikan tujuannya kepada generasi milenial sebagai pemilih. Gimmick merupakan cara menarik perhatian lawan komunikasi.

Tujuan pesan yang ingin disampaikan dalam komunikasi politik oleh aktor politik dapat begitu rumit dan kompleks, padahal generasi milenial cenderung suka hal yang instan namun mengena. Jurang kesenjangan antargenerasi tersebut menjadi tantangan bagi para aktor politik yang saat ini tengah bertarung di panggung politik.

Dibutuhkan keunikan dan keberanian serta kreativitas dalam menampilkan konten yang diunggah untuk memotong jarak komunikasi antargenerasi.

Para milenial pemilih pemula sebetulnya dapat dengan mudah dan cepat mengumpulkan informasi latar belakang para aktor politik, tapi referensi tren aktivitas tersebut belum ada.

Sedangkan bagi milenial yang lahir pada 1987 ke atas cukup diberi dorongan untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Mereka telah lebih dahulu sadar terhadap dinamika politik Indonesia dibanding milenial pemilih pemula sebab mereka tumbuh pada era reformasi dan/atau menjadi bagian dari agenda reformasi.

Pada dasarnya media sosial hanya sebagai alat komunikasi politik. Kuantitas penduduk milenial dapat menjadi keuntungan atau kebalikannya dalam pesta demokrasi pada2018 dan 2019 nanti.

Iklim politik yang stabil dan peningkatan literasi politik bagi generasi milenial dapat membantu mendongkrak minat dan partisipasi mereka terkait politik.

Orientasi hasil juga perlu dibangun. Kaum milenial lebih membutuhkan bukti nyata perubahan proses dan hasil sistem politik. Partai politik sebagai mesin politik juga perlu belajar cepat menanggapi perubahan eksternal ini dengan kritis dan komunikatif.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya