SOLOPOS.COM - Abdullah Hanif, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abdullah Hanif, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas yang belakangan intensif menyosialisasikan empat pilar kebangsaan atau empat pilar bernegara wafat. Bangsa ini tentu sangat kehilangan sosok yang cukup konsisten menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Taufiq wafat tatkala Pancasila—secara umum empat pilar kebangsaan atau bernegara–tengah digugat dari pelbagai sudut. Mereka berdalih Pancasila sudah tidak relevan dengan kondisi bangsa kini. Mereka ingin mengganti salah satu atau bahkan seluruh empat pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Fenomena ini sekaligus menjadi tanda bahwa Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Republik Indonesia sejak kelahirannya relatif tidak pernah sepi dari perdebatan.

Pada 1948 ada pemberontakan orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi komunis. Pada tahun berikutnya, 1949, muncul gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang juga ingin mengganti ideologi Pancasila dengan mendirikan negara Islam di Indonesia. Konon, meskipun gerakan ini telah diberangus, namun sempalan-sempalannya masih bertahan sampai saat ini.

Di era globalisasi, Pancasila pun dalam kondisi ”mengkhawatirkan”. Nilai-nilai luhur yang ditanamkan Pancasila lambat laun rontok disapu kencangnya embusan angin globalisasi. Bahkan akibat globalisasi rakyat Indonesia seakan tidak mengenal dirinya sendiri. Budaya atau nilai-nilai dari luar masuk dan mendekonstruksi pola pikir rakyat Indonesia. Para penggugat Pancasila—secara umum empat pilar kebangsaan–lupa bahwa sejak 1945, Pancasila sudah menjadi dasar berbangsa dan bernegara.

Soekarno dengan tegas menyebut Pancasila sebagai philosofische grondslag atau fundamental, filsafat, pikiran, jiwa, identitas dan roh Indonesia merdeka yang kekal abadi. Melalui nilai-nilai Pancasila lahir masyarakat Indonesia yang kokoh dan harmonis. Untuk melahirkan ideologi Pancasila Soekarno dan para pendiri bangsa ini harus berijtihad serius.

Pancasila lahir dari perjumpaan nilai budaya lokal dan global. Artinya, para founding fathers negeri ini selain memasukkan khazanah lokal juga mengadopsi berbagai ideologi asing. Mereka mempelajari liberalisme, komunisme, kapitalisme dan lain-lain. Walhasil, Pancasila semakin tajam dan kaya akan wacana.

Para pendiri bangsa ini juga menyadari di dalam Pancasila tidak ada prinsip yang bertentangan dengan ajaran agama. Prinsip-prinsip dalam pancasila justru merefleksikan pesan-pesan utama semua agama. Apalagi mereka juga kaum pemeluk beragama. Mereka pasti tidak melupakan nilai-nilai agama yang mereka anut.

”Makar”

”Makar” terhadap empat pilar bangsa, khususnya Pancasila, inilah yang ingin diluruskan Taufiq. Melalui posisi strategisnya sebagai ketua MPR, Taufiq mengampanyekan substansi empat pilar berbangsa dan bernegara. Bahkan dalam karya terbarunya Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam, ia kembali menegaskan urgensi empat pilar bernegara.

Setidaknya ada empat dalil (justifikasi) keabadian Pancasila yang selalu didengung-dengungkan TK. Pertama, justifikasi yuridis. Pancasila memiliki pembenaran secara konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar  1945 yang dihasilkan berdasarkan bentuk negara yang pernah ada dalam sejarah Indonesia, juga dalam produk ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR). Secara yuridis Pancasila mendapat dasar kuat sehingga eksistensinya tidak dapat diabaikan dengan alasan apa pun.

Kedua, justifikasi filosofis. Pancasila mengandung kebenaran hakiki sebagai nilai luhur yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Kebenaran hakiki Pancasila dapat ditemukan dengan mendalami substansi Pancasila secara komprehensif, khususnya relevansinya terhadap kemaslahatan hidup manusia. Sebagai contoh misalnya, sila kedua yang berbunyi ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila ini menandaskan perlunya sikap saling menghormati dan menghargai manusia sebagai sesama manusia serta sesama ciptaan Tuhan.

Ketiga, justifikasi historis. Sejarah mengabarkan Pancasila berasal dari nilai yang telah mengakar dan menjadi spirit kehidupan manusia multikultural di Nusantara sejak ratusan tahun silam. Nilai-nilai tersebut kemudian digali dan dirumuskan secara padat menjadi dasar keyakinan bersama masyarakat Indonesia. Rumusan tersebut kemudian diberi nama Pancasila.

Pernyataan Soekarno semakin memperkuat argumen di atas. Menurut dia, nilai-nilai Pancasila diperoleh dari ijtihad mendalam dan melewati periode sejarah Hindu bahkan pra-Hindu, jauh sebelum masuknya agama Islam, Kristen dan sebagainya. Hal ini jelas mengindikasikan Pancasila berasal dari latar belakang kehidupan masyarakat Nusantara itu sendiri. Kemudian para founding fathers kita mengombinasikan dengan pelbagai ideologi dunia.

Keempat, justifikasi kultural. Nilai-nilai Pancasila dikonstruksi dari praksis hidup tradisional masyarakat Indonesia dalam tatanan kultural selama berabad-abad. Jejak praksis tradisional tersebut dapat ditemukan di hampir semua suku bangsa. Jejak-jejak tersebut lantas diracik ke dalam lima sila Pancasila. Sebut saja misalnya, hidup dalam kesatuan sosial yang tinggi dalam bentuk gotong royong dan kekeluargaan.

Hal ini menjadi model nilai persatuan yang selama ini dipraktikkan bangsa Indonesia jauh sebelum lahirnya Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian dirangkum dalam sila ketiga Pancasila. Ketika negara-negara di dunia menetapkan satu atau dua paham sebagai ”agama”, Indonesia memilih menyatukan religiositas, kemanusiaan, nasionalisme, demokrasi dan kesejahteraan sosial. Pancasila kemudian dijadikan dasar fundamental negara, dasar segala sumber hukum, dasar kegiatan ekonomi berbangsa, dasar kehidupan sosial, pendidikan, kebudayaan dan keagamaan.

Sebagai nilai fiosofis tentunya Pancasila masih memerlukan dimensi praksis dalam implementasinya, namun setidaknya kelima nilai inilah yang seharusnya diresapi dan disadari oleh seluruh warga bangsa Indoensia sebagai sekumpulan nilai yang menyatukan sekaligus dijadikan capaian ideal yang harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sekarang sosok penggawa Pancasila tersebut telah tiada. Ia wafat tepat sepekan setelah Hari Lahir Pancasila dan dua hari setelah ulang tahun Soekarno. Perjuangan Taufiq harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Semangat nasionalisme melalui penegasan empat pilar bernegara atau empat pilar kebangsaan harus terus dikumandangkan demi menjaga integritas bangsa Indonesia.

Di tengah munculnya suara-suara gugatan terhadap nasionalisme, semangat perjuangan Taufiq dapat ditiru untuk menjelaskan apa itu nasionalisme dan bagaimana seharusnya bersikap terhadap gugatan-gugatan yang muncul terhadap nasionalisme. Mengguggat nasionalisme berarti mengguggat semua elemen pilar kebangsaan. (donk.tubanisme@yahoo.co.id)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya