SOLOPOS.COM - Pahala N. Mansury Direktur PT Bank Mandiri Tbk

Pahala N. Mansury Direktur PT Bank Mandiri Tbk

Pahala N. Mansury
Direktur PT Bank Mandiri Tbk

Beberapa data mengenai investasi dan daya saing yang dirilis oleh berbagai lembaga asing dan domestik sungguh membuat kita semakin menyadari betapa penting dan mendesaknya pembenahan struktural dalam perekonomian untuk menopang daya saing Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Badan Koordinasi Penanaman Modal pekan lalu merilis realisasi investasi langsung di Indonesia yang mencapai rekor yang baru dalam sejarah investasi di Indonesia. Hingga kuartal III tahun ini, total investasi langsung yang ditanamkan telah mencapai Rp293,3 triliun (US$26,7 miliar) atau tumbuh 21,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Pencapaian ini tentu patut diapresiasi mengingat di sepanjang kuartal III tahun ini gejolak perekonomian dan pasar finansial dunia lebih besar dibandingkan dengan kuartal-kuartal sebelumnya. Perlu dicatat bahwa sepanjang kuartal III tahun ini investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Indonesia sangat memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh negeri ini, yaitu kekuatan pasar domestik dan sumber daya alam yang melimpah.

Ekspedisi Mudik 2024

Sekitar 45% dari total FDI ditanamkan di sektor yang terkait dengan domestic market (perlengkapan transportasi, mesin, perlengkapan elektronik, farmasi, dan industri makanan), sedangkan sekitar 20,7% masuk ke sektor yang berbasis sumber daya alam atau SDA (bahan tambang).

Hal ini sejalan dengan profil ekonomi Indonesia yang selama ini memang didorong oleh sektor-sektor yang berbasis domestik seperti perdagangan ritel, konstruksi, properti, dan juga hotel serta restoran. Namun, tantangan dalam pengembangan investasi di Indonesia sebenarnya masih sangat besar ke depannya, terutama jika dikaitkan dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang berpotensi melambat sementara tingkat suku bunga pinjaman masih cukup tinggi.

Pada 2008-2009 ketika terjadi krisis finansial di AS, pertumbuhan investasi domestik langsung atau domestic direct investment (DDI) dapat mengimbangi FDI karena adanya ekspektasi pemulihan ekonomi dan suku bunga acuan yang melandai. Tahun ini dan 2014 situasinya sedikit berubah seiring dengan kondisi ekonomi global yang masih belum pasti dan berdampak pada potensi perlambatan ekonomi Indonesia.

Data terakhir (Oktober 2013) Institute of International Finance (IIF) yang secara reguler mencatat potensi aliran modal asing memberikan gambaran bahwa tahun depan kompetisi dalam menjaring FDI akan semakin ketat. Pada tahun tersebut, diperkirakan aliran FDI yang masuk ke emerging Asia akan mencapai US$295 miliar atau terus turun dibandingkan posisi 2011 yang mencapai US$350 miliar.

Menariknya, aliran modal portofolio yang relatif berjangka pendek justru mengalami peningkatan. Jika selama ini China merupakan tujuan utama aliran FDI tersebut, tahun depan negara Asia lainnya memiliki peluang untuk memperbesar bagian kue FDI mengingat adanya potensi perlambatan ekonomi China yang diekspektasikan Dana Moneter Infternasional terjadi sepanjang lima tahun ke depan.

Tentu saja, perlu dilakukan usaha yang ekstra untuk memperbesar porsi FDI yang masuk ke Indonesia dan juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan dunia usaha. Dalam hal ini, resep bahwa tidak ada cara instan untuk menarik investasi memang masih akan selalu relevan.

Peningkatan daya saing menjadi sangat mendesak untuk dilakukan agar kita mampu bersaing bukan hanya menarik FDI tetapi  ke depannya dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam peringkat Doing Business terakhir yang dikeluarkan Bank Dunia menggambarkan peringkat Indonesia masih jauh di bawah negara-negara ASEAN-5 lainnya (Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina).

Indonesia berada di peringkat ke-120 dari 189 negara, sementara Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina masing-masing berada di peringkat ke-1, ke-6, ke-18, dan ke-108. Menariknya, bila dilihat lebih dalam maka terlihat tiga indikator yang peringkatnya di bawah adalah indikator memulai bisnis (175), enforcing contracts (147), dan membayar pajak (137) bukan indikator bagaimana mendapatkan infrastruktur seperti listrik.

Sampai di sini semakin dapat menggambarkan bahwa meningkatkan daya saing bukan hanya dalam hal hardware namun juga software, seperti kesiapan administrasi dan sumber daya manusia (SDM).

 

Peran Perbankan

Peningkatan investasi, terutama investasi domestik, tidak terlepas dari peran perbankan sebagai salah satu aktor pendorong pembangunan. Peran perbankan yang strategis terlihat dari porsi pembiayaan dalam investasi swasta (maupun pemerintah) yang mencapai sekitar 60% dari total, jauh di atas penerbitan obligasi dan saham. Data pertumbuhan kredit perbankan juga masih cukup tinggi di kisaran 22% pada Agustus lalu dengan gross NPL yang cukup rendah di kisaran 1,9%.

Dari data ini terlihat bahwa appetite dunia usaha untuk berekspansi dan berinvestasi masih cukup besar. Meskipun Bank Indonesia memperkirakan tahun depan  kredit hanya akan tumbuh sebesar 15,3%- 16,6% sebagai akibat dari potensi perlambatan ekonomi, namun diperkirakan porsi pembiayaan dari perbankan masih akan cukup besar.

Satu hal positif yang dicatatkan oleh dunia perbankan selama ini adalah kredit yang disalurkan untuk infrastruktur tumbuh cukup besar, yaitu sekitar 28%. Secara proporsi memang masih relatif kecil jika dibandingkan dengan bank-bank lain di kawasan. Per Agustus 2013, porsi kredit infrastruktur (kredit listrik, gas, dan air bersih+kredit konstruksi+kredit pertambangan) mencapai 7% sedangkan bank-bank di India proporsi kredit infrastruktur yang mencapai 13,4%.

Namun, tren menunjukkan peningkatan di sepanjang tahun. Bahkan, pertumbuhan kredit investasi di perbankan selalu melebihi pertumbuhan kredit konsumsi dan modal kerja pada tahun ini. Per Agustus 2013, pertumbuhan kredit investasi mencapai 32,5% year on year (yoy) atau jauh di atas pertumbuhan kredit konsumsi yang hanya sebesar 16,9% yoy.

Porsi kredit investasi terhadap total kredit juga meningkat menjadi 20% atau meningkat dibandingkan porsi pada 2007 yang mencapai 17%. Pertumbuhan kredit investasi memang tidak terlepas dari prospek ekonomi Indonesia yang semakin membaik selama ini, sehingga ke depan perlu juga diberikan insentif kepada sektor swasta dalam berinvestasi untuk menopang perekonomian Indonesia yang masih akan terkena tekanan perekonomian global.

Sektor perbankan sendiri selalu menjaga kualitas kredit yang diberikan sebagai bagian dari pelaksanaan good corporate governance dan pembangunan ekonomi yang lebih transparan dan prudent (berkehati-hatian). Hal ini tecermin kepada tingkat rasio NPL yang masih jauh di bawah batas Bank Indonesia.

Sinyalemen Gubernur Bank Indonesia bahwa NPL akan naik pada 2014 merupakan early warning bagi perbankan untuk semakin menjaga kualitas asetnya. Namun, secara faktual perkembangan ekonomi dunia yang belum membaik memang memberikan tekanan kepada sektor-sektor tertentu yang selama ini memiliki porsi besar bagi pemberian kredit perbankan.

Secara umum, kita patut memberikan apresiasi kepada otoritas moneter dan fiskal yang mampu menjaga kestabilan perekonomian. Perbankan sendiri akan selalu siap menjadi aktor pendorong investasi di Indonesia. Ke depan, pertumbuhan alternatif pembiayaan selain perbankan juga diharapkan tumbuh dengan pesat, sehingga sektor swasta juga memiliki pilihan yang lebih luas dalam mencari pendanaan.

Peningkatan daya saing, sekali lagi, memang merupakan kewajiban bagi seuruh pemangku kepentingan dan pelaku bisnis. Indonesia memiliki peluang untuk tumbuh lebih tinggi dan mendapatkan porsi FDI yang lebih besar, sehingga akan dapat menopang perekonomian domestik.



 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya