SOLOPOS.COM - Ilustrasi untuk gagasan Iman Pambagyo, Jumat (21.8/2015). (Dok/JIBI/Solopos)

Gagasan Solopos, Jumat (21/8/2015), ditulis Iman Pambagyo. Penulis adalah Trade Policy (Trap) Forum Duta Besar Indonesia untuk WTO.

Solopos.com, SOLO — Belakangan semakin tumbuh kepercayaan bahwa sistem perdagangan yang terbuka identik dengan ketertinggalan dan kemiskinan. Pandangan ini mengikuti narasi export is good, import is bad yang banyak dianut ekonom Amerika Latin pada 1970-an dan sempat menarik simpati dari negara berkembang di bagian lain dunia.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Negara-negara di Afrika telah menerapkan rezim perdagangan terbuka dalam satu dasawarsa terakhir, tetapi Afrika tetap tertinggal sebagai benua termiskin di dunia. Tampak jelas bahwa pembukaan ekonomi kepada arus ekonomi dunia membawa manfaat yang terbatas bagi Afrika, khususnya golongan miskin.

Sebuah kajian yang dilakukan Maelan Le Goff dan Raju Singh yang dimuat dalam Kertas Kerja Penelitian Bank Dunia  pada Januari 2013 mendapati perdagangan yang terbuka cenderung menurunkan angka kemiskinan tetapi dengan kondisi tertentu.

Kondisi tertentu itu yakni bila sektor finansial telah berkembang, tingkat pendidikan masyarakatnya tinggi, dan governance atau tata kelola pembangunan, pemberdayaan, dan pelayanannya sudah kuat.

Hasil kajian ini sejalan dengan logika tertentu: ketiga dimensi ini (keuangan, pendidikan, dan tata kelola) menumbuhkan kemampuan sebuah ekonomi untuk merealokasikan sumber-sumbernya secara cepat dan tepat dari sektor-sektor yang kurang produktif atau sudah tidak produktif ke sektor yang lebih produktif.

Kondisi ini memungkinkan negara yang bersangkutan untuk memanfaatkan berbagai kesempatan yang ditawarkan dari sebuah rezim perdagangan yang terbuka.

Sektor keuangan yang maju dan kompetitif akan membantu bank dan penanam modal besar maupun kecil untuk mengidentifikasi secara cepat sektor-sektor baru yang menjanjikan dan kemudian mengarahkan kredit atau modal ke sektor-sektor ini.

Masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mampu menguasai keahlian-keahlian baru yang dibutuhkan oleh sektor-sektor baru dan menyesuaikan diri dengan pasar tenaga kerja yang berubah.

Akhirnya, tata kelola yang baik akan menciptakan kepastian dan kemudahan berusaha termasuk dalam menyelesaikan sengketa. Ketiga faktor tadi (keuangan, pendidikan dan tata-kelola) dapat meningkatkan kegiatan perdagangan barang dan jasa seraya membantu masyarakat keluar dari kemiskinan.

Kredit usaha yang mudah akan membantu pelaku usaha rumah tangga hingga pebisnis besar mengembangkan usaha dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Pekerja yang lebih melek ilmu dan teknologi akan lebih mampu mengembangkan diri dan usahanya di bidang yang digeluti atau berpindah ke sektor lain.

Pemodal yang melihat iklim investasi yang baik dengan tata kelola yang kuat akan semakin tertarik untuk menanamkan modal di sektor-sektor produktif dan memperluas lapangan kerja.

Tentunya tidak salah untuk berharap bahwa Indonesia dapat mandiri secara ekonomi dan menjadi pemain kelas dunia, tidak terperangkap seperti beberapa negara di Afrika.

Tentu ada yang perlu dicermati: tidak ada negara di dunia yang sepenuhnya dapat mandiri dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa input  dari negara lain. [Baca: Mandiri]

 

Mandiri
Pertukaran input antarnegara merupakan ekstensifikasi dari kondisi dasar manusia yang tidak pernah dapat memenuhi kebutuhannya seorang sendiri. Ia perlu pertukaran dan melalui perjalanan sejarah umat manusia hal ini menciptakan apa yang kita kenal sebagai perdagangan.

Kemajuan teknologi dan sistem transportasi dari waktu ke waktu memperluas dimensi perdagangan ini dari tingkat individual, kelompok, masyarakat, daerah, negara, dan antarnegara.

Tentunya kita tidak dapat menyederhanakan persoalan bahwa impor hanya menguntungkan negara lain (dan merugikan diri kita). Kebutuhan impor akan muncul manakala kita tidak dapat memenuhi kebutuhan dari sumber-sumber kita sendiri.

Hal yang sama juga berlaku bagi negara lain. Mereka akan mengimpor produk-produk yang tidak cukup tersedia di dalam negeri mereka dan karena itulah kita dapat mengekspor produk kita yang ketersediaannya berlebih.

Bila logikanya diputar sehingga kita hanya mau mengekspor tetapi tidak bersedia mengimpor apa yang kita sendiri butuhkan dalam jumlah yang cukup maka kita akan mendorong tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi.

Mengapa? Karena sebuah perekonomian tidak hanya terdiri dari produsen dan pedagang, tetapi—dan merupakan mayoritas—adalah konsumen, baik konsumen antara (yang mengolah produk impor menjadi produk final untuk dijual di dalam negeri maupun diekspor), maupun konsumen akhir (yang mengonsumsi produk final).

Bila kita menutup atau menghambat impor tanpa perhitungan masak selain berharap bahwa itu akan membantu produsen dalam negeri maka dua kemungkinan akan terjadi. Pertama, konsumen harus berhadapan dengan harga yang tinggi karena tidak ada pilihan dan suplai terbatas.

Kedua, produsen yang hendak dibantu tidak beranjak maju karena lebih fokus pada profit taking sementara pemerintah tak henti merumuskan strategi (jangka pendek) untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang dilindungi tanpa didukung tiga faktor yang disebutkan di atas: sektor finansial yang maju dan kompetitif, tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi, serta tata kelola yang kuat dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).



Persoalan yang kini kita hadapi adalah mewujudkan kombinasi antara ekspor dan impor yang sehat, berimbang, dan menguntungkan agar produsen nasional dapat tumbuh pesat dan konsumen memiliki pilihan untuk mendapatkan kebutuhannya dengan harga dan mutu yang wajar.

Ini semua membutuhkan kehadiran tiga faktor yang dibahas di atas. Kita berharap Menteri Perdagangan yang baru dilantik dan bertanggung jawab mempertemukan sektor produksi dan pasar secara efisien dapat didukung oleh kementerian dan lembaga lainnya untuk menciptakan kondisi itu. (JIBI/Bisnis Indonesia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya