SOLOPOS.COM - Yunastiti Purwaningsih (Istimewa)

Gagasan Solopos, Kamis (25/2/2016), ditulis Yunastiti Purwaningsih. Penulis adalah dosen di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Ketahanan pangan merupakan konsep baru sebagai revitalisasi konsep penyediaan pangan yang dicanangkan Food and Agricultural Organization (FAO) di Konferensi Pangan Dunia pada 1974 melalui pengenalan konsep revolusi hijau.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketahanan pangan secara konsepsional didefinisikan sebagai jaminan penyediaan pangan dalam jumlah cukup untuk memenuhi konsumsi penduduk pada level global, nasional, lokal, sampai dengan rumah tangga sebagai unit terkecil organisasi masyarakat (Per Pinstrup-Andersen, 2009).

Perluasan konsep ketahanan pangan tidak dapat dilepaskan dari dinamika perekonomian global dan perdagangan bebas. Pendekatan penyediaan pangan melalui produksi dan stok untuk menjaga ketahanan pangan tidak lagi memadai. Pergeseran sektor ekonomi ke sektor industri membuat negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi hambatan dalam meningkatkan produksi pangan. Saat ini negara berkembang seperti Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks.

Tantangan itu antara lain stagnasi produktivitas pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan termasuk sekat efisiensi perdagangan dan distribusi pangan dalam menjamin aksesibilitas pangan (Arifin, 2007). Konsep akses pangan terinspirasi Amartya Sen (1981) melalui bukunya Poverty and Famine.

Sen mengenalkan konsep ini setelah mengamati paradoks kelaparan di India terjadi justru di daerah yang berlimpah pangan. Sen (1981) mengkritik simplifikasi teori Thomas Robert Malthus tentang pemenuhan kebutuhan pangan penduduk.

Khudori (2004) membedakan ketahanan pangan menjadi empat pilar, yaitu ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas ketersediaan pangan, serta konsumsi dan utilisasi makanan hasil pangan.

Rezim Orde baru memfokuskan ketahanan pangan pada sektor produksi. Saat ini langkah pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan adalah penganekaragaman pangan. Krishnamurti (2003) menjelaskan penganekargaman pangan menjadi salah satu unsur pokok dalam konsumsi pangan yang cukup mutu dan gizinya.

Produksi pangan sendiri atau food self sufficiency adalah pendekatan yang mengedepankan peran pemerintah dengan kebijakan dan regulasi ke arah produksi sendiri, berapapun kebutuhan pangan rakyat. Negara dituntut memenuhi seluruh kebutuhan pangan masyarakat sehingga tidak perlu mendatangkan pangan dari luar negeri.

Pandangan ini terkesan nasionalis, anti perdagangan bebas (anti free trade), tetapi esensi pendekatan ini dapat dipandang sebagai cara efektif mencapai ketahanan pangan masyarakat. Pemerintah perlu memiliki kebijakan dan kontrol terhadap penyediaan dan distribusi pangan tanpa tergantung pasar internasional, terutama produk-produk pangan strategis seperti beras, kedelai, kacang, ubi, minyak, gula, daging, dan jagung.

Keunggulan pendekatan food self sufficiency dapat dipastikan lebih besar dibanding kelemahan dan pilihan penggunaan pendekatan food free trade. Pertama, terbukanya kesempatan kerja dalam jumlah besar di sektor pertanian bahan pangan di berbagai wilayah Indonesia, serta terbukanya peluang migrasi tenaga kerja antarpulau dan wilayah sebagai alternatif penyebaran jumlah peduduk.

Kedua, tersedianya pangan untuk rakyat yang lebih terjamin dan berkesinambungan. Ketiga, peningkatan produktivitas pangan rakyat dengan berbagi inovasi dan diversifikasi yang akan memberikan banyak alternatif pilihan pangan yang tidak tergantung pada salah satu jenis pangan.

Pendekatan food self sufficiency ada kelemahannya, misalnya gagal panen atau kurang tersedianya modal fisik dan manusia serta teknologi yang memadai yang dapat berakibat tidak tercukupinya kebutuhan pangan.

Menurut perspektif Islam, peran pemerintah sebagai penyedia dan pengontrol mekanisme pangan sesuai dengan ajaran yang bersumber pada dasar-dasar umum ekonomi dari Alquran dan sunah. Menurut perspektif ekonomi politik dan kelembagaan, pemerintah harus menempatkan tata kelola sektor pertanian pada ranah independen.

Hal ini menjadi krusial manakala globalisasi menjadi institusi yang memengaruhi semua elemen sosioekonomi, tak terkecuali sektor pertanian. Para pemikir progresif ekonomi politik melihat globalisasi ekonomi dipersepsikan bukan sebagai institusi atau prosedur kelembagaan yang rasional dalam menata ekonomi dunia. [Baca selanjutnya: Tidak Natural]Tidak Natural

Dari sudut pandang bukan arus utama ini, globalisasi dipersepsikan sebagai institusi (kelembagaan) yang terbentuk ”tidak natural” dan memiliki kecenderungan memicu transformasi pola interaksi sosioekonomi dari level global sampai subnasional.

Dari pemahaman kritis terhadap globalisasi, pemerintah negara berkembang seperti Indonesia diharapkan memiliki intuisi kritis dan sekaligus langkah responsif yang cerdas untuk menghadapi implikasi globalisasi. Secara fundamental terdapat beberapa argumentasi yang mendasari pemerintah (terutama di negara berkembang) harus tetap kritis terhadap globalisasi.

Pertama, paradoks globalisasi menunjukkan prosedur globalisasi sendiri tidak bakal secara sempurna diamalkan oleh siapa pun, termasuk negara maju sebagai pencetusnya (Bowles, Gordon dan Weisskopf, 1988; Stanfield, 1995; O’Hara 2006, 2010). Fakta menunjukkan negara maju berada di garda terdepan dalam memaksa negara berkembang membuka pasar ekonomi.

Di sisi lain, negara maju sendiri yang paling bersemangat mempertahankan proteksi sektor pertanian di negaranya. Kedua, paradoks globalisasi menunjukkan ketergantungan negara berkembang terhadap impor pangan dari negara maju meningkat progresif dalam 30 tahun terakhir.

Negara wajib hadir dalam penyediaan pangan dan mengontrol secara serius masalah pangan karena banyak hal terkait dengan kemungkinan pilihan pendekatan pangan sendiri atau food self sufficiency mempunyai efek berantai, di antaranya diharapkan dapat menambah kesempatan kerja di sektor pertanian sebagai penyedia pangan rakyat.

Tidak semua petani dan rakyat desa sebagai buruh tani dapat mencukupi kebutuhan pangan sendiri karena lahan pertanian semakin sempit. Pemerintah harus tanggap bahwa petani atau rakyat di pedesaan sebagian besar adalah konsumen pangan dengan membeli. Ironis memang.

Aspek lainnya dari pangan untuk rakyat adalah keterjangkauan pangan. Keterjangkauan pangan atau aksesibilitas rakyat, masyarakat, atau rumah tangga terhadap bahan pangan sangat ditentukan daya beli. Daya beli ditentukan pendapatan dan harga komoditas pangan.

Fakta empiris menunjukkan harga pangan berpengaruh negatif dan pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap akses pangan rumah tangga. Semakin tinggi harga pangan, akses masyarakat terhadap pangan akan semakin rendah. Fenomena yang terjadi adalah kecenderungan peningkatan harga pangan.

Pada masa Orde Baru peran Badan Urusan Logistik (Bulog) sangat dominan. Pada era reformasi peranan Bulog dibatasi. Setelah pengesahan undang-undang desentralisasi pada 1999, posisi dan peran Bulog menjadi sangat terbatas. Bulog berubah badan hukumnya menjadi perusahaan umum (Perum).



Bulog hanya penunjang stabilitas harga komoditi beras, sedangkan yang bertanggung jawab secara langsung adalah pemerintah kabupaten/kota. Dulu Bulog bisa langsung melakukan operasi pasar jika terjadi kelangkaan bahan pokok, saat ini tidak lagi.

Inilah aspek krusial pengelolaan ketahanan pangan pada masa reformasi ini, apalagi ketika sebagian besar kebutuhan pokok tidak dapat dikendalikan oleh negara, melainkan justru oleh kekuatan pasar. Organ negara seperti Bulog tidak memiliki payung hukum untuk melakukannya.

Saat ini, di era globalisasi, tantangan utama pengelolaan ketahanan pangan adalah volatilitas harga kebutuhan pokok yang sangat fluktuatif dan sulit dikendalikan (Naylor & Falcon, 2010; Timmer, 2011). Volatilitas ini yang memengaruhi kualitas akses masyarakat terhadap pangan (Eide, 2007 dalam Hakim, dkk., 2010).

Esai ini adalah ringkasan naskah pidato penulis dalam pengukuhan sebagai guru besar di Auditorium Universitas Sebelas Maret Kamis, 25 Februari 2016

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya