SOLOPOS.COM - Muhammad Milkhan (Istimewa)

Gagasan Solopos, Kamis (12/11/2015), ditulis Muhammad Milkhan. Penulis adalah warga Klaten yang bergiat di Bilik Literasi. Penulis adalah alumnus IAIN Surakarta.

Solopos.com, SOLO — Pada Minggu (8/11) malam seorang teman berkirim pesan kepada saya. Ia setengah memaksa saya, mengajak saya untuk menghadiri acara debat pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Klaten.

Promosi Timnas Garuda Luar Biasa! Tunggu Kami di Piala Asia 2027

Debat kali ini adalah debat putaran kedua. Konon, bisa ikut serta menghadiri acara debat kali ini merupakan kesempatan yang sulit dan langka, tidak sembarang orang bisa mengikuti acara tersebut, selain undangan yang terbatas, acara debat tersebut juga mendapatkan pengawalan yang ketat dari aparat keamanan.

Sebenarnya saya kurang berminat mengikuti acara debat calon bupati dan calon wakil bupati. Saya menganggap acara seperti itu hanyalah acara dagelan yang tidak lucu. Debat calon pemimpin biasanya hanya arena  mengumbar janji, selain adu yel-yel dan adu lantang teriakan dari para pendukung masing-masing calon.

Selebihnya tidak ada yang lebih berarti dari dua hal, teriakan dan janji semu! Tawaran teman saya itu urung saya tolak. Saya berpikir tidak ada salahnya saya hadir di arena debat, sekadar untuk merekam peristiwa dagelan yang tidak lucu tersebut.

Siapa tahu rekaman peristiwa itu bisa saya abadikan dalam wujud tulisan, syukur-syukur bisa dibaca masyarakat luas, khususnya warga Klaten. Tamu undangan yang terbatas, penjagaan yang ketat, serta minimnya sosialisasi penyelenggaraan acara debat, tentu menjadi alasan kuat mengapa debat tersebut perlu direkam dalam wujud tulisan dan layak dibaca masyarakat Klaten yang akan memilih pemimpin mereka.

Senin pagi (9/11), berbekal buku catatan dan bolpoin serta surat undangan, saya bergegas menuju lokasi debat calon bupati dan calon wakil bupati Klaten di Gedung Sunan Pandanaran Klaten (sebelah barat Alun-alun Klaten).

Setibanya di lokasi, saya melihat penjagaan sangat ketat. Ini tampak jelas dari jumlah personel aparat kepolisian dan TNI yang cukup banyak, bahkan demi kelancaran dan keamaan hajatan demokrasi ini, jalan protokol di pusat ibu kota Klaten ditutup selama acara debat berlangsung.

Konsentrasi massa pendukung masing-masing calon bupati dipisah sedemikian rupa untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan. Para tamu undangan yang hendak masuk arena debat satu per satu mendapatkan pertanyaan berkaitan dengan kartu undangan atau kartu identitas sebagai bukti mereka berhak memasuki arena debat.

Setelah saya masuk ruangan debat, ternyata sudah banyak tamu undangan dan para pendukung setiap calon bupati dan calon wakil bupati. Para pendukung itu terus adu lantang meneriakkan yel-yel dukungan kepada tiga pasang calon bupati dan calon wakil bupati.

Acara memang belum dimulai, tapi “suhu” fanatisme dukungan dan keriuhan teriakan yel-yel semakin meninggi. Saya dan beberapa tamu undangan dari unsur masyarakat (netral) sesekali terbahak-bahak melihat polah tingkah para pendukung yang begitu heroik menunjukkan semangat dukungan.

Saya merasa seperti berada di dekat dengan mesin penggiling beras. Suara-suara para pendukung tersebut saling sahut-menyahut dan adu lantang sehingga memekakkan telinga saya. Keriuhan yang urakan tersebut membuat saya sulit menangkap kata-kata apa yang mereka lontarkan dengan lantang itu.

Kurang lebih pukul 08.00 WIB acara debat putaran ke-2 pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Klaten dimulai. Bertindak sebagai Moderator adalah Sudharto P. Hadi, guru besar di Universitas Diponegoro Semarang,  yang lahir di Klaten. Acara debat dimulai dengan penyampaian visi dan misi setiap pasangan calon bupati dan calon wakil bupati.

Teriakan para pendukung mengurangi kekhidmatan penyampaian visi dan misi tersebut. Teriakan-teriakan para pendukung terus berlangsung hingga acara debat berakhir. Bisa dibayangkan betapa debat itu sangat mirip dengan debat para kusir delman yang sedang menunggu penumpang di pasar.

Debat hanya mengandalkan kelantangan suara tanpa ada substansi yang bisa didapat demi kemajuan Klaten. Sejatinya acara debat untuk memberi kesempatan kepada warga Klaten agar dapat menyaksikan secara langsung kapasitas dan kapabilitas para calon pemimpin mereka, yang akan menjalankan amanat lima tahun ke depan sebagai bupati dan wakil bupati.

Masyarakat Klaten akan bisa menentukan pilihan secara mantap manakala mereka dapat melihat langsung polah tingkah para calon pemimpin mereka di arena debat. Ketika hari pemungutan suara tiba, mereka dapat memilih secara tepat sesuai dengan hati nurani mereka tanpa ada unsur paksaan dan iming-iming materi dari siapa pun.

Ada beberapa media massa, baik cetak maupun elektronik yang meliput, tapi saya sangsi masyarakat Klaten akan menerima informasi secara objektif tentang kapasitas dan kapabilitas masing-masing pasangan calon pemimpin Klaten sesuai dengan kenyataan yang terjadi di arena debat tersebut. [Baca: Sekadarnya]

 

Sekadarnya
Acara debat terkesan hanya sekadar menjalankan tugas yang telah ditetapkan dalam aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa ada niat lebih untuk menyosialisasikan komitmen serta kepiawaian para calon pemimpin dalam mengelola daerah yang akan dipimpin.

Demi memenuhi hak warga Klaten, acara debat seharusnya dapat dinikmati secara langsung oleh warga Klaten tanpa manipulasi informasi dari siapa pun. Selama ini Warga Klaten hanya disuguhi gambar-gambar setiap calon bupati dan calon wakil bupati.

Mereka hanya bisa menakar calon pemimpin mereka lewat gambar dan slogan yang tertempel di depan kantor kelurahan atau di ruang-ruang publik. Masyarakat Klaten tak bisa merekam secara langsung kemampuan para calon pemimpin mereka.

Warga Klaten secara tidak langsung telah mengalami kecurangan proses demokrasi. Informasi dari setiap pasangan calon bupati dan calon wakil bupati sangat minim dan jauh dari harapan warga Klaten. Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya sosialisasi acara debat.

Banyak warga Klaten yang ternyata tidak mengetahui bahwa Senin, 9 November 2015, adalah hari yang penting untuk mereka dalam lakiu menentukan pilihan calon bupati dan calon wakil bupati pada 9 Desember 2015 nanti.

Seperti halnya saya, kalau tidak ada informasi dari teman yang memiliki akses informasi langsung dari KPU Klaten tentu saya sama sekali tidak tahu bahwa pada Senin itu diselenggarakan acara debat calon bupati dan calon wakil bupati.



Demikian juga warga Klaten umumnya. Mereka akan mengetahui informasi tentang acara debat melalui berita-berita yang ditayangkan di media massa sehari setelah debat berakhir. Saya sebagai orang yang bisa hadir di lokasi debat merasa cukup mendapatkan informasi dan indikator menentukan pilihan dengan mantap.

Ada calon bupati yang terlalu bersemangat sehingga omongannya selalu berbelit-belit dan kadang jauh dari substansi persoalan. Ada calon bupati yang terlalu emosional menanggapi lawan debat sehingga terlihat betul arogansi dalam diri calon tersebut.

Ada calon bupati yang tidak bisa lepas dari teks ketika menjawab setiap pertanyaan maupun mengungkapkan pernyataan. Hal-hal seperti inilah sebenarnya yang dibutuhkan warga Klaten agar mereka bisa menentukan pilihan calon pemimpin sesuai dengan nalar kritis mereka.

Sayang, peristiwa dagelan yang tidak lucu tersebut hanya disaksikan oleh sedikit wong Klaten. Hanya beberapa ratusan orang saja dari sekian puluh ribu warga Klaten yang sebenarnya mendapatkan hak yang sama untuk bisa mendapatkan informasi yang jelas dan tepat berkaitan dengan calon pemimpin Klaten.

Entah berapa banyak uang rakyat yang dihabiskan untuk menyelenggarakan acara debat yang, menurut saya, sia-sia ini. Seolah-olah penyelenggara maupun peserta sekadar ingin mendapatkan pengesahan bahwa mereka berdemokrasi secara baik dan benar dengan menjalankan setiap tahap proses pemilihan kepala daerah.

Bahwa mereka sudah menjalankan setiap aturan dalam undang-undang, kemudian mereka sudah menjadi warga negara yang taat dalam berdemokrasi. Semuanya itu, tentu, mengorbankan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi secara transparan dan objektif berkaitan dengan proses pilkada serta informasi ihwal pasangan calon bupati dan calon wakil bupati.

Masyarkat yang telah sedemikian ikhlas (dibodohi) membiayai hajatan demokrasi yang cukup mahal ini, kelak pada 9 Desember 2015 harus bersusah payah mengantre untuk memilih pasangan calon pemimpin yang kurang mereka kenal betul karakternya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya