SOLOPOS.COM - Susatyo Yuwono (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Kamis (7/12/2017). Esai ini karya Susatyo Yuwono, dosen di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Alamat e-mail penulis adalah sy240@ums.aci.id.

Solopos.com, SOLO–Era modern dan penuh persaingan menjadi tantangan yang tidak ringan bagi setiap individu maupun organisasi. Munculnya beragam produk barang maupun jasa yang memiliki kegunaan maupun sasaran pengguna yang sama tidak dapat dibendung lagi.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Pembukaan keran impor barang tidak mampu ditolak lagi sehingga industri dalam negeri perlu menyiasati dengan beragam strategi. Industri asing yang semula tidak memiliki cabang di Indonesia juga mulai banyak berdiri di sekitar kita.

Beroperasinya industri-industri ini tentu mendorong pekerja ekspatriat masuk ke Indonesia yang akan menyebabkan makin tingginya kompetisi dengan pekerja dalam negeri. Salah satu ukuran dalam persaingan individu pekerja adalah kompetensi.

Kompetensi untuk setiap jenis pekerjaan tentu berbeda, selaras dengan dimensi pengetahua, keterampilan, dan sikap kerja. Sebagai salah satu ukuran kemampuan individu dalam mengerjakan suatu jenis pekerjaan maka kompetensi menjadi hal strategis yang perlu dirumuskan oleh setiap kelompok pekerja atau asosiasi pekerja.

Hingga saat ini telah berhasil dirumuskan ratusan standar kompetensi dari beragam jenis pekerjaan. Standar kompetensi itu sudah disahkan oleh pemerintah. Peran organisasi atau dunia industri selaku pengguna pekerja adalah memastikan kompetensi kerja individu yang dikelola memenuhi kompetensi pekerjaan yang akan dilakukan.

Individu-individu yang memiliki minat pada satu jenis pekerjaan tertentu harus memastikan diri menguasai kompetensi kerja yang menjadi persyaratannya. Belum terpenuhinya kompetensi kerja perlu diatasi oleh individu yang bersangkutan maupun oleh organisasi yang mengelolanya.

Selanjutnya adalah: Lembaga pendidikan atau pelatihan

Pendidikan atau Pelatihan

Lembaga pendidikan atau pelatihan adalah salah satu bagian penting dalam upaya memenuhi standar kompetensi. Perguruan tinggi sebagai salah satu bagian dari lembaga pendidikan juga berperan strategis dalam mengembangkan kompetensi individu.

Berdasar data di situs Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi dapat diketahui hingga saat ini terdapat lebih dari 4.500 lembaga perguruan tinggi di Indonesia. Seluruh perguruan tinggi ini memiliki dosen lebih dari 270.000 orang dan mahasiswa lebih dari lima juta orang.

Jumlah ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi dan dosen memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam menyiapkan kompetensi lima juta mahasiswa sebagai individu calon pekerja. Belum semua mahasiswa yang dididik memiliki daya saing kompetensi yang unggul di bidang pekerjaan.

Merujuk data Biro Pusat Statistik, angka pengangguran terbuka para sarjana mencapai lebih dari 600.000 orang atau 9% dari seluruh angka pengangguran terbuka yang mencapai lebih dari tujuh juta orang. Hal ini berarti ada kesenjangan antara apa yang sudah dilakukan oleh perguruan tinggi dengan apa yang diharapkan oleh para pengguna lulusan perguruan tinggi.

Permasalahan ini tentu perlu dijadikan bahan pemikiran oleh para pengelola perguruan tinggi sebagai salah satu pelaku pendidikan. Tulisan ini akan mencoba mengurai peran perguruan tinggi dalam mengembangkan kompetensi individu serta proses pengakuan atas kompetensi tersebut di dunia kerja.

Perguruan tinggi menurut sistem pendidikan nasional kita diarahkan untuk menciptakan individu yang menguasai kemampuan akademis dan profesional untuk mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selanjutnya adalah: Perguruan tinggi membutuhkan perangkat

Perangkat

Sehubungan dengan kepentingan tersebut, perguruan tinggi membutuhkan perangkat yang memadai terkait proses pendidikan di dalamnya, seperti sarana dan prasarana, kurikulum, sumber daya manusia, sistem perekrutan calon mahasiswa, sistem pembelajaran, dan sebagainya.

Proses pendidikan dimulai dengan menyiapkan berbagai macam sistem yang mendukung. Sistem perekrutan harus menjamin kemampuan seleksi yang fair dan transparan sehingga dapat diperoleh input yang tepat. Hal ini berlaku baik bagi perekrutan sumber daya manusia pengelola perguruan tinggi maupun calon mahasiswa.

Setelah mahasiswa diterima dimulailah proses pembelajaran. Bersama dengan dosen, mahasiswa berproses di dalam perguruan tinggi sesuai dengan tahapan dan kurikulum yang ditentukan. Secara nasional, kurikulum menyediakan garis-garis besarnya, sedangkan setiap perguruan tinggi diharapkan menambah dengan kekhasan dan keunggulan masing-masing.

Kurikulum inilah yang perlu senantiasa dicermati setiap saat sesuai perkembangan zaman. Perkembangan yang terus terjadi akan selalu menuntut jalan keluar yang sesuai, yang bisa jadi berbeda dengan yang berlaku selama bertahun-tahun.

Kerja sama sinergis perguruan tinggi dengan dunia kerja dalam menyesuaikan kurikulum menjadi sangat penting. Dunia kerja yang lebih memahami kebutuhan suatu kompetensi menjadi mitra perguruan tinggi dalam menyusun dan mendesain kurikulum yang tepat untuk mengembangkan kompetensi tersebut.

Perubahan kurikulum tidak hanya terkait dengan nama-nama mata kuliah, metode perkuliahan juga membutuhkan penyesuaian dengan kebutuhan. Seiring dengan bergesernya generasi mahasiswa ke arah kelompok melek teknologi maka metode penyampaian materi pembelajaran juga perlu mengoptimalkan teknologi sebagai alat bantu.

Selanjutnya adalah: Sarana dan prasarana pendukung

Pendukung

Sarana dan prasarana pendukung menjadi salah satu unsur yang tidak boleh diabaikan. Perubahan tersebut menuntut kesiapan dosen menyesuaikan diri dengan berbagai macam perubahan. Perubahan materi perkuliahan harus diikuti kemauan untuk selalu belajar berbagai hal yang baru sehingga pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan zaman.

Penguasaan atas suatu materi perkuliahan menjadi salah satu unsur yang menentukan kompetensi dosen dalam bidang yang dipilih. Kompetensi dosen ini selanjutnya akan menentukan sejauh mana proses perkuliahan dapat berlangsung dan mencapai tujuan.

Berprosesnya mahasiswa dan dosen selama periode waktu perkuliahan akan bermuara pada ujian akhir penentu kelulusan. Pada tahap ini mahasiswa akan dipastikan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan.

Apabila dinilai menguasai atau kompeten maka mahasiswa dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar yang diwujudkan dalam ijazah, transkrip nilai, dan surat keterangan pendamping ijasah. Ini adalah terakuinya kompetensi lulusan oleh perguruan tinggi selaku lembaga yang mendidik.

Pengakuan atas kompetensi lulusan perguruan tinggi juga dibutuhkan oleh pengguna. Hal ini dilakukan untuk menjamin lulusan perguruan tinggi sebagai calon pekerja memenuhi kompetensi jenis pekerjaan yang akan digeluti.



Jaminan atas pemenuhan kompetensi ini selaras dengan pencapaian kinerja yang diharapkan oleh organisasi. Pengakuan atas kompetensi individu dapat dilakukan oleh pihak atau lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyatakan kompeten atau tidak.

Selanjutnya adalah: Lembaga sertifikasi kompetensi yang resmi

Sertifikasi Kompetensi

Saat ini lembaga sertifikasi kompetensi yang resmi dibentuk oleh pemerintah adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang memiliki kepanjangan tangan berbentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Jumlah LSP yang terdaftar di BNSP hingga saat ini 927 unit yang berkiprah pada berbagai bidang pekerjaan.

Setiap LSP memfokuskan diri pada jenis pekerjaan tertentu berdasarkan standar kompetensi yang digunakan, yakni  standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI), standar kerja internasional (SKI),  atau standar kerja khusus (SKK). Ada tiga jenis LSP yaitu LSP P-1, LSP P-2, dan LSP P-3.

Perguruan tinggi dapat mendirikan LSP dnegan kategori LSP P-1 yang dikhususkan untuk menyertifikasi lulusan perguruan tinggi itu. Apabila sertifikasi menyasar semua kalangan maka masuk pada ranah LSP P-3. Keunggulan LSP P-3 inilah yang membuatnya menjadi paling fleksibel dalam proses sertifikasi.

Proses sertifikasi oleh semua jenis LSP dilakukan di tempat uji kompetensi (TUK). Perguruan tinggi yang tidak memiliki LSP P-1 dapat mengajukan diri menjadi TUK bagi LSP lain yang sesuai dengan kompetensi yang dituju.

Dengan menjadi TUK ini maka mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut dapat menjalani pelatihan dan uji kompetensi di tempat belajar mereka. Sertifikat kompetensi yang diperoleh melalui LSP ini dapat menjadi salah satu isi dari surat keterangan pendamping ijazah dan menjadi keunggulan mahasiswa yang bersangkutan.



Selanjutnya adalah: Sebagian besar organisasi atau pengguna lulusan

Pengguna Lulusan

Saat ini sebagian besar organisasi atau pengguna lulusan perguruan tinggi menggunakan sertifikat kompetensi BNSP sebagai salah satu acuan dalam menilai kelayakan individu dalam mengerjakan tugas. Pada era keterbukaan seperti saat ini, pengakuan atas kompetensi yang bersifat nasional ini juga menjadi sarana melindungi sumber daya manusia dalam negeri dari serbuan ekspatriat.

Apabila ada orang asing yang akan berkarier di Indonesia maka persyaratan sertifikasi kompetensi ini menjadi cara untuk menunjukkan bahwa orang asing pun tetap harus melewati proses uji kompetensi agar dapat berkarier di sini.

Tantangan yang saat ini masih muncul adalah belum samanya pemahaman ihwal pentingnya sertifikasi kompetensi sehingga belum semua organisasi menggunakannya sebagai acuan dalam menilai kompetensi individu. Hal ini kemudian menyebabkan masih ada anggapan pada diri sebagian individu bahwa tanpa sertifikasi pun tidak menjadi masalah yang berarti bagi mereka.

Biaya proses sertifikasi saat ini juga masih relatif tinggi sehingga bagi organisasi atau individu yang belum berorientasi jangka panjang mungkin menganggap belum memerlukannya. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi sumber daya manusia menjadi salah satu prediktor keberhasilan individu dalam bekerja.

Perguruan tinggi selaku lembaga yang menghasilkan lulusan perlu menjamin keselarasan antara proses pembelajaran di perguruan tinggi tersebut dengan kompetensi kerja yang dituntut oleh dunia kerja. Proses ini akan berujung pada proses uji kompetensi yang diakui semua pihak.

Kondisi ini menuntut perguruan tinggi aktif menjalin kerja sama dengan LSP sebagai penyertifikasi kompetensi yang diakui BNSP. Melalui pengakuan kompetensi oleh LSP dan BNSP maka lulusan perguruan tinggi memiliki keunggulan dalam jenis pekerjaan yang terkait dengan latar belakang pendidikannya.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya