SOLOPOS.COM - Aloys Budi Purnomo Pr Rohaniwan, Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang. (FOTO/Istimewa)

Aloys Budi Purnomo Pr
Rohaniwan,
Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan
Keuskupan Agung Semarang. (FOTO/Istimewa)

Peristiwa Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, tak pernah lepas dari masalah alam. Karenanya, tidak mustahil, dalam rangka menyambut Natal 2012 ini, kita merenungkan arti ekopastoral Natal. Persisnya, yang dimaksud dengan ekopastoral natal adalah upaya merayakan natal yang berbasis pada kepedulian terhadap kelestarian alam dan keutuhan ciptaan.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Sangat mengesankan dan menyentuh bahwa dalam Pesan Natal Bersama 2012, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), menegaskan semangat ekopastoral Natal. Itulah sebabnya, diamanatkan, Allah menciptakan alam semesta ini baik adanya dan menyerahkan pemeliharaan serta pemanfaatannya secara bertanggungjawab kepada manusia. Perilaku tidak bertanggungjawab terhadap alam ciptaan akan menyengsarakan bukan hanya kita yang hidup saat ini, tetapi terlebih generasi yang akan datang. Maka kita dipanggil untuk melestarikan dan menjaga keutuhan ciptaan-Nya dari perilaku sewenang-wenang dalam mengelola alam.

 

Kasihi Sesama

Pesan utama natal selalu berpusat pada kasih Allah yang begitu besar kepada manusia dan dunia. Maka, dalam rangka perayaan Natal pun, kita tidak bisa tidak dan harus mengimplementasikan kasih itu kepada sesama. Sesama manusia tidak hanya sama-sama manusia, melainkan juga semesta alam.

Alam semesta dan sesama manusia merupakan sama-sama ciptaan Tuhan. Penciptaan manusia dan sesama mengalir dari kasih yang sama. Alam semesta dan manusia sama-sama diciptakan Allah karena kasih-Nya, maka, manusia pun mestinya menyadari kesatuannya dengan alam semesta. Justru karena itu, panggilan utama manusia adalah memperlakukan alam semesta ini sebagai sesama ciptaan dan mengolahnya dengan kasih dan bertanggung jawab.

Manusia dan semesta tak terpisahkan. Kecintaan manusia pada semesta merupakan kecintaan terhadap masa depan dan dengan demikian merupakan kewajiban secara moral maupun spiritual. Alam semesta bukanlah objek yang harus dieksploitasi semau gue lu peduli ape, sesuka hati seenak diri. Maka, sama seperti sesama manusia memerlukan keadilan dan keharmonisan, demikian juga dengan “sesama” semesta. Semesta alam harus pula diperlakukan secara adil, dikelola dan digarap dengan penuh kasih, hormat dan tanggung jawab.

Sikap tidak hormat dan tanpa kasih terhadap alam sudah membawa dampak buruk terhadap kehidupan manusia. Manusia mengeksploitasi alam semesta secara serakah dan ceroboh serta tidak memperhitungkan kebaikan bersama. Itu tampak dalam tindakan pembalakan hutan, penebangan pohon besar-besaran, pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan yang tidak memerhatikan ekosistem.

Akibatnya, lingkungan menjadi rusak, mudahnya terjadi bencana alam: banjir di musim hujan, kekeringan dan kebakaran di musim kemarau, bahkan lahirnya konflik sosial di berbagai tempat karena masalah lahan. Akses sumber daya alam hilang bahkan terjadi marginalisasi masyarakat lokal. Pemanasan bumi terus meningkat, sampah tak terurus, air tanah tercemar, lapisan ozon menipis dan masa depan kehidupan terancam.

Menghancurkan alam semesta setali tiga uang dengan menghancurkan masa depan kehidupan. Kerakusan para pendatang yang bermodal merusak alam membuat masyarakat lokal gigit jari. Padahal, alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh disalahgunakan semaunya. Pengelolaannya harus tunduk pada tuntutan moral, sebab dampak pengelolaan yang tidak bermoral terhadap alam semesta akan menghancurkan masa depan generasi kita.

Natal yang Ekologis

Berangkat dari semangat ekopastoral Natal, umat Kristiani dan pihak-pihak yang menyelenggarakan perayaan Natal harus mengedepankan perayaan Natal yang ekologis. Perayaan Natal yang ekologis adalah perayaan Natal yang berbasis pada keutuhan ciptaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Contoh paling nyata perayaan Natal yang ekologis adalah saat kita tidak menebang pohon cemara, pinus dan sejenisnya untuk sekadar menjadi hiasan pohon natal. Kalau mau membuat pohon natal, buatlah dengan menggunakan cemara hidup dalam pot tanpa harus menebangnya yang ujung-ujungnya menjadi perusakan semesta.

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat inspirasi dari seorang sahabat beragama Islam yang saleh, karena dalam rangka Natal, yang dihias bukan pohon cemara atau pinus yang ditebang, melainkan dengan menggunakan pohon sawo kecik yang dihias dengan lampu dan aksesori Natal. Hemat saya, tindakan itu sangat ekologis dan berbasis ekopastoral Natal.

Bahkan, dalam arti tertentu, penggunaaan pohon sawo kecik hidup tanpa menebangnya, merupakan Natal ekologis yang inkulturatif. Sawo kecik tak hanya melambangkan kehadiran Yesus Kristus yang rela menjadi kecil dalam menghadirkan kasih Allah, tetapi juga kehadiran Yesus Kristus yang menawarkan kabecikan, kebajikan dan kebaikan. Itu yang diterangkan oleh sahabat saya, pengasuh Pondok Pesantren Al-Islah, Tembalang, Semarang.

Pesan itu sangat inspiratif. Bukankah kelahiran Yesus Kristus dalam kehinaan dan kemelaratan juga menampilkan semangat keberpihakan kepada kelompok “kecik”, yakni kaum kecil dan tercekik serta tertindas karena ketidakadilan? Bukankah kabecikan, yakni kebajikan dan kebaikan juga diwartakan oleh kehadiran-Nya sebagai bayi yang hina dina demi keselamatan umat manusia?

Natal yang ekologis juga dapat terimplementasikan mana kala hiasan-hiasan Natal berani menggunakan barang-barang bekas yang didaur ulang sehingga terjadilah perubahan pengelolaan sampah yang diubah menjadi berkah? Semangat inilah yang harus selalu dikedepankan di masa-masa mendatang dalam mengembangkan semangat Natal yang ekologis.

Apalagi, Yesus Kristus yang dikenangkan kelahiran-Nya pada hari Natal adalah Yesus Kristus yang hadir untuk menebus umat manusia dan menyelamatkan alam semesta! Dialah yang di kemudian hari, setelah dewasa, dan menuntaskan karya penyelamatan-Nya melalui wafat dan kebangkitan-Nya disebut sebagai Sang Raja Semesta Alam! Semangat itu sudah dimulai sejak awal mula kelahiran-Nya, ketika Ia dekat dengan semesta, melalui kelahiran-Nya di tengah alam dan bintang-bintang, ditemani para gembala dan binatang-binatang yang bersujud di hadapan-Nya.

Semoga ekopastoral Natal kian bergema dalam kehidupan. Perayaan Natal pun menjadi berkat bagi sesama dan semesta. Selamat Natal 2012.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya