SOLOPOS.COM - Aris Setiawan (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (23/8/2017). Esai ini karya Aris Setiawan, dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. Alamat e-mail penulis adalah segelas.kopi.manis@gmail.com

Solopos.com, SOLO — Institut Seni Indonesia (ISI) Solo segera dipimpin rektor baru. Rektor Sri Rochana Widyastutieningrum akan mengakhiri masa tugasnya pada akhir tahun ini.

Promosi Ayo Mudik, Saatnya Uang Mengalir sampai Jauh

ISI Solo, yang punya nama resmi ISI Surakarta, sebagai kampus seni diharapkan dapat menjadi kawah candradimuka melahirkan seniman-seniman berkualitas dan kritikus seni ulung di negeri ini.

Kodratnya sebagai kampus negeri sering kali menghadapkan pada persoalan kebekuan dalam melahirkan gebrakan-gebrakan yang menumental. Tidak jarang kampus negeri menjadi zombi yang bergentayangan.

Zombi adalah makhluk yang tak memiliki nyawa tapi masih mampu melangkah (mayat berjalan), menghantui,  memakan daging manusia, dan mengisap darah manusia hidup yang ditemui.

Rhenald Kasali (2017) mengatakan tidak sedikit perguruan tinggi negeri di Indonesia dipimpin rektor yang menumpang duduk di jabatan tertinggi itu. Ia hanya asyik memimpin seremonial. Tidak ada sesuatu yang baru dari kepemimpinannya.

Ekspedisi Mudik 2024

Ia semata-mata hanya menjalankan prosedur operasional standar yang ditetapkan kementerian. Tak ada usaha membesarkan kampus yang dipercayakan kepadanya. Artinya kampus tak lagi memiliki “nyawa”, tapi masih hidup tanpa arah sebagaimana zombi.

Kita kemudian dapat mengukur dan setidaknya menilai apa sumbangan terbesar kampus seni dalam beberapa dekade belakangan? Temuan-temuan apa yang dapat dinikmati dan dibaca masyarakat luas?

Kampus seni sejatinya tidak semata-mata “mesin pendidikan” yang berfungsi sebagai pabrik pencetak seniman dan pemikir seni. Lebih dari itu, kodrat sebagai kampus atau perguruan tinggi adalah menjadi labolatorium kreatif, tempat uji coba, penelitian, dan eksperimen dilakukan.

Selanjutnya adalah: Publik dapat menanyakan ide besar apa yang telah dilahirkan ISI Solo…

Publik Dapat Menanyakan

Publik dapat menanyakan, dalam bidang kesenirupaan misalnya, ide besar apa yang telah dilahirkan dari kampus seni semacam ISI Solo? Sumbangan apa yang telah diberikan bagi kehidupan seni rupa Indonesia dan dunia pada umumnya?

Bagaimana mutu dosen dan lulusannya bersaing dan menjadi pemicu lahirnya karya kreatif? Dengan kata lain, apakah ISI Solo telah menghasilkan “virus” yang menjangkiti kesenirupaan negeri ini?

Dalam konteks seni pertunjukan, sebagai sebuah lembaga (bukan lagi atas nama perseorangan), apakah ISI Solo telah mampu melahirkan wacana dan ide pergelaran yang lebih segar? Ataukah masih hanyut dalam realitas masa lalu, atas nama tradisi, yang tiada habis dipuja dan digenggam erat sampai mati?

Kala zaman telah berkembang begitu pesat, era teknologi tak terbendung, karya-karya baru kreatif bermunculan, di mana posisi kampus seni? Selama ini kita mengenal ISI Solo lewat tampilan civitas academica secara personal.

Kita kemudian mengenal Rahayu Supanggah, Eko Supriyanto, Dedek Wahyudi, Wasi Bantala, Pamardi, Purbo Asmoro, Peni Candra Rini, Danis Sugiyanto, Al. Suwardi lewat karya-karya mereka yang dipentaskan di banyak negara, tapi alpa dalam menelisik ISI Solo sebagai sebuah kelembagaan. Apakah mereka berpentas  dengan membawa atau mewakili nama institusi atau tampil secara personal? Jawabanya: tidak terbaca dengan jelas!

Sejak payung perguruan tinggi dialihkan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ke Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), penekanan kata “riset dan teknologi” menjadi penting untuk dibaca lebih jauh.

Pengembangan apa yang telah dilakukan ISI Solo dalam bidang teknologi seni? Riset-riset apa saja yang menjadi prioritas atau unggulan? Di website kampus itu kita belum menemukan atau membaca hal tersebut, dengan kata lain belum (tidak?) terwacanakan dengan gamblang.

Tentu tak berlebihan apabila harapan dan cita-cita baru disematkan kepada rektor yang akan datang. Pemilihan rektor bukan semata-mata selebrasi yang datang tiap empat tahunan, namun lebih sebagai upaya perbaikan, kontemplasi, dan koreksi diri.

Selanjutnya adalah: Pemilihan rektor berbeda dengan pemilihan kepala daerah…

Pemilihan Rektor

Pemilihan rektor berbeda dengan pemilihan kepala daerah atau sejenisnya yang menjadikan ruang politik banal begitu kental. Pencapaian pemilihan rektor tidak dilihat dari tingkat popularitas atau kekuatan materi yang dimilikinya, namun pemikiran, ide, konsep, dan gebrakan yang hendak dilakukan.

Lebih penting lagi adalah kampus negeri semacam ISI Solo bukanlah perusahaan, tempat meraih untung dan ambisi berpamrih. Kampus ini bukan tempat untuk memparkaya diri dengan berbagai proyek dan “kue”. Bukan pula sebagai tempat melanggengkan status kala banyak pekerja seni menjadi dosen, tapi tak pernah mengajar, sibuk membesarkan nama diri sendiri.

ISI Solo adalah sebuah keluarga tempat pertukaran wacana dan pemikiran dilakukan dengan ideal. Memasuki ISI Solo tidak semata-mata mengangguk-anggukan kepala karena menikmati sajian gending-gending yang dibunyikan, atau melotot melihat para penari bertingkah, serta bertepuk tangan melihat atraksi wayang.

Kampus ISI Solo adalah tempat seseorang harus berpikir, merenung, dan membawa oleh-oleh berupa gumpalan ide dan wacana baru yang segar. Dengan kata lain, memasuki ISI Solo berarti bersiap-siap memasuki medan ilmu pengetahuan.

Glue Guy

ISI Solo tidak hanya membutuhkan pemimpin yang cerdas tapi juga glue guy. Cukup sulit mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia dari arti kata itu; glue bermakna lem, guy bermakna orang.

Glue guy adalah sebutan untuk seseorang yang mampu mengayomi, kehadirannya membangkitkan kenyamanan, menjadi jembatan komunikasi antara satu dengan yang lain. Dalam sebuah pertandingan sepak bola, misalnya, kapten kesebelasan bukanlah orang yang pandai membuat goal atau menjaga gawang agar tak kebobolan.

Kapten kesebelasan dalam pertandingan sepak bila adalah gule guy yang mampu menciptakan kenyamanan para pemain lainnya. Kehadiran kapten kesebelasan sangat dibutuhkan untuk menguatkan mental dan membangun kekompakan di antara semua pemain, kata-katanya diturut, semua pemain hormat kepadanya.

Selanjutnya adalah: Sulit menjumpai tipe pemimpin yang demikian…



Sulit Menjumpai

Selama ini kita sulit menjumpai tipe pemimpin yang demikian. Saat seseorang menjadi pemimpin sering kali ia hanyut dalam kekuasaan yang diemban. Bertindak otoriter atau bahkan sebaliknya hanya duduk tenang dan manis di kursi belakang meja sambil menunggu tunjangan jabatan turun tiap bulan.

Kata-kata visioner yang diungkapkan saat pencalonan mendadak terlupakan (atau dilupakan?), tak berbekas sama sekali. Ia tak mengetahui gejolak yang terjadi di tingkat bawah. Kampus menjadi zombie, berjalan tanpa arah.

Dosen dan para pegawai sibuk mencari kuntungan sendiri lewat rutinitas berbagai proyek. Tentu kita tidak berharap demikian. Kita juga tak menginginkan pemimpin yang dengan mudah dapat diarahkan atau disetir oleh beberapa orang.

Pemimpin kampus harus memiliki kedewasaan dalam bersikap, tak mudah tergoda, dan bekerja semata-mata demi kemajuan kampus. Pada akhirnya, harapan dan mimpi di atas berpendar menjadi doa.

Bagaimanapun ISI Solo  adalah lembaga pendidikan seni yang dalam rentang sejarahnya (dimulai dari Akademi Seni Karawitan Indonesia atau ASKI kemudian menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia atau STSI) memberi banyak sumbangan dan arti penting bagi pemuliaan seni di negeri ini.

Oleh karena itu, menjadi ironis apabila lembaga besar itu menjadi kampus zombi atau hanya jadi mesin pabrik penghasil seniman. Rektor baru adalah harapan baru.

Setidaknya saat ini, kita bisa memupuk mimpi dan harapan setinggi-tingginya. Perkara kelak akan terlaksana atau tidak, waktu yang akan menjawabnya. Selamat berproses dan selamat memilih calon rektor ISI Solo yang glue guy.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya