SOLOPOS.COM - Eka Pangulimara Hutajulu ekaphutajulu@gmail.com Pengurus Pusat Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

Eka Pangulimara Hutajulu  ekaphutajulu@gmail.com  Pengurus Pusat Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

Eka Pangulimara Hutajulu
ekaphutajulu@gmail.com
Pengurus Pusat Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

Banyak pihak mengidentikkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Hal yang ternyata tak ditolak oleh Ganjar. Menurut Ganjar, ada banyak kesamaan Jokowi dengan dirinya hingga akhirnya menjadi salah satu pertimbangan masyarakat Jateng memilihnya dalam pemilihan gubernur beberapa waktu lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Ganjar, dirinya dan Jokowi disebut memiliki keahlian merangkul masyarakat, easy going, suka blusukan, sederhana, dan sama-sama slengekan. Hal tersebut membuat antusiasme pemilih di Jawa Tengah ke dirinya cukup tinggi. ”Kami juga sama-sama suka musik rock,” kata Ganjar (Sindonews, 27 Mei 2013).

Karakter boleh mirip, bahkan ada yang bilang Ganjar sebagai Jokowi kedua. Namun, yang lebih penting dari itu adalah apakah kebijakan yang diambil juga mirip? Salah satu yang paling ditunggu adakah kejutan penting yang diambil Ganjar sebagaimana Jokowi saat menentukan upah minimum?

Ekspedisi Mudik 2024

Setahun lalu Jokowi mengejutkan banyak pihak dengan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta hingga 44 persen. Efek kebijakan ini, yang resminya hanya berlaku di wilayah DKI Jakarta, menjalar ke daerah-daerah penyangga yang dipenuhi pabrik.

Bekasi, Tangerang, Bogor, Karawang, dan Depok mau tak mau turut menerapkan kenaikan upah yang cukup tinggi. Seakan-akan nasib buruh yang jumlahnya jauh lebih besar di kawasan-kawasan sekitar Jakarta lebih tergantung pada keputusan Jokowi ketimbang gubernurnya masing-masing (Jawa Barat dan Banten).

Tekanan terhadap Jokowi yang mengerek upah buruh menjadi Rp2,2 juta pun luar biasa besar. Kalangan pengusaha mencak-mencak, menteri-menteri terkait kebakaran jenggot, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan itu.

Keputusan Jokowi soal upah terus berbuntut hingga sekarang. Para pengusaha mengancam akan memindahkan usaha mereka (relokasi) ke daerah lain dan luar negeri. Jokowi malah mempersilakan mereka hengkang. Sebagai ibu kota negara, Jakarta memang seharusnya bersih dari industri besar dan lebih mengutamakan jasa dan perdagangan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan siap membantu mengurus aset-aset yang ditinggalkan jika para pengusaha itu jadi pergi. Jokowi mengesahkan kebijakan kontroversial ini tak lama setelah dirinya dilantik.

Dia langsung menerapkan kenaikan upah tertinggi dalam sejarah penetapan UMP. Situasi ini tak jauh berbeda pada saat-saat sekarang ini di Jateng. Ganjar Pranowo, gubernur baru, harus meneken upah minimun kabupaten/kota (UMK) 2014 pada awal November. Buruh Jateng pantas harap-harap cemas apakah ”Jokowi kedua” benar-benar tecermin pada diri Ganjar.

 

Termurah

Indonesia sejak lama menganut upah murah demi menarik minat investasi asing. Khusus wilayah Jateng, upah buruh di daerah ini adalah yang termurah di antara yang murah. Bahkan, ketika terjadi tren penaikan upah relatif tinggi akibat kebijakan Jokowi, Jateng seperti tak terimbas sama sekali.

Kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jateng pada 2013 rata-rata hanya Rp80.020, atau 9,55 persen dibanding UMK 2012. UMK rata-rata (Rp914.275,68) masih di bawah kebutuhan hidup layak (KHL) pada 2013 (Rp940.239,90) atau 97,32 persen dari KHL. Jateng memegang prediket upah minimum terminimum se-Indonesia untuk Kabupaten Wonogiri, yaitu Rp830.000.

Sejumlah provinsi lain di luar DKI Jakarta menetapkan kenaikan upah yang signifikan seperti Kalimantan Timur–yang ternyata lebih tinggi dari DKI Jakarta–sebesar 49 persen, Gorontalo (naik 40,3 persen), Kepulauan Riau (34,5 persen), Maluku (30,8 persen), dan Bengkulu (29 persen). Dibandingkan provinsi-provinsi di Jawa pun, kenaikan upah Jateng berada di nomor buntut.

Buruh di Jawa Barat menikmati kenaikan hingga 25 persen lebih, Jawa Timur rata-rata naik 22,14 persen, sementara di Banten rata-rata UMK-nya sudah mencapai lebih dari Rp1,8 juta. Jateng bahkan masih tercecer dari DIY yang UMP-nya naik hampir 10 persen.

Potensi UMK 2014 di Jateng tetap kecil tecermin dari usulan-usulan upah baru dari berbagai kabupaten dan kota. Usulan UMK Kota Semarang (selama ini selalu menjadi UMK tertinggi) sebesar Rp1.403.500, masih di bawah UMK 2013 ibu kota-ibu kota provinsi se-Jawa, kecuali DIY. Usulan ini hanya menaikkan upah sebesar Rp194.400 dari UMK Kota Semarang saat ini (Rp1.209.100).

Di eks Karesidenan Surakarta, usulan upah untuk tahun depan masih berkisar angka Rp1 juta, bahkan lebih rendah lagi. Banyak di antara usulan itu belum bulat, jalan tengahnya semua usulan (baik dari pihak buruh maupun pengusaha) sama-sama diajukan ke gubernur.

Namun, nominal selisih antara usulan buruh dan pengusaha juga tak terlalu besar (Rp100.000-Rp200.000). UMK daerah-daerah lainnya secara tradisional di bawah eks Karesidenan Semarang dan Surakarta.

 

Out of The Box

Jika tak ada gebrakan berarti dari Ganjar, dipastikan UMK Jateng akan semakin tertinggal dari daerah-daerah lain. Proporsi rata-rata UMK Jateng terhadap UMP DKI Jakarta saat ini hanya 40-an persen. Dengan perhitungan UMK 2014 naik 10 persen dan UMP DKI minimal naik 20 persen, proporsi pendapatan buruh Jateng dibandingkan sejawatnya di Jakarta semakin tergerus menjadi hanya 37 persen.

Ganjar sebaiknya tak hanya berpatokan pada usulan dewan pengupahan kota/kabupaten se-Jateng, meski usulan tersebut beberapa dibiarkan terbuka. Ganjar perlu melihat terlebih dulu berapa UMK dan UMP di Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Pada penetapan UMK tahun lalu, gubernur lama Bibit Waluyo bisa dianggap terburu-buru menetapkan UMK, sehingga yang terjadi terbitlah UMK yang tidak up to date terhadap tren kenaikan upah yang tinggi.



Gagasan bahwa upah murah sanggup menarik investasi atau menjadikan daerah incaran relokasi dari daerah berupah tinggi tidaklah serta-merta. Perelokasi akan terlebih dulu melihat infrastruktur pendukung di daerah baru yang memastikan pabrik dapat beroperasi (listrik, bahan bakar minyak atau BBM, jalan, pelabuhan, perizinan, dan lain-lain).

The Global Competitiveness Index 2011-2012 menyebut faktor utama penghambat daya saing adalah korupsi, birokrasi pemerintah yang tidak efisien, dan infrastruktur yang tidak memadai. Sementara itu, peraturan perburuhan hanya menempati urutan ke-12 (di bawah ketersediaan tenaga kerja terdidik yang memadai pada urutan ke-6).

Dari data tersebut, Ganjar tak perlu terbius pandangan upah murah Jateng bakal menarik investor sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai tujuan itu, menekan upah buruh serendah-rendahnya bukanlah faktor dominan. Memperkuat aksi pemberantasan korupsi, efisiensi birokrasi, pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) justru lebih penting.

Khusus perihal SDM, upah rendah malah memicu lebih banyak perpindahan tenaga terdidik ke daerah lain yang menawarkan upah tinggi. Melebihi UMK provinsi lain dalam lingkup Jawa mungkin berlebihan. Tapi, setidaknya dengan menetapkan rata-rata UMK 2014 di Jateng ”hanya sedikit” di bawah UMK dan UMP di provinsi lain, sudah merupakan gebrakan penting.

Jangan sampai proporsi upah di Jateng makin timpang dengan, katakanlah, DKI Jakarta. Hal ini mengingat banyak kebutuhan buruh–terlepas bekerja di mana–nilainya tidak berbeda jauh bahkan sama, seperti harga beras, BBM, rekening listrik, sembilan bahak pokok (sembako), pulsa telepon, transportasi, dan sejumlah komponen lain dalam kebutuhan hidup layak (KHL) yang saat ini berjumlah 60 buah.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya