SOLOPOS.COM - Latree Manohara, Pegawai Bappeda Provinsi Jawa Tengah sekaligus ibu rumah tangga dan penekun seni musik

Latree Manohara, Pegawai Bappeda Provinsi Jawa Tengah sekaligus ibu rumah tangga dan penekun seni musik

Kehamilan bagi seorang perempuan umumnya adalah hal yang dinanti-nantikan. Kehadiran buah hati menjadi pelengkap kehidupan. Hamil dan melahirkan bagi perempuan lebih dari sekadar penerus keturunan, tapi menjadi sumber kebahagiaan. Melahirkan adalah puncak penantian setelah selama rata-rata kurang lebih sembilan bulan mengandung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ini akan menjadi kebahagiaan susulan yang sekaligus mengawali kebahagiaan lain. Melahirkan adalah puncak perjuangan seorang perempuan dalam proses memiliki anak. Begitu beratnya perjuangan ini hingga dalam agama yang saya anut dinyatakan seorang ibu yang meninggal saat melahirkan akan syahid dan mendapat jaminan masuk surga.

Beberapa perempuan mendeskripsikan rasa sakit saat melahirkan dengan penuh penghayatan. Ada yang mengatakan sampai si anak berumur dua tahun pun masih terasa sakitnya, hingga dia belum berani hamil lagi. Padahal sebenarnya masih ingin punya anak lagi. Ada yang saat melahirkan berteriak-teriak, menjambak suami yang menemani, menangis dan berbagai ekspresi rasa sakit yang luar biasa.

Seorang kawan saya yang akan melahirkan anak pertamanya, pada pekan-pekan terakhir kehamilannya sibuk bertanya ke sana kemari tentang bagaimana rasanya melahirkan. Dia ketakutan. Lalu ingin melahirkan melalui operasi caesar saja karena dibius dan tidak merasa sakit ketika bayinya diangkat dari rahim. Tapi, dia khawatir lagi dengan rasa sakit pascaoperasi. Dia bingung lagi harus melahirkan dengan cara apa. Padahal dari hasil pemeriksaan rutin kehamilannya baik-baik saja.

Beberapa tahun terakhir, marak di kalangan menengah ke atas semacam ”pelatihan” bagi ibu-ibu hamil yang ingin mempersiapkan kelahiran dengan nyaman. Pelatihan ini bertujuan menyiapkan mental dan menanamkan berbagai pikiran positif bagi ibu hamil agar bisa meminimalkan rasa sakit yang ditanggung pada saat melahirkan. Biaya pelatihan bervariasi sesuai paket yang ditawarkan. Mungkin juga disesuaikan dengan dompet ibu hamil yang ingin ikut pelatihan.

Tetapi, bagi banyak orang biaya yang ditawarkan masih jauh dari jangkauan. Inti pelatihan adalah menyugesti diri sendiri dengan hal-hal positif seputar melahirkan. Bahwa nanti ibu akan melahirkan dengan nyaman, bayi juga nyaman. Menenangkan diri. Pasrah kepada Tuhan yang akan melindungi proses persalinan.

Dari beberapa teman yang sudah pernah melahirkan, saya bertanya apakah mereka pernah mendengar tentang pelatihan ini. Ada yang menyatakan pernah mendengar atau tahu dan ada yang belum. Saya tanyakan kepada mereka, apa yang mereka pikirkan ketika akan melahirkan. Apakah ada rasa takut akan kesakitan? Takut terjadi kegagalan?

Sungguh menakjubkan bahwa jawaban mereka kurang lebih sama. Mereka mengatakan melahirkan pasti sakit, tapi mereka siap. Mereka tahu dan yakin setelah sakit sebentar saat proses persalinan, mereka akan memeluk bayi yang mereka idamkan. Mereka selalu berdoa dan pasrah kepada Tuhan. Mereka selalu berharap Tuhan melindungi dan melancarkan persalinan.

Saya jadi bertanya-tanya dari mana rasa takut ibu-ibu (muda) hamil dari kalangan massa peserta pelatihan persalinan ini muncul? Begitu takutnya mereka sehingga perlu bantuan untuk menepis ketakutan itu. Dari mana mereka mendengar cerita tentang rasa sakit ini sehingga khawatir  tidak bisa menahannya saat proses persalinan yang pasti akan mereka jalani?

 

Banjir Informasi

Sebenarnya kemudahan akses terhadap segala informasi di masa kini adalah hal positif yang patut disyukuri, termasuk informasi dunia kedokteran. Sekarang banyak majalah ataupun website yang khusus membahas dunia ibu dan anak. Di dalamnya pasti dibahas tentang kehamilan dan melahirkan. Begitu banyak pengetahuan modern yang bermanfaat. Kita jadi tahu, banyak hal yang diajarkan turun-temurun tentang kehamilan dan persalinan ternyata hanya mitos yang tidak benar dan bahkan berbahaya.

Tapi, media massa telah cukup lama menjadi ajang promosi berbagai produk barang dan jasa, termasuk produk pelatihan ”jaminan tak sakit” saat melahirkan. Makin ke era kekininan makin pandai orang beriklan. Kadang-kadang iklan begitu halus, terselubungi berbagai pembahasan artikel ilmiah, testimoni, bahkan tak jarang memakai figur pakar untuk menyampaikan pesan.

Sepertinya dari media massa ini pulalah ”pikiran” bahwa melahirkan itu sakit dan penuh penderitaan dibentuk dan disebarkan. Bukan dengan kata-kata yang vulgar dengan mengatakan persis seperti itu atau bukan pula dengan terang benderang menceritakan dan menggambarkan rasa sakit saat persalinan. Tapi, penyebaran ”pikiran” itu justru dengan  kata-kata yang terdengar menenangkan.

Dengan halus dan bijak produsen pelatihan melahirkan mengajak  ibu-ibu hamil untuk berhenti membayangkan rasa sakit. Mereka mengajak ibu-ibu hamil untuk mensyukuri anugerah yang sedang diterimanya. Mereka mengajak semua ibu hamil meyakinkan diri sendiri bahwa dia akan baik-baik saja. Dan, bayinya pun akan baik-baik saja.

Saya bayangkan (calon) ibu yang belum pernah melahirkan dan membaca artikel-artikel semacam ini yang kemudian berpikir (atau tepatnya membayangkan) bahwa persalinan adalah proses yang menyakitkan. Semakin banyak mereka mencari informasi dan membaca, semakin banyak artikel serupa yang ditemukan.

Himpunan informasi di tengah banjir informasi yang terbentuk di kepala mereka kemudian membentuk ketakutan dan kekhawatiran tentang berbagai hal negatif seputar kehamilan dan persalinan. Bagaimana jika nanti bayi sungsang? Bagaimana jika nanti bayi terlilit tali pusar? Bagaimana jika nanti ternyata panggul sempit? Bagaimana jika…? Bagaimana bila…?

Ibu-ibu yang seperti ini  lantas merasa perlu melawan pikiran-pikiran buruk yang terbentuk dalam diri mereka. Mereka berusaha sekuat daya menanamkan hal-hal positif, membangun percaya diri agar siap dan bisa merasa nyaman dalam menghadapi persalinan. Testimoni mereka yang ”sukses” melahirkan dengan ”nyaman” setelah mengikuti program sugesti diri ini menjadi pendorong untuk ikut melakukan hal yang sama. Dan, mengikuti pelatihan seperti ini menjadi semacam keharusan supaya tampak mengikuti perkembangan zaman.

Ini yang mengusik pikiran dan hati saya sebagai perempuan dan ibu. Boleh saja menyebut saya ketinggalan zaman karena baru mendengar tentang hypnobirthing setelah saya merasa cukup dengan buah hati yang Tuhan titipkan kepada saya. Menurut situs www.hypno-birthing.web.id, hypnobirthing berasal dari kata Yunani hypnos yang berarti tidur/pikiran tenang. Birthing adalah proses kehamilan sampai melahirkan.

Hypnobirthing kali pertama dikembangkan Marie Mongan pada 1959. Ini adalah adalah upaya alami menanamkan sugesti ke pikiran bawah sadar untuk menghadapi persalinan dengan tenang dan sabar. Hypnobirthing adalah relaksasi dengan penambahan sugesti melalui usapan. Hypnobirthing melatih ibu menenangkan pikirannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Tapi, saya bersyukur karena saya jadi tidak sempat ”tanpa sadar” menanamkan berbagai pikiran tentang rasa sakit dan segala ketidaknyamanan karena hamil dan melahirkan. Sejak kehamilan pertama saya sudah tahu melahirkan pasti sakit. Tapi, saya tahu dan berpandangan bahwa ibu, simbah, simbah buyut, simbah canggah dan banyak perempuan di dunia pada zaman dahulu kala hingga kini melahirkan dengan sehat dan selamat.

Memang ada kasus pada beberapa kehamilan dan persalinan. Salah satu kehamilan saya juga termasuk berisiko tinggi. Saya pernah siap untuk operasi caesar, tapi ternyata saya bisa melahirkan dengan normal. Dunia kedokteran semakin maju dan kegagalan persalinan bisa semakin ditekan. Yang terpenting adalah selalu bahagia menghadapi setiap persalinan, berdoa dan pasrah kepada Tuhan.

Tuhan menciptakan perempuan dengan organ yang dirancang sempurna untuk proses kelahiran. Lubang vagina yang kecil itu akan melar sebesar kepala bayi. Keniscayaan sobek sedikit adalah biar bidan atau dokter membenahi dengan jahitan. Seorang (calon) ibu yang menanti kelahiran buah hatinya semestinya, dengan sendirinya, menghayati setiap proses alami kehamilan dan melahirkan sebagai anugerah.



Seorang calon ibu harus lebih fokus kepada kebahagiaan yang ditimbulkan ketimbang sibuk memikirkan rasa sakit yang akan ditanggung. Tapi, barangkali memang ada yang kesulitan melakukan hal ini sendiri sehingga membutuhkan bantuan dan latihan, tidak peduli berapa biaya yang harus dikeluarkan.

Tiba-tiba saya teringat sesuatu. Konon, virus komputer itu sebenarnya diciptakan oleh perusahaan-perusahaan yang membuat software antivirus, agar produk mereka bisa dijual. Mungkin kesimpulan ini juga layak dikaitkan dengan komodifikasi melahirkan sehingga memunculkan produk-produk pelatihan yang kemudian menjadi gaya hidup.

Pikiran dan anggapan bahwa melahirkan itu sakit (walau memang realitasnya demikian) disebarluaskan oleh mereka yang menjual jasa pelatihan yang bermaksud menanamkan kesadaran dan keyakinan bahwa melahirkan itu ”tidak sakit”. Bisa jadi pencipta pelatihan melahirkan ”tidak sakit” itu memang cuma bermaksud menjual produk, ya produk pelatihan itu, lain tidak. (elmanohara@gmail.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya