SOLOPOS.COM - Rahmi Nuraini ahmi_bigtree@yahoo.com Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Semarang

Rahmi Nuraini ahmi_bigtree@yahoo.com Mahasiswa Magister  Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro Pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi  (Stikom) Semarang

Rahmi Nuraini
ahmi_bigtree@yahoo.com
Mahasiswa Magister
Ilmu Komunikasi
Universitas Diponegoro
Pengajar di Sekolah Tinggi
Ilmu Komunikasi
(Stikom) Semarang

Beberapa media massa memublikasikan sikap Ibu Negara Ani Yudhoyono menyikapi komentar negatif di akun Instagram miliknya terkait salah satu foto karyanya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Media-media massa memberitakan Ibu Negara berdebat dan marah ketika sebagian pengikut akunnya atau follower mempertanyakan keaslian foto Aira (cucu Ibu Negara) yang berpose di teras Istana Merdeka dengan latar belakang Monumen Nasional dan ondel-ondel saat pelaksanaan kirab budaya dalam rangka HUT ke-68 Republik Indonesia.

Kebenaran di media sosial memang bersifat relatif. Perdebatan tentang layak tidaknya sikap Ibu Negara sulit disimpulkan tanpa ada standar ukuran yang pasti. Mari kita mulai menganalisis isu ini dari sisi etika komunikasi. Apakah sikap responsif Ibu Negara bisa dikategorikan dalam benar dan salah? Menurut perspektif etika deontologi, perilaku bisa baik atau buruk tergantung pada apa yang melekat pada tindakan tersebut.

Tindakan akan dianggap baik jika individu berkomitmen dan mempunyai alasan yang baik untuk melakukannya. Baik tidaknya perbuatan dilihat berdasarkan maksud seseorang dalam melakukan perbuatan tersebut. Dari perspektif ini, apa yang dilakukan Ibu Negara jelas dilandasi oleh kebaikan, sehingga sikap Ibu Negara adalah sikap yang benar. Dari perspektif etika lainnya (teologi), tindakan Ibu Negara juga bisa dibenarkan karena dilatarbelakangi tujuan dan akibat yang baik.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan tertulisnya bahwa Ibu Negara memotret hanya karena hobi. Keaktifannya di Instagram dilandasi keinginan untuk berbagi foto dari banyak peristiwa atau kesempatan, terutama yang belum tentu dimiliki orang lain, serta tidak bermaksud untuk dipuji-puji.

Sebagai Ibu Negara, ia mempunyai kesempatan langka untuk mengambil foto di garis terdepan, di samping Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Fotografer istana sekali pun tidak mempunyai keistimewaan ini.

Dilihat dari 311 foto yang sudah diunggah, masyarakat bisa melihat bahwa selain foto flora dan fauna, Ibu Negara secara khusus memotret peristiwa dan kesempatan berharga sebagai Ibu Negara. Melalui foto yang diunggah dan dibagikan di akun Instagram @aniyudhoyono, masyarakat bisa melihat lebih jelas sisi-sisi lain istana yang selama ini tidak pernah terpublikasi.

Foto-foto ini setiap hari menjadi bahan diskusi lebih dari 100.000 follower Ibu Negara. Beragam pendapat disampaikan, mulai dari apresiasi hingga opini baik bernada positif, netral dan negatif.

 

Pejabat di Media Sosial

Perkembangan pengguna Internet di Indonesia sangat pesat, pada 2012 pengguna Internet di Indonesia berjumlah kurang lebih 63 juta jiwa. Penggunaan jaringan media sosial menjadi tujuan utama para pengakses Internet (75%).

Tujuan lain yang dominan antara lain untuk mencari informasi, bermain games, mengunduh file, mendengarkan musik, mengirim email, dan sebagainya. Pada 2012, pengguna Twitter di Indonesia menempati peringkat ke-5 pengguna Twitter di dunia.

Saat ini, media sosial menjadi wahana komunikasi alternatif yang digunakan baik kelompok maupun perorangan, baik institusi maupun personal, untuk membangun branding atau citra. Pembangunan karakter dan personalitas diri dapat dilakukan secara bebas tanpa filter. Melalui tulisan dan foto yang diunggah di media sosial, orang lain bisa menilai kebiasaan, cara pandang, dan sifat-sifat pribadi seseorang.

Tiga media sosial yang dominan digunakan masyarakat adalah Twitter, Facebook, dan Instagram. Masing-masing media tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri. Twitter lebih powerfull dalam menyampaikan kata-kata karena terbatas 140 karakter.

Facebook lebih maksimal menjadi album pribadi yang memuat foto, catatan, serta secara maksimal menjembatani hubungan dengan teman lama. Sedangkan Instagram yang baru-baru ini populer, lebih banyak digunakan oleh kalangan penyuka fotografi, baik profesional maupun amatir.

Perkembangan ini meniscayakan para pejabat publik untuk menjadi lebih dekat dengan rakyat melalui media sosial. Penggunaan media sosial di kalangan pejabat negara belum bisa dikatakan maksimal. Belum semua pejabat aktif menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi alternatif.

Dari 34 kementerian, hanya 17 kementerian yang mempunyai akun Twitter lembaga dan 20 menteri yang mempunyai akun Twitter personal. Artinya, tidak semua lembaga pemerintah menggunakan media sosial untuk lebih dekat dengan rakyat.

 

Kesempatan

Dengan menghujat seorang pejabat negara, kita akan kehilangan kesempatan besar untuk menyampaikan aspirasi secara langsung tanpa perantara melalui media sosial. Meskipun kebebasan berpendapat dijunjung tinggi di media sosial bukan berarti kita boleh menyampaikan kata-kata yang menyakiti hati seseorang.

Kebebasan tidak berarti bebas dari segala ikatan, sebaliknya manusia itu bebas dengan menaati hukum moral. Perintah moral yang paling dasar adalah melakukan yang baik, menghindari yang jahat.

Masyarakat seharusnya tetap mempertimbangkan etika dalam berkomunikasi dengan pejabat. Bukan komunikasi yang memuji atau menyenangkan hati, tetapi komunikasi yang tulus dan jujur dengan melakukan tindakan yang tidak memicu kemarahan atau sakit hati yang tidak perlu.

Manusia adalah baik secara moral jika selalu mengadakan pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektualnya. Tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan bagi semua. Aspirasi yang disampaikan dengan baik, tentu akan lebih mudah diterima dibanding aspirasi yang penuh prasangka.



Mengapa tindakan yang bertentangan dengan hukum moral tetap dipertahankan jika yang sebaliknya mampu mendatangkan manfaat dengan lebih banyak? Pertimbangan akibat ketika pejabat negara tidak lagi berkenan menggunakan media sosial untuk lebih dekat dengan rakyat perlu menjadi prioritas utama.

Inilah mengapa etika yang mengatur baik buruk tindakan manusia, serta memberi panduan menjadi manusia, perlu menjadi prioritas perhatian. Relativisme media sosial tak boleh menihilkan etika.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya