SOLOPOS.COM - Muhammad Husein Heikal

Gagasan ini dimuat Solopos edisi Kamis (13/7/2017). Esai ini karya Muhammad Husein Heikal, peneliti di Economic Action (EconAct) Indonesia. Alamat e-mail penulis adalah huseinheikal@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Defisit anggaran diperlebar, utang luar negeri ditambah, maka pertumbuhan ekonomi akan terdongkrak. Begitulah yang bisa saya simpulkan dari kebijakan yang diambil pemerintah untuk memberi ruang defisit fiskal sebesar 2,92% terhadap produk domestik bruto.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Proyeksi potensi defisit anggaran senilai Rp397,2 triliun ini dicantumkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 dan telah disampaikan kepada DPR untuk disahkan pada sidang paripurna paling lambat pada 27 Juli mendatang.

Angka ini hampir mencapai ambang batas 3% sesuai ketentuan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Selain itu Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN, APBD, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada Pasal 4 (1) menyebutkan jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% dari produk domestik bruto tahun bersangkutan.

Perkiraan defisit anggaran tersebut berasal dari target pendapatan negara dalam RAPBN-P 2017 senilai Rp1.714,1 triliun. Jumlah ini mengalami penurunan dari target APBN senilai Rp1.750,5 triliun. Pendapatan tersebut terdiri atas target penerimaan perpajakan senilai Rp1.450,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak senilai Rp260,1 triliun.

Adapun pagu belanja negara dalam RAPBN-P 2017 diproyeksikan mencapai Rp2.111,4 triliun atau mengalami kenaikan dari pagu APBN senilai Rp2.080,5 triliun. Belanja negara itu terdiri atas pagu belanja pemerintah pusat senilai Rp1.351,6 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa senilai Rp759,8 triliun.

Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja kementerian dan lembaga senilai Rp773,1 triliun serta belanja nonkementerian dan nonlembaga senilai Rp578,5 triliun. Belanja nonkementerian dan nonlembaga naik Rp26,5 triliun dari APBN karena ada kenaikan subsidi Rp22,1 triliun, kenaikan hibah Rp3,3 triliun, dan kenaikan belanja lain-lain Rp5,7 triliun.

Selanjutnya adalah: Pos belanja butuh suntikan dana…

Suntikan Dana

Pemerintah mengungkapkan ada sejumlah pos belanja yang membutuhkan suntikan anggaran tambahan. Defisit ini dapat direduksi bila dilakukan penghematan alamiah pada belanja kementerian dan lembaga, dana alokasi khusus (DAK), dan dana desa.

Bila ini diterapkan maka defisit diperhitungkan hanya Rp362,9 triliun atau 2,67% terhadap produk domestik bruto. Sementara itu, sama dengan tahun-tahun sebelumnya shortfall penerimaan pajak selalu terjadi. Shortfall penerimaan perpajakan tahun ini jauh lebih rendah dibandingkan shortfall tahun lalu yang mencapai Rp254,2 triliun.

Pada tahun lalu ada kebijakan amnesti pajak. Dengan demikian target penerimaan dari sektor perpajakan tahun ini direvisi turun dari Rp1.498,9 triliun menjadi Rp1.450,9 triliun.

Utang Penambal Defisit

Pemerintah menambah utang Rp67 triliun. Secara jelas kita ketahui penambahan utang ini dilakukan untuk menambal defisit fiskal yang diprediksi melebar. Seperti biasa, penerbitan surat berharga negara (SBN) menjadi sumber pembiayaan utama pilihan pemerintah.

Status utang pemerintah hingga 31 Mei 2017 senilai Rp3.627,33 triliun. Utang ini terdiri atas SBN senilai Rp2.943,73 triliun (80,2%) dan pinjaman senilai Rp728,6 triliun (19,8%). Untuk menutup defisit anggaran senilai Rp397,2 triliun (bila defisit mencapai 2,92%) pemerintah menargetkan pembiayaan utang senilai Rp461,3 triliun atau meningkat dari target pembiayaan dalam APBN senilai Rp384,7 triliun.

Ini sering kali terjadi. Pemerintah masih mengandalkan utang untuk menambal defisit. Artinya utang pemerintah akan terus bertambah selama pengelolaan anggaran tetap defisit dan ini akan terus berlaku sepanjang negara kita masih mengadopsi deficit budget model.

Pengertiannya adalah peningkatan defisit APBN berdampak pada meningkatnya kebutuhan pembiayaan atau utang pemerintah. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai langkah pemerintah yang terus menambah utang luar negeri nantinya akan mengancam kredibilitas fiskal.

Defisit keseimbangan primer terus melonjak akibat pembayaran bunga utang dan utang jatuh tempo. Hal ini menunjukkan sekaligus membuktikan bahwa penggunaan utang kurang produktif. Penambahan utang oleh pemerintah kali ini memang masih bisa ditoleransi sepanjang rasionya masih dalam batas aman dan pengelolaan risikonya terjaga dengan baik.

Selanjutnya adalah: Memerhatikan jumlah utang Indonesia…

Jumlah Utang

Pemerintah juga perlu memerhatikan jumlah utang Indonesia dan porsinya terhadap produk domestik bruto. Hal tak kalah penting ialah pemerintah harus mengalokasikan utang untuk belanja produktif yang meningkatkan efisiensi.

Senada dengan yang tertulis di akun media sosial Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dengan defisit di kisaran 2,5% Indonesia mampu tumbuh ekonominya di atas 5%. Artinya stimulus fiskal mampu meningkatkan perekonomian sehingga utang tersebut menghasilkan kegiatan produktif. Dengan kata lain, Indonesia tetap mengelola utang secara prudent atau hati-hati.



Pelebaran defisit fiskal merupakan kompromi maksimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, demi mengejar target pertumbuhan ekonomi maka defisit anggaran terpaksa harus diperlebar saat pendapatan negara tidak mencapai target.

Dapat kita baca data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I bertengger di level 5,01%. Pada kuartal II ini diperkirakan ekonomi dapat tumbuh mencapai 5,1% karena faktor Ramadan dan Hari Raya Idulfitri yang berlangsung pada kuartal ini.

Semestinya kita tak perlu terlalu cemas bila kejadian pada 2016 berulang kembali. Pada tahun lalu Bank Dunia dan IMF memprediksi Indonesia akan memperlebar defisit anggaran hingga mencapai 2,8% terhadap poduk domestik bruto.

Pelonggaran ini disebabkan alasan klasik tahun ke tahun, yakni shortfall penerimaan pajak. Kenyataannya, Indonesia mampu menjaga defisit di basis 2,41% dari produk domestik bruto (Rp330 triliun). Ini cukup mengejutkan.

Bila hal ini terjadi lagi pada tahun ini maka kita kian patut mengapresisasi penuh kinerja pemerintah (terutama Menteri Keuangan). Ini menjadi bukti bahwa terujinya kebijakan fiskal yang diterapkan berlaku tepat.

Defisit akan terus terjadi di Indonesia, yakni kondisi porsi anggaran lebih kecil daripada porsi pendapatan. Secara teoretis, dengan defisit anggaran pemerintah dapat mencetak uang pada masa mendatang (Keen, 2001). Maka tak salah dikatakan bila defisit juga merupakan momentum. Salah satu caranya ialah defisit anggaran untuk mendorong aktivitas ekonomi.

Karena hari ini defisit anggaran masih dilakukan untuk membangun infrastruktur dan aktivitas ekonomi maka defisit anggaran secara tidak langsung dilakukan untuk menggali pendapatan potensial pajak pada masa depan, ketika infrastruktur itu sudah bisa beroperasi. Secara normatif, defisit anggaran hari ini bisa ditutup dari pendapatan pajak pada masa mendatang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya