SOLOPOS.COM - Bramastia (Istimewa)

Gagasan Solopos, Senin (28/3/2016), ditulis Bramastia. Penulis adalah mahasiswa Program S3 Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Solopos.com, SOLO — Sungguh menarik tulisan seorang guru besar bidang keolahragaan di Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Kristiyanto, yang berjudul Guru Harus Sejahtera dan Profesional yang dimuat Solopos edisi Senin, 21 Maret 2016

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Esai Agus ini mencoba mempertemukan tulisan Imam Subkhan berjudul Menggugat Dosen (Solopos edisi 17 Maret 2016) dengan tulisan Aris Setiawan berjudul Dosen yang Tergugat (Solopos edisi 18 Maret 2016). Imam dan Aris membahas kualitas dosen dan proses ”produksi” guru oleh perguruan tinggi.

Terkait persoalan dosen sesungguhnya pemerintah telah berkali-kali meminta supaya perguruan tinggi menata ulang tenaga pengajar di setiap program studi. Bagi dosen yang masih berkualifikasi S1 sampai akhir 2015 harus diberhentikan sebagaimana aturan dalam UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Dosen pengajar program diploma dan sarjana harus bergelar master (S2) dan program pascasarjana harus bergelar doktor (S3). Dalam rangka meningkatkan kualitas akademik, dosen terus didorong lebih berdisiplin supaya cepat meraih guru besar, meningkatkan kinerja riset dan publikasi ilmiah, serta meningkatkan pengabdian kepada masyarakat.

Strategi maupun upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dosen boleh dibilang tidak diragukan lagi. Artinya, kini tinggal bagaimana dosen mau dan bersedia meningkatkan kualitas dan kapasitas diri dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi secara profesional.

Di samping persoalan dosen tersebut, proses ”produksi” guru sangat tergantung pada perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang mencetak guru biasanya di sebut Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK.

Kalau mau jujur, posisi LPTK saat ini boleh dibilang belum jelas arahnya. Mengapa saya mengatakan demikian? Posisi LPTK yang saat ini berada di bawah pengelolaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi memang dilematis mengingat LPTK harus lebih banyak melaksanakan riset dasar, riset inovatif, maupun riset teknologi, bukan (hanya) mendidik calon guru menjadi guru profesional.

UU No. 14/2005 menjelaskan profesi guru bisa dikatakan tertutup yang artinya siapa pun berlatar belakang pendidikan bukan dari LPTK akan sulit menjadi guru. Secara esensi, profesi guru terbatas bagi mereka yang berstatus lulusan LPTK.

LPTK menjadi lembaga yang bertanggung jawab mempersiapkan dan menghasilkan tenaga pendidik. LPTK sebagai penyelenggara pendidikan guru perlu mempersiapkan calon guru agar satu napas dan satu fase dalam menguasai bidang studi dan kompetensi pedagogis atau ilmu pendidikan.

Asumsinya, calon guru mulai sejak awal harus sudah masuk dalam iklim pendidikan, menjiwai pendidikan, serta menyadari dunia pendidikan sebagai profesi. Mahasiswa yang berminat menjadi guru tidak hanya dituntut mampu menguasai bidang studi yang diajarkan di LPTK.

Calon guru harus punya aspek kompetensi pedagogis, sosial, akademik, dan kepribadian sebagai pendidik. Aspek kompetensi tidak boleh terpisah, tetapi harus menjadi ramuan komplet yang menjiwai seorang guru untuk ditempa ke dalam kawah candradimuka bernama LPTK.

Guru sebagai profesional memang harus dan wajib dipersiapkan secara profesional: secara disengaja untuk menjadi guru. Begitu pula lembaga pendidiknya yang sengaja dibuat dan dipersiapkan untuk mendidik calon guru, yakni LPTK.

Setelah penetapan UU No. 14/2005 mengakibatkan peranan LPTK cenderung tereduksi sebagai lembaga sertifikasi profesi guru. Menjadi seorang guru kini sudah tak harus studi khusus di LPTK.

Berbagai latar belakang pendidikan apa pun dari perguruan tinggi mana pun seandainya ingin menjadi guru cukup mengikuti pendidikan sertifikasi profesi guru oleh LPTK yang diselenggarakan pemerintah.

Artinya, calon guru tidak lagi wajib dididik dan dimatangkan di sebuah LPTK. Yang paling penting justru setelah menempuh pendidikan lanjutan di LPTK memperoleh akta kependidikan dari LPTK sebagai lisensi profesi guru.

Bagi yang selesai ikut pendidikan dan mendapatkan akta kependidikan sebagai sertifikasi profesi kependidikan maka dia jadi seorang guru. Banyak kritik kepada LPTK yang sering mengajarkan materi terkadang tidak selaras dengan yang diperlukan guru di sekolah.

LPTK tidak pernah mengajarkan membuat program tahunan atau semesteran, tetapi sebatas mengajarkan cara membuat satuan pengajaran. Hendaknya LPTK berupaya memberkali mahasiswa dengan kompetensi yang dibutuhkan agar kelak menjadi seorang guru yang profesional. [Baca selanjutnya: Butuh Kejelasan]Butuh Kejelasan

Esensi pendidikan di LPTK mendorong peningkatan kemampuan intelektual calon guru terhadap ilmu yang digelutinya. LPTK memiliki peran penting menyiapkan guru berkarakter serta pendidik yang berkarakter.

Inilah yang harus diperjelas dalam dunia pendidikan apabila ingin lembaga penyelenggaraan pendidikan guru menjadi maju.

Pasal 12 UU No. 14/2005 menjelaskan setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.

Pasal ini mengisyaratkan saat ini profesi guru merupakan profesi terbuka karena siapa saja dapat menjadi guru asalkan memenuhi persyaratan memiliki sertifikat pendidik dan minimal berpendidikan S1 atau D IV. Regulasi ini berdampak terhadap peranan LPTK pada masa mendatang.

Ada konsekuensi logis atas kebijakan pemecahan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi terhadap keberadaan LPTK. Pekerjaan bagi pemerintah adalah mengkaji serius arah LPTK saat ini yang menurut saya dilematis.

Arah LPTK harus diperjelas supaya sistem pendidikan nasional tidak dipandang dan berkutat pada peningkatan kompetensi serta keterampilan teknis. Pendidikan nasional belum memenuhi dan menyentuh kebutuhan nasional, yakni tersedianya sumber daya terdidik dalam menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan orang lain.



Saya ingin meluruskan niat suci pemerintah memecah dunia pendidikan menjadi dua kelembagaan, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membawahi pendidikan dasar dan menengah serta menggabungkan pendidikan tinggi dengan riset dan teknologi di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Pertama, supaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih fokus pada penguatan pendidikan dasar dan menengah sebagai kekuatan untuk mengenalkan prinsip revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Eksistensi pendidikan dasar dan menengah perlu dikuatkan supaya ada level skill dan pemerintah lebih fokus membina pendidikan dasar dan menengah. Kedua, supaya penggabungan pendidikan tinggi ke Kementerian Riset Reknologi dan Pendidikan Tinggi dapat memastikan aplikasi ilmu di perguruan tinggi sekaligus mengembangkan budaya riset.

Pada masa depan diharapkan lebih banyak riset dasar, riset inovatif, dan riset teknologi yang berguna bagi masyarakat sehingga perguruan tinggi harus selalu berdampingan dengan riset supaya tidak pasif dalam melakukan penelitian untuk memperbanyak teknologi terapan.

Membenahi eksistensi LPTK bisa menjadi titik temu supaya tidak lagi mahasiswa yang ”menggugat dosen” atau ”dosen yang tergugat” dan melahirkan ”guru harus sejahtera dan profesional”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya