SOLOPOS.COM - Muhammadun (Istimewa)

Gagasan Solopos, Selasa (17/11/2015), ditulis Muhammadun. Penulis adalah analis Studi Politik di STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.

Solopos.com, SOLO — Terorisme kembali mengguncang dunia. Tragedi penembakan dan bom bunuh diri Paris, Prancis, menjadi saksi bahwa teror itu sangat mengerikan, darah dan nyawa manusia yang begitu mahal menjadi korban.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Setiap sudut bumi ini tak bisa lepas dari teror. Kepentingan politik global selalu bermain dalam setiap momen terorisme, yang menjadi korban selalu manusia tak bersalah yang tidak berkaitan dengan kepentingan politik itu.

Globalisasi teror begitu mengerikan. Setiap aktor bermain lintas batas, mencari setiap celah untuk meraih keuntungan. Menurut Azyumardi Azra (2014), terorisme selalu menjadi bahaya laten di dunia.

Ini terjadi karena ada kalangan terpelajar di lembaga pendidikan mana pun yang memendam dan mengajarkan ideologi kemarahan, kebencian, dan dendam kepada pihak lain.

Selama ideologi seperti ini masih diajarkan melalui pencucian otak, indoktrinasi, dan rezimentasi maka manusia yang cinta damai harus hidup di tengah ancaman terorisme yang dapat muncul sewaktu-waktu,  kapan saja.

Globalisasi teror selalu hadir dengan jalan pendidikan. Pendidikan dijadikan sarana efektif mengglobalkan terorisme sehingga kader teroris selalu bisa ditemukan di mana pun.

Ini harus disadari semua pihak karena tidak sedikit mereka yang pergi belajar justru malah menjadi teroris terkenal. Mereka yang diharapkan menjadi penggerak lahirnya perdamaian malah menjadi aktor utama lahirnya kekerasan.

Kita harus mewaspadai dengan sepenuh-penuhnya. Jangan sampai lembaga pendidikan terbelah dan disusupi berbagai agenda terorisme global. Menurut As’ad Said Ali (2014), terorisme global hari ini tak bisa dilepaskan dari fenomena Al-Qaeda dan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).

Keduanya pada dasarnya adalah bentuk perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap ketidakadilan dunia. Isu yang mereka perjuangkan mampu menarik perhatian kaum muda secara cepat dan mendunia.

Isu-isu itu mudah dicerna, terkait dengan ketidakadilan di Palestina (Al-Aqsa), dominasi ekonomi Barat yang mengakibatkan kesenjangan sosial ekonomi di negara-negara dunia ketiga termasuk di negara Islam, dan ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam, seperti hedonisme dan materialisme.

Kaum radikal Islam menganggap para pemimpin dunia Islam tidak berdaya dan tunduk kepada kemauan Barat. Pengaruh ISIS tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia melalui jaringan dunia maya.

Isu ketidakadilan sebagai akibat kebijakan Barat tersebut mudah dicerna di kalangan kaum muda dan dampaknya memprovokasi kebencian terhadap Barat.

Di kalangan kelompok termarginalkan secara politik dan ekonomi, khususnya di kalangan radikal Islam atau mereka yang memahami agama secara dangkal, ideologi ISIS bisa cepat merasuk ke dalam pikiran mereka.

Itulah sebabnya banyak generasi muda muslim yang terhanyut pada propaganda dengan janji masuk surga bagi mereka yang bersedia mengorbankan jiwa (istisyadah atau berburu sahid).

Tawaran insentif ekonomi bukanlah faktor utama. ISIS dalam jangka panjang sejak 2014 memproyeksikan pengaruhnya di seluruh Timur Tengah, Turki/Semenanjung Balkan dan Afrika Tengah/Barat.

Dalam jangka waktu lima tahun, pengaruhnya diproyeksikan merambah ke Asia Selatan, Asia Tengah, dan Asia Tenggara. Perdamaian global sangat terancam karena peradaban manusia sedang dibangun dengan ideologi kekerasan. Ini harus dilawan semua pihak.

Mahalnya perdamaian di muka bumi ini menandai gagalnya umat manusia memaknai perdamaian itu sendiri, padahal perdamaian adalah hak setiap umat manusia. [Baca: Hak Asasi Manusia]

 

Hak Asasi Manusia
Dalam Pembukaan UUD 1945 dengan gamblang dijelaskan bahwa negara ini berdiri salah satunya untuk menciptakan perdamaian dunia. Semua bangsa harus damai, karena di situlah manusia mendapatkan rasa kemanusiaan hakiki dalam dirinya.

Ini yang gagal dipahami sehingga perdamaian digantikan oleh kekerasan dan pembunuhan tanpa henti. Dalam konteks agama, bagi K.H. Masdar F. Mas’udi (2015) menjelaskan Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan kedamaian melalui perlindungan terhadap jiwa, harta, dan hak asasi manusia.

Sejak 15 abad lalu, Nabi Muhammad SAW dalam khotbah wada (perpisahan haji) mengatakan,”Darah dan harta kalian terlindungi sebagaimana terlindungi dan dimuliakannya hari ini, hari Arafah, pada hari ini bulan haji dan pada negeri yang suci.”

Menurut Masdar, sampa saat ini masalah hak asasi masih menjadi persoalan yang sulit dipahami ketika terjadi pertumpahan dengan alasan  absurd di beberapa negara Islam. Seolah-olah kita tidak beranjak dari isu-isu elementer dan tidak meningkat pada peradaban yang lebih tinggi.

Fakta seperti itu harus dicermati dan menjadi kepedulian umat Islam, khususnya di Indonesia sebagai negara dengan persentase umat Islam terbesar. Penting sekali bagi kita meletakkan kembali konsep dasar Islam.



Islam sesungguhnya adalah agama salam, agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan kedamaian. Perdamaian tidak cukup hanya sehari, sebulan, atau setahun. Perdamaian haruslah abadi.

Demikian inilah suara lantang yang digaungkan Immanuel Kant. Ia melihat perdamaian tidak semata-mata sebagai sebuah situasi ketika tidak ada perang. Itu definisi yang amat minimalis dan tidak bisa menjadi definisi yang memadai.

Ada perdamaian semu dan perdamaian abadi. Dalam perdamaian semu, perdamaian hanyalah jeda perang dan kemudian dilanjutkan dengan perang politik atau perang urat saraf (perang intelijen berikutnya).

Dalam perdamaian semu, perdamaian hanya simbol kalahnya satu pihak dari pihak lainnya dan melahirkan dominasi serta ketidakadilan baru. Perdamaian sejati (abadi) bagi Kant membutuhkan hukum-hukum yang adil di dalam negara, antarnegara, dan antara negara dan orang asing.

Perdamaian bukanlah lokal, tetapi global. Perdamaian abadi juga membutuhkan politik dan moralitas. Moralitas ini, bagi Kant, adalah totalitas dari hukum-hukum yang tidak terkondisikan yang dengannya kita bisa bertindak.

Dalam politik, menurut Kant, harus ada penghormatan kepada pihak-pihak lain, yakni manusia yang berasal dari “dunia” yang berbeda. Ini bersifat mutlak, tanpa syarat, dan mengikat. Moralitas adalah esensi dalam politik.

Politik sendiri selalu terkait dengan urusan publik. Moralitas berpolitik adalah jalan utama menegakkan perdamaian abadi.  Kekuasaan politik yang dipercayakan kepada pemimpin politik tidak digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan kebahagiaan rakyat.

Kalau politik kehilangan moralitas maka yang hadir adalah penipuan, kepalsuan, pertumpahan darah, dan saling menghilangkan nyawa. Perdamaian abadi adalah keniscayaan. Manusia bisa memanusiaan sesama kalau mempunyai prinsip dalam perdamaian abadi.

Dalam perdamaian abadi, hak-hak dasar manusia terlindungi. Ini tidak mahal asalkan para pemimpin politik secara tegas menjadikan moralitas sebagai basis dalam membangun peradaban masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya