SOLOPOS.COM - Bambang Ary Wibowo (JIBI/Solopos/Dok)

Bambang Ary Wibowo  bambangarywibowo@gmail.com     Mahasiswa Program Pascasarjana  Fakultas Hukum  Universitas Sebelas Maret

Bambang Ary Wibowo
bambangarywibowo@gmail.com
Mahasiswa Program Pascasarjana
Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret

   

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Konflik di kalangan keluarga Keraton Solo setelah penandatanganan rekonsiliasi pada Mei 2012 ini beralih ke persoalan eksistensi Lembaga Dewan Adat Keraton Solo. Masyarakat menjadi memandang sebelah mata terhadap keraton dengan munculnya konflik di dalam trahing kusuma rembesing madu yang berlangsung sembilan tahun terakhir.

Sempat muncul perbedaan pendapat antara Wali Kota Solo dan Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Solo tentang ”membubarkan” Lembaga Dewan Adat di Keraton Solo. Tulisan ini membedah dilema keberadaan Lembaga Dewan Adat ini dari pendekatan hukum. Pendekatan sosiologi hukum serta pengkajian diagnostik menjadi dasar penulisan ini.

Pendekatan yang paling mendasar dari sisi hukum terkait Lembaga Dewan Adat adalah menggunakan pendekatan hukum adat. Hukum adat adalah sistem hukum di Indonesia yang tradisional yang pada umumnya tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan dalam suatu kitab undang-undang atau yang biasa disebut dengan pranata (angger-angger dalam lingkungan Keraton Solo).

Istilah hukum adat biasanya diartikan sebagai ”adatrecht” yang diperkenalkan oleh C. Snouck Hurgronje dalam bukunya De Atjehers dan Het Gajoland en Zijne Bewoners (Soerjono Soekanto: Masalah Kedudukan dan Peranan Hukum Adat). Hurgronje sendiri mengartikan hukum adat sebagai adat-adat yang mempunyai akibat-akibat hukum.

Menurut Ter Haar Bzn (1930) hukum adat timbul dan dipelihara oleh keputusan warga masyarakat dan keputusan pejabat atau fungsionaris hukum. Hazairin berpendapat hukum adat berurat dan berakar pada pandangan-pandangan etis suatu masyarakat. Penekanan hukum adat menurut Hazairin adalah pada dasarnya atau subjeknya (Soerjono Soekanto).

Berbicara tentang hukum adat yang berlaku dalam sistem pemerintahan Keraton Solo, posisi seorang raja (dalam hal ini Paku Buwono) adalah sangat kuat. Raja di Jawa dalam konsep makrokosmos adalah perwakilan Tuhan. Gelar raja di Keraton Solo adalah Sahandap Sampeyan Dalem Hingkang Sinuhun Kanjeng Paku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdulrahman Sayidin Panetep Panata Gama.

Seorang Sayidin Penetep Panata Gama diangkat sebagai wali hakim di hadapan para penghulu yang masih memiliki darah keturunan Wali Sanga dengan jalan sungkem di hadapan penghulu-penghulu tersebut.         Sejak zaman pemerintahan Paku Buwono (PB) II hingga PB XII yang bergelar Sinuhun Mardika posisi raja adalah yang tertinggi.

Tidak ada lembaga atau dewan yang mampu menggeser peran sentral raja, termasuk menurunkan raja tersebut. Lembaga yang hidup selama pemerintahan di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) hanya Paran Paranata dan Paran Parakarsa yang bertindak sebagai dewan penasihat raja.  Muncul pemahaman sabda pandhita ratu tan kena wola-wali (apa yang disabdakan raja harus dilaksanakan tanpa kecuali). Sabda raja berlaku juga sebagai undang-undang.

Hukum adat pemerintahan yang berlaku di dalam lingkungan Keraton Solo ini diperkuat hukum tertulis dalam sistem hukum Indonesia, yaitu Keputusan Presiden (Keppres) No. 23/1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pasal 2 menyatakan Sri Susuhunan selaku pemimpin Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dapat menggunakan keraton dan segala kelengkapannya untuk keperluan upacara, peringatan, dan perayaan-perayaan lainnya dalam rangka adat keraton.

Kalimat ”Sri Susuhunan selaku pemimpin Keraton Kasunanan Surakarta…” menunjukkan hukum di Indonesia mengakui Paku Buwono adalah pemimpin di dalam lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kelembagaan adat terhadap posisi raja berlangsung turun-temurun serta tidak memiliki batasan sepanjang kelompok adat ini masih eksis.

Demikian juga terhadap keberadaan raja dalam posisi sebagai pemangku budaya di lingkungan Keraton Solo. Posisi tersebut diakui dan diperkuat pemerintah Indonesia dalam hukum positif dan hukum tersebut masih berlaku. Perumusan hukum adat oleh Ter Haar direalisasikan dalam sistem hukum di lingkungan Keraton Solo.

Lembaga dewan adat bisa didefinisikan sebagai organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk suatu masyarakat hukum adat tertentu, mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan tersendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat. Pengertian lainnya sesuai Pasal 1 nomor (8) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 39/2007 adalah organisasi kemasyarakatan yang karena kesejarahan atau asal usulnya untuk melakukan kegiatan pelestarian serta pengembangan adat budaya.

Permendagri No. 39/2007 mengatur tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelestarian dan Pengembangan Budaya Daerah. Pasal 1 nomor (6) Permendagri No. 39/2007  menjelaskan organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan yang selanjutnya disebut ormas kebudayaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk warga negara Indonesia secara sukarela dan telah terdaftar di pemerintah daerah, serta bukan organisasi sayap partai, yang kegiatannya memajukan dan mengembangkan kegiatan.

Kelembagaan tentang keraton juga diatur dalam Permendagri No. 39/2007. Pasal 1 nomor (7) menjelaskan keraton adalah organisasi kekerabatan yang dipimpin oleh raja/sultan/panembahan atau sebutan lain yang menjalankan fungsi sebagai pusat pelestarian dan pengembangan adat budaya dan nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di dalamnya serta mengayomi lembaga dan anggota masyarakat.

Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sesuai surat permohonan dari lembaga tersebut dengan nomor surat 0109/LDAKS/B/02/2010 yang ditandatangani G.R.Ay. Koes Murtiyah kepada Wali Kota Solo untuk dapat didaftar lembaga atau organisasi tersebut oleh Kantor Kesbangpol Kota Solo diberi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) No. 220/151/II/2011 yang berakhir pada 21 Februari 2014.

Dalam SKT tersebut tertulis sifat organisasi bergerak di bidang sosial kebudayaan serta kegiatan pokoknya adalah pelestarian Keraton Solo.         Lembaga Dewan Adat dipimpin G.R.Ay. Koes Murtiyah serta dalam susunan kepengurusan sama sekali tidak mencantumkan nama Paku Buwono XIII. Dalam daftar pendiri yang disertakan sebagai persyaratan  mendapatkan SKT, nama raja Keraton Solo juga sama sekali tidak dicantumkan.

 

Sisi Legalitas

Jika kita mengkaji dari sisi legalitas dengan merujuk Pasal 4 dan Pasal 5 Permendagri No. 39/2007, hanya diatur tentang inventarisasi aktivitas adat, seni, dan budaya daerah; inventarisasi aset kekayaan budaya dan peninggalan sejarah daerah; penelitian dan pendidikan; serta penyusunan rencana kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas adat, seni, dan budaya, maupun aset kekayaan budaya dan peninggalan sejarah.

Sisi lain dari penerbitan SKT Lembaga Dewan Adat Keraton Solo harus dicermati dengan dasar Permendagri No. 33/2012 tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah. Pasal 9 huruf (p) tentang dokumen kelengkapan persyaratan pendaftaran mengatur tentang surat pernyataan bahwa nama, lambang, bendera, tanda gambar, simbol, atribut, cap stempel yang digunakan belum menjadi hak paten dan/atau hak cipta pihak lain.

Lambang dan simbol Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sama persis dengan simbol dan lambang Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yaitu Radya Laksana. Perlu dikaji apakah penggunaan lambang dan simbol tersebut sudah seizin dari Paku Buwono XIII atau tidak, terlepas sudah atau belum didaftarkan sebagai hak paten dan/atau hak milik.

Selain itu juga harus diperhatikan fenomena yang muncul di tengah sebagian masyarakat dengan mengkaji Pasal 25 huruf (d), (e), (i), (j), dan (r) Permendagri No. 33/2012. Permendagri tersebut menegaskan SKT yang diterbitkan untuk organisasi kemasyarakatan dapat dicabut jika ada pengaduan karena aktivitas organisasi kemasyarakatan tersebut meresahkan masyarakat; ada penyimpangan terhadap fungsi dan tujuan organisasi kemasyarakatan tersebut; mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum serta melanggar norma kesusilaan yang dianut masyarakat; melakukan tindakan premanisme, anarkisme, dan tindakan kekerasan lainnya yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan; memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.



Yang paling mendasar adalah posisi Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sendiri. Seharusnya posisi Lembaga Dewan Adat berada di bawah struktur organisasi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Hal ini bisa dilihat dari sisi legalitas kelembagaan yang baru diberikan atau terdaftar di Pemerintah Kota Solo tanggal 21 Februari 2011. Bandingkan dengan keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang mulai berdiri pada 17 Februari 1745.

Selain itu berdasarkan Keppres No. 23/1988 jelas pemerintah Indonesia hanya mengakui kepemimpinan di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat hanya ada di Sri Susuhunan yang dalam hal ini Paku Buwono XIII. Tidak mungkin sebuah organisasi kemasyarakatan yang terdaftar di Pemerintah Kota Solo dapat mengambil alih kepemimpinan di dalam sistem hukum adat Keraton Solo. Hukum adat tersebut dikuatkan hukum tertulis dalam sistem hukum Indonesia.

Lembaga dewan Adat  Keraton Solo sesuai hukum yang berlaku jika terbukti melanggar Pasal 25 Permendagri No. 33/2012 bisa ”dibekukan” oleh Wali Kota Solo kapan pun sesuai mekanisme. Tidak ada alasan sebuah organisasi massa atau organisasi kemasyarakatan tidak dapat dibekukan izinnya. Wewenang yang dapat ”membubarkan” Lembaga Dewan Adat berada di tangan pemimpin Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sesuai perumusan Snouck Hurgronje bahwa hukum adat sebagai adat-adat yang mempunyai akibat-akibat hukum.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya