SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ari Tri Noeryanti  hannasolo_2012@yahoo.co.id     Guru Sosiologi SMAN1 Ngemplak, Boyolali Alumnus Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial  dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Ari Tri Noeryanti
hannasolo_2012@yahoo.co.id
Guru Sosiologi SMAN1 Ngemplak, Boyolali Alumnus Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

Malu rasanya jika Indonesia termasuk dalam lima besar negara terkorup di dunia, dan nomor satu terkorup di Asia. Padahal masyarakat Indonesia terkenal sangat religius. Apakah logis bangsa yang meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama dasar negara Pancasila ternyata menyimpang dari ajaran dan nilai-nilai agama yang diyakini?

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Apakah memang sebenarnya kita bukan masyarakat yang agamis, namun justru masyarakat yang munafik? Bangkit dari keterpurukan dan lari pada kekhawatiran akan kemerosotan moral sedang semarak dilakukan beberapa akademisi, aktivis, dan lembaga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau lembaga nirlaba seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), dan sejenisnya.

Geliat ini ditanggapi dunia pendidikan dengan positif melalui pendidikan karakter. Namun, sekolah mengalami kesulitan menjalankan upaya penegakan habituasi antikorupsi karena minimnya keteladanan, labilnya kemandirian, lunaknya peraturan, dan sistem yang telanjur mapan seperti jam karet, menunda pekerjaan, kurang disiplin, dan tidak konsisten.

Apa upaya kita dalam memperbaiki diri agar dapat mengimplementasikan pendidikan antikorupsi? Tulisan ini dibuat untuk menganalisis diri sendiri dan mencari best practices untuk pendidikan antikorupsi. Diakui atau tidak, memburuknya moral bangsa adalah kegagalan pendidikan dalam membangun karakter bangsa.

Ini tugas berat bagi guru, tetapi keyakinan untuk melakukan sesuatu yang berkontribusi pada pengurangan beban mental dalam menyiapkan peserta didik yang berintegritas adalah upaya yang harus diusahakan tanpa henti. Berdasarkan UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 yang disebut korupsi adalah tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri  sendiri yang merugikan keuangan negara, menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri yang dapat merugikan keuangan negara, misalnya menyuap petugas (pemberi dan penerima suap), benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, pemerasan, gratifikasi, dan perbuatan curang serta markup.

Sedangkan pendidikan antikorupsi adalah upaya pendidikan dan pemahaman nilai-nilai agar siswa didik berperilaku tidak melawan hukum untuk memperkaya diri, menyalahgunakan wewenang, menyuap atau menerima suap, benturan kepentingan, melakukan pemerasan, memberi atau menerima gratifikasi, berbuat curang, dan melakukan markup.

Seperti pepatah honesty is the currency of wherever you are, kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana pun berada, upaya  pembentukan karakter antikorupsi adalah bersifat holistik dan komprehensif serta konsisten. Ini membutuhkan kerja sama dari keluarga, masyarakat, dan penegakan hukum bagi koruptor.

Jika upaya pendidikan antikorupsi hanya dibebankan pada sekolah, mustahil dapat membentuk karakter siswa. Upaya sosialisasi pendidikan antikorupsi sejak dini adalah dalam lembaga sosial yang terkecil yaitu keluarga. Terpaan budaya permisif dan serba instan dalam keluarga modern adalah tantangan terbesar menghadapi dekadensi moral (=budaya korupsi).

Keluarga menengah ke atas terlalu sibuk dengan pekerjaan yang menuntut totalitas sehingga waktu dan perhatian untuk anak sangat kurang atau tergantikan oleh peran babysitter yang belum tentu kompeten dalam menanamkan nilai-nilai yang diharapkan. Upaya–upaya sekolah untuk menerapkan pendidikan antikorupsi sejak dini bisa dilakukan dan dimulai dari beberapa hal.

Pertama, penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah (MBS) secara profesional,  transparan, dan akuntabel. Kedua, penyelenggaraan  kegiatan pembelajaran secara holistik yang mengembangkan semua ranah kemampuan melalui pendekatan belajar aktif, keteladanan, pembiasaan, dan pembudayaan.

Ketiga, meningkatkan kepedulian dan partisipasi publik agar sekolah menjadi institusi yang berintegritas (antikorupsi) dalam setiap aktivitasnya. Keempat, tujuan pendidikan antikorupsi adalah membangun kehidupan sekolah sebagai bagian dari masyarakat melalui penciptaan lingkungan belajar yang berintegritas (antikorupsi).

Lingkungan belajar berintegritas yaitu pekat dengan nuansa jujur, disiplin, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, peduli, dan bermartabat (dignity). Kelima, mengembangkan potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif  sebagai manusia  yang memiliki kepekaan rasa dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai wujud rasa cinta tanah air, serta didukung oleh  wawasan kebangsaan yang kuat.

Keenam, menumbuhkan sikap, perilaku, dan kebiasaan yang terpuji sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketujuh, menanamkan jiwa kepemimpinan yang profesional dan bertanggung jawab sebagai generasi penerus bangsa. Kedelapan, menyelenggarakan manajemen sekolah secara terbuka, transparan, profesional, dan bertanggung jawab.

Selain di birokrasi dan manajemen sekolah, pendidikan antikorupsi  bisa disuntikkan ke dalam proses belajar. Aktor yang berperan untuk mengimplementasikan adalah guru. Guru adalah agent of change yang efektif dalam menciptakan habituasi atau kebiasaan hidup dan berpola pikir antikorupsi.

 

Diseminasi

Yang tak kalah penting dalam pendidikan antikorupsi adalah sistem evaluasi dan penilaian yang bersifat fairness, tepat waktu, tidak mencontek atau orisinal, dan memiliki indikator yang jelas dan diketahui para peserta didik. Apalah gunanya siswa setiap hari hidup dalam disiplin, tepat waktu, dan kerja keras tetapi pada saat pelaksanaan Ujian Nasional (UAN) mereka diizinkan berbuat curang dalam pengawasan yang longgar.

”Izin” berbuat curang itu karena pihak sekolah khawatir target 100% lulus tidak tercapai. Target demikian biasanya untuk menjaga prestise sekolah. Sekilas bocornya soal UN tidak berdampak langsung bagi siswa, tetapi hal tersebut tertanam dalam sanubari mereka sebagai nilai-nilai yang dipercaya dapat mempermudah hidup (bisa mudah mendapatkan nilai dengan imbalan sejumlah uang mengapa mempersulit diri dengan belajar yang belum tentu sukses?).

Upaya pendidikan antikorupsi adalah upaya bersama dengan kesadaran diri akan kelemahan kita sendiri yang berusaha membebaskan diri dari belenggu tradisi perilaku yang telanjur terpola dalam keseharian. Tradisi perilaku itu seperti budaya jam karet, takut berbicara, menghindar dari risiko, menoleransi kesalahan tanpa ada upaya perbaikan, membiarkan orang lain melawan hukum dan memperkaya diri, serta menerima atau memberi gratifikasi.

Upaya bersama tersebut melibatkan lembaga keluarga, lembaga sekolah, lembaga agama, lembaga hukum, dan media massa yang terus–menerus memberitakan hukuman dan sanksi bagi koruptor. Salah satu upaya konkret sekolah yang dapat dilakukan setiap hari sebelum pendidikan antikorupsi diperkenalkan adalah pendidikan karakter  melalui berbagai kegiatan dan media.

Pendidikan karakter itu antara lain jika ulangan tidak boleh mencontek, mengerjakan tugas tepat waktu, masuk sekolah tidak terlambat, jujur, mengerjakan tugas sesuai dengan tujuan dan aturan main, berkontribusi terhadap kemajuan dan kegiatan positif seperti OSIS, Pramuka, PMR yang  menanamkan nilai-nilai peduli, jujur, disiplin, tanggung jawab, demokratis, cinta tanah air, toleransi, bersahabat atau berkomunikasi, gemar membaca, religius, rasa ingin tahu, kreaktif dan kerja keras.

Sedangkan nilai–nilai pendidikan antikorupsi menurut KPK adalah jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani,  dan peduli. Jika diperhatikan nilai–nilai dalam pendidikan karakter telah memuat nilai–nilai dalam pendidikan antikorupsi. Yang menjadi perbedaan adalah penjelasan dan pengejawantahan dari nilai–nilai yang ditanamkan.

Apa pun nilai–nilai yang disosialisasikan jika tidak konsisten, tidak intensif, tidak ada perimbangan antara hukuman dan penghargaan, tentu tidak akan berhasil. Menurut Peter L. Berger, sebuah realitas akan tercipta jika proses internalisasi berlanjut pada eksternalisasi dan membentuk kesadaran sebagian besar masyarakat pada tahap objektifikasi. Pada proses inilah realitas baru terbentuk.



Mengacu pendapat Peter L. Berger bahwa realitas sosial dapat diciptakan merupakan inspirasi positif bagi pendidikan antikorupsi. Internalisasi nilai–nilai antikorupsi sejak dini melalui primary group (keluarga) yang dilanjutkan oleh sekolah mulai dari play group sampai universitas dan mengangkat nilai–nilai antikorupsi dalam wacana keagamaan merupakan usaha yang positif.

Selanjutnya adalah menjaga peran media massa yang konsisten dan fair untuk memberitakan tindakan hukum terhadap koruptor. Pemberitaan harus berpihak kepada keadilan dan asas praduga tidak bersalah yang diharapkan mampu membawa isu ini menjadi tren dan mengundang perhatian khalayak.

Setelah isu ini mengundang perhatian, baik yang kontraversial atau yang biasa saja, dan dibicarakan banyak kalangan, pemerintah harus serius melakukan training for trainers bagi pendidikan antikorupsi baik yang ditujukan kepada para guru, kepala sekolah, akademisi, aktivis, media massa, pengacara dan pelaku hukum yang lain, pengelola sumber daya manusia, kepolisian, kejaksaan, kehakiman, lembaga agama, organisasi kepemudaan serta pihak lain yang berperan sebagai agent of change untuk dipersiapkan melakukan diseminasi sampai ke akar rumput.

Jika usaha ini dilakukan terus-menerus, benih yang ditanam pasti akan tumbuh di kalangan masyarakat. Perubahan kultur dan mindset sangat lama. Akan tetapi, jika semua orang sudah mengetahui nilai-nilai antikorupsi, ini adalah langkah maju menuju cita-cita.

Optimisme dibutuhkan untuk kesuksesan diseminasi pendidikan antikorupsi bagi siapa saja, yang bersifat sinergis antara pihak satu dengan pihak yang lain di antara lembaga-lembaga negara dan masyarakat. Semoga kita tidak cepat lelah dalam melakukan diseminasi antikorupsi. Jika mencoba terus, niscaya tidak mustahil membuat perubahan yang signifikan pada tingkat wacana maupun praksis. Mari terus mencoba!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya