SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Yves Morieux dan Ken Timsit, Analis The Boston Consulting Group

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling atraktif di dunia saat ini bila ditinjau dari kondisi ekonominya. Hal ini terlihat melalui kemampuan Indonesia dalam merespons dampak krisis finansial global, adanya peningkatan yang signifikan terhadap produk domestik bruto, serta meningkatnya minat dari perusahaan-perusahaan multinasional serta investor-investor asing terhadap Indonesia ke level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Masa depan Indonesia terlihat lebih gemilang dalam banyak hal. Menurut studi terkini yang dilakukan The Boston Consulting Group (BCG) yang berjudul Asia’s Next Big Opportunity: Indonesia’s Rising Middle-Class and Affluent Consumers, diprediksi middle-class and affluent customers (MAC) di Indonesia akan bertambah dari 74 juta penduduk saat ini menjadi 141 juta penduduk pada tahun 2020. Revolusi besar yang belum pernah terjadi sebelumnya ini tidak hanya akan terjadi di beberapa kota-kota besar. Jumlah kota yang memiliki lebih dari 500.000 MAC akan meningkat dari 25 kota saat ini menjadi 54 kota di 2020.

Untuk mampu untuk bersaing di dalam kondisi pasar yang terus berubah ini, perusahaan lokal maupun multinasional harus berpikir ulang secara radikal mengenai produk yang mereka tawarkan, bagaimana mereka melakukan segmentasi konsumennya, saluran distribusi dan penjualannya, serta model bisnis dan operasional mereka secara keseluruhan. Secara ringkas, mereka harus berinovasi.

Namun, berdasarkan laporan yang diterbitkan OECD tentang Science, Technology and Industry Outlook, Indonesia masih memiliki beberapa area yang perlu dikembangkan lebih jauh lagi, terutama hal-hal yang terkait dengan pendanaan untuk berinovasi. Saat ini, Indonesia membelanjakan kurang dari 0,1% dari PDB-nya untuk kegiatan research and development (R & D), yang sebagian besar berasal dari lembaga penelitian umum. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan China dan Singapura (2%), India, Rusia dan Brazil (1%), Malaysia (0,6%) dan Thailand (0,3%).

Inovasi bukan hanya merupakan suatu persyaratan untuk berkompetisi di pasar domestik. Untuk beberapa negara berkembang, inovasi juga merupakan suatu penggerak utama untuk dapat bersaing di tingkat regional dan global. Di China dan India, banyak perusahaan yang memanfaatkan skala bisnis domestik mereka yang besar serta model bisnis mereka yang inovatif untuk bersaing di pasar internasional dalam beragam sektor.

Mereka bersaing di antaranya di sektor peralatan telekomunikasi, peralatan konstruksi, turbin angin, peralatan rumah tangga, proses outsourcing bisnis, teknologi informasi dan farmasi. Beberapa negara lain bahkan telah melakukan transisi yang radikal, dari input driven economy menjadi innovation driven economy selama 10-20 tahun terakhir. Studi yang dilakukan BCG mengenai model inovasi yang dilakukan di Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Israel, menunjukkan adanya tiga faktor yang memegang peranan kunci dalam kesuksesan mereka.

Pertama, negara-negara tersebut mempunyai prioritas serta fokus yang jelas. Sebagai contoh, Singapura dan Korea memprioritaskan tiga sektor industri dalam melakukan inovasi. Kedua, negara-negara tersebut menunjukkan kemampuan untuk melakukan eksekusi yang memadai. Di dalam lembaga pemerintahan dan regulator ada dukungan yang kuat untuk inovasi dan akuntabilitas yang jelas untuk mencapai hasil dari dana yang sudah mereka keluarkan.

Kebijakan-kebijakan terkait inovasi dikaji melalui studi yang mendalam serta melalui pengawasan yang ketat terhadap hasil yang didapat. Selain itu, ada tingkat keterbukaan yang tinggi terhadap negara-negara lain, yang memungkinkan negara-negara ini untuk belajar, menyerap tenaga kerja yang andal dan teknologi yang mutakhir dari negara lainnya dengan cepat.

Ketiga, ada usaha dan kesadaran untuk memastikan bahwa inisiatif-inisiatif pemerintah dirancang sedemikian rupa supaya mereka dapat dialihkan ke perusahan-perusahaan swasta seiring dengan berjalannya waktu. Chaebols di Korea Selatan, serta perusahaan-perusahaan venture capital di Israel, telah terbukti dapat menjadi lembaga penyokong dana utama untuk mempercepat implementasi strategi-strategi inovasi.

 

Ambisi dan Inovasi

Sebelum ambisi-ambisi tersebut bisa diwujudkan, perusahaan harus berani untuk berinvestasi. Pernyataan yang sederhana ini menempatkan para CFO di Indonesia di posisi terdepan dan sentral dalam mengembangkan strategy inovasi dan mengalokasikan sumber daya secara tepat. Setiap chief financial officer (CFO) tentu akan menanyakan: apakah inovasi ini akan memberikan dampak positif terhadap neraca laba rugi perusahaan?

Inovasi memiliki dampak yang positif terhadap neraca laba rugi perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan BCG, perusahaan-perusahaan paling inovatif di dunia menciptakan total shareholder return sebesar hampir 10% dalam rentang waktu 1 Januari 2007-30 Maret 2012. Hal ini bertolak belakang jika dibandingkan dengan indeks ekuitas dari MSCI AC World yang berada pada kisaran minus 2,3%.

Para CFO mampu dan perlu membantu perusahaan-perusahaan mereka untuk mencapai kinerja inovasi yang unggul. Menurut penelitian yang dilakukan BCG, ada enam aturan sederhana yang perlu diikuti para CFO di Indonesia: jangan melakukan sesuatu yang berbahaya terhadap inovasi. Aturan pertama: sadarilah bahwa kebiasaan dan proses yang berlangsung sehari-hari dapat “membunuh” inovasi.

Jeffrey Immelt, Chairman & CEO General Electric, memandang bahwa inovasi merupakan sesuatu yang rentan dan usaha-usaha yang bersifat game changing harus dilindungi dari pemotongan anggaran supaya mereka dapat terus berjalan. Jeffrey memperkenalkan program yang disebut sebagai imagination breakthrough, yang berisi inisiatif-inisiatif terlindung, yang dapat menghasilkan pemasukan tambahan lebih dari US$100 juta dalam jangka tiga tahun.

Aturan kedua: kenalilah berbagai jenis inovasi yang ada. Sebelum mulai untuk melindungi inovasi yang ada, tentunya seseorang harus dapat menyadari keberadaannya. Meskipun perusahaan-perusahaan pada umumnya memiliki proses-proses yang baik untuk mengelola proses pengembangan produk baru, inovasi model bisnis dapat muncul dalam berbagai bentuk.

Kita telah melihat perusahaan-perusahaan yang menjadi sangat sukses dalam  beberapa tahun terakhir setelah mengembangkan ekosistem produk-produk dan jasa-jasa yang inovatif, customer experience yang terkini, teknik penjualan dan distribusi yang disruptif, teknik pemasaran dan targeting konsumen yang granular, serta pengurangan biaya atau peningkatan kualitas proses manufaktur secara radikal.

Aturan ketiga: gunakanlah kriteria-kriteria pengambilan keputusan yang terus berkembang di tahap awal proses inovasi. Para CFO tidak seharusnya memperlakukan proposal untuk inovasi seperti proposal-proposal investasi lainnya. Pada tahap awal, kriteria triase sederhana dapat digunakan untuk melakukan penilaian: besar pemasukan yang dapat dihasilkan, kecocokan dengan kapabilitas perusahaan, serta kemungkinan untuk dijalankan.

Pada tahap selanjutnya, evaluasi secara strategis harus dilakukan, menggunakan kriteria penilaian seperti: ukuran pasar yang potensial, reaksi dari konsumen, kelayakan dalam segi ekonomi, dampak terhadap competitive advantage perusahaan, serta opportunity cost yang dihasilkan jika tidak melakukan apa pun. Para CFO harus bersedia menunggu hingga waktu yang tepat untuk meminta proyeksi arus kas yang mendetail. Selanjutnya, jadilah innovation champion di perusahaan Anda

Aturan keempat: tetapkan KPI yang tepat untuk mendorong inovasi–lakukan pengukuran input dan output. Para pemimpin bisnis harus didorong untuk mengubah pola pikirnya dan tidak hanya terpaku pada laba kuartal saja karena inovasi tidak akan membuahkan hasil yang instan. Perusahaan best practice melakukan pengukuran terhadap input inovasi  (misalnya, persentase sumber daya yang didedikasikan khusus untuk proses inovasi), progress inovasi (misalnya, waktu yang diperlukan untuk peluncuran produk baru), serta output inovasi (misalnya, persentase penjualan dari produk baru, serta return on investment dari inovasi yang dilakukan)

 

Portofolio

Aturan kelima: atur kerja sama secara cross-functional. Inovasi yang sejati hampir selalu tercipta dengan mengumpulkan beragam orang yang memiliki pandangan yang saling melengkapi: R & D, engineering, manufacturing, marketing, dan front-line sales. CFO dapat memainkan peran dengan mengharuskan seluruh proposal inovasi untuk ditandatangani oleh berbagai pemangku kepentingan. Proses ini tidak boleh dilihat sebagai pekerjaan birokrasi tambahan, namun harus dilihat sebagai sumber penemuan dan pengayaan bersama.



Aturan keenam: adopsilah perspektif seorang venture capitalist–yang penting adalah portofolionya. Tidak setiap proses inovasi akan berhasil pada akhirnya. Sebagian akan gagal, sebagian hanya akan break-even, dan sebagian akan menghasilkan keuntungan yang besar. Para venture capitalist dan para eksekutif yang bergerak di bidang farmasi mengetahui hal ini dengan baik, dan terus memantau portofolio mereka untuk menghentikan dan mengalihkan proyek, atau bahkan menggandakan investasi mereka jika proyek tersebut terlihat menjanjikan pada saat pilot dilaksanakan.

Saat ini merupakan peluang yang sangat besar bagi perusahaan-perusahaan Indonesia. Para pemenang nantinya bukan hanya perusahaan yang hanya menikmati pertumbuhan pasar. Mereka harus menggunakan inovasi model bisnis untuk mencapai posisi terdepan di pasar domestik, regional atau global. Para CFO di Indonesia dapat membantu perusahaan mereka untuk berpikir secara strategis mengenai inovasi sehingga dapat mengarahkan unit-unit bisnisnya menuju disproportionate pay-offs.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya