SOLOPOS.COM - Ginanjar Rahmawan

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (5/7/2017). Esai ini karya Ginanjar Rahmawan, dosen Kewirausahaan dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di STIE Surakarta sekaligus mahasiswa Program Doktor Pengembangan Bisnis Kecil/UMKM di Universitas Sebelas Maret. Alamat e-mail penulis adalah grahmawan@gmail.com. 

Solopos.com, SOLO–Peta ekonomi dunia kini memasuki tahapan keempat. Kreativitas menjadi primadona kekuatan ekonomi. Gelombang pertama kekuatan ekonomi dipegang sektor pertanian. Gelombang kedua didominasi industri.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Gelombang ketiga menjadikan informasi sebagai sektor utama. Gelombang ekonomi kreatif akhir-akhir ini dirasakan berbagai negara. Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang bertumpu pada gagasan-gagasan sebagai pemicu ide yang diproduksi oleh sumber daya manusia.

Sebagai bahan produksi/rawmaterials, ide dan gagasan ini tak akan habis. Ekonomi baru ini mementingkan peran gagasan dan ide sebagai faktor penentu utama dalam produksi. Korea Selatan saat ini sukses menjadikan industri kreatif sebagai penopang ekspor di Asia maupun pasar internasional.

Korean Wave atau Hallyu adalah fenomena industri kreatif Korea Selatan yang melanda seluruh dunia secara besar-besaran. Semenjak krisis ekonomi 1997 pemerintah Korea Selatan memutar otak untuk meingkatkan perekonomian mereka yang saat itu turun lebih dari 20%.

Pemerintah Korea Selatan berkomitmen mengekspor budaya ke dunia melalui perfilman dan musik. Pemerintah Korea Selatan mendorong industri film dan musik negeri itu berproduksi secara besar-besaran dan mengutamakan kualitas yang dipadukan dengan unsur kebudayaan.

Hallyu tak hanya berhenti di film, namun juga berimbas pada fesyen yang diusung di film dengan pemeran artis yang selalu ganteng dan cantik. Korea Selatan juga menggarap musik sebagai komoditas ekspor.

Dampaknya adalah wisatawan berbondong-bondong berkunjung ke Korea Selatan untuk melihat kebudayaan negeri itu dan melihat lokasi pengambilan adegan drama kesukaan mereka. Ini jelas menjadi efek positif pada pendapatan domestik bruto (PDB) Korea Selatan.

Imbasnya adalah tergeraknya sektor lain seperti kuliner, penginapan, dan kerajinan tangan. Kini pendapatan tahunan Korea Selatan sampai Rp1.700 triliun lebih dari sektor ekonomi kreatif.

Malaysia juga memproduksi film animasi yang sangat terkenal di Indonesia, Ipin dan Upin. Beberapa animatornya dari Indonesia. Film animasi ini mejadi pilihan utama anak-anak. Malaysia berhasil menyebarkan kebudayaan Melayu yang kental terdengar pada dialog dalam film yang ditirukan anak-anak kita.

Keberhasilan ini merupakan salah satu upaya pemerintah Malaysia yang membentuk Multimedia Creative Conten Center untuk mendorong animator di Malaysia bersaing di pasar global.

Selanjutnya adalah: Pemerintah Malaysia memberikan pinjaman modal…

Pinjaman Modal

Pemerintah Malaysia memberikan pinjaman modal untuk pelaku industri kreatif sampai Rp7 miliar dengan bunga hanya 5% per tahun tahun. Ini sebagai dukungan nyata bagi industri kreatif di Malaysia.

Jepang lebih dulu unggul menggarap kreativitas bidang animasi. Doraemon adalah salah satu legenda Jepang yang sampai saat ini hidup. Jepang memulai ekonomi kreatif pada 2003. Jepang mengusung “cool Japan”, yaitu usaha untuk menyebarkan budaya Jepang sebagai kekuatan ekonomi baru.

Melalui kementerian ekonomi, perdagangan, dan industri, konsep ”cool Japan” ini dikemas dalam strategi “The Japaness Cultural Industry” pada masa Perdana Mentri Sinzo Abe. Jepang mengenalkan kebudayaannya melalui J-art, J-design, J-tour, J-movie, J-fashion, J-architecture, J-tradition, J-food, dan yang paling utama adalah anime atau manga.

Manga/animasi ini menjadi primadona. Jepang memiliki 3.000 orang pembuat komik anime profesional dan 400.000 orang pembuat komik amatir. Ada 80 judul komik animasi tiap pekan yang diputar di televisi.

Di indrstri musik kita semua familier dengan AKB 48, grup musik perempuan remaja asal Jepang yang sangat fenomenal beberapa tahun lalu. Sampai saat ini peran ekonomi kreatif di Jepang telah menyumbangkan Rp2.000 triliun pada PDB mereka.

Sesungguhnya Indonesia telah menggagas industri kreatif ini sejak 2008 melalui Cetak Biru Pengembangan Industri Keatif di Indonesia yang disusun Kementerian Perdagangan Indonesia yang kala itu dipimpin Menteri Mari Elka Pengestu.

Cetak Biru

Kementerian tersebut menargetkan industri kreatif menyumbangkan 10%-15% PDB Indonesia pada 2015 melalui 16 subsektor, yakni periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video-film-fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan.

Pada pemerintahan periode ke-2 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terjadi perubahan nomenklatur kementerian. Urusan ekonomi kreatif dimasukkan dalam Kementerian Pariwisata pada 2011 dengan nama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Harapannya bisa fokus menggarap ekonomi kreatif yang berdampak pada pariwisata. Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo ekonomi kreatif semakin mendapat perhatian khusus dengan munculnya Badan Ekonomi Kreatif pada 2015.

Selama 2010-2015 tercatat sumbangsih ekonomi kreatif pada PDB Indonesia naik 7%-10% per tahun. Sumbangsih ekonomi kreatif naik dari Rp525,96 triliun menjadi Rp642,96 triliun pada 2016. Tiga subsektor jadi unggulan, yaitu makanan/kuliner 32,4%, mode/fesyen 27,9%, serta kerajinan 14,88%.

Total sumbangsih ekonomi kreatif terhadap PDB Indonesia saat ini 7%-8%, masih sangat jauh dari target cetak biru pengembangan ekonomi kreatif, yaitu 15%.  Saya menilai ada tiga strategi yang bisa diandalkan. Saya menyebutnya Triple C-ABG.

Pertama, pemerintah berperan sebagai creative government. Kedua,  sektor swasta/bisnis berperan sebagai creative business. Ketiga, kampus berperan sebagai creative academic.

Pemerintah bisa melakukan tiga langkah. Pertama, yaitu membuat regulasi yang berorientasi ekonomi kreatif. Untuk meningkatkan daya saing perusahaan yang bergerak di bidang industri kreatif yang masih pemula, pemerintah bisa memberikan regulasi pembebasan pajak selama dua tahun dan mempermudah izin pendirian perusahaan

Dengan regulasi yang memihak ekonomi kreatif akan terbentuk ekosistem ekonomi kreatif yang berkembang. Kedua, pemerintah memberikan creative support berupa infrastruktur yang memadai seperti tersedianya Internet yang murah, berkecepatan tinggi, dan merata sampai ke daerah. Basis industri kreatif ini memanfaatkan teknologi sebagai faktor leverage dalam bisnis.

Ketiga, pemerintah menjadi creative mover, yaitu penggerak pelaku industri kreatif. Pemerintah menajamkan arah pengembangan ekonomi kreatif dengan salah satu subsektor yang bisa menjadi competitive advantages Indonesia.

Selanjutnya adalah: Fokus pengembangan subsektor film drama…

Film Drama



Ini sama halnya dengan pemerintah Korea Selatan yang memfokuskan pengembangan pada subsektor film drama. Peran swasta atau kalangan bisnis dapat dilakukan melalui dua hal.

Pertama, menjadi perusahaan kreatif dengan merekrut orang-orang kreatif. Dengan menjadi perusahaan yang merekrut orang-orang kreatif tentu akan menjadi wadah atau kesempatan bagi orang kreatif untuk menyalurkan kreativitas.

Jangan sampai orang-orang kreatif Indonesia justru bekerja di perusahaan luar negeri karena kreativitas mereka tidak dihargai di Indonesia. Kedua, dunia bisnis juga sebagai creative creator. Perusahaan harus memulai membuat produk atau jasa yang kreatif.

Sebagai contoh sama-sama berjualan ayam geprek, namun dengan penambahan kreativitas seperti menu ayam geprek mozarella dapat meningkatkan pendapatan.

Kampus atau dunia pendidikan dapat menjalankan tiga strategi dalam meningkakan ekonomi kreatif. Pertama, kampus memiliki creative curriculum. Dunia pendidikan memasukkan industri kreatif ke dalam kurikulum.

Praksisnya bisa dengan mengadakan mata kuliah manajemen kreatif, periklanan kreatif, desain kreatif, dan lainnya yang silabusnya mengandung peningkatan pencapaian pembelajaran berupa kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia bisnis/industri kreatif.

Universitas Esa Unggul, misalnya, membuka Fakultas Desain dan Industri Kreatif. Universitas Dian Nuswantoro membuka program S1 Terapan Perfilman yang sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia level 6.

Kampus ekonomi diharapkan dapat memasukkan industri kreatif seperti creative marketing yang mengajari mahasiswa menyusun guireilla marketing (gerilya pemasaran) yang sedang populer untuk bisnis kecil karena relatif berbiaya murah.

Kedua, kampus mengadakan creative learning. Kampus menggunakan pendekatan kreatif dalam perkuliahan, jangan hanya tatap muka. Mahasiswa dikembangkan aspek psikomotoriknya dengan kegiatan praktik langsung di industri kreatif.



Creative learning ini akan memicu siswa selalu membuat hal kreatif dan berani, berani melakukan hal kreatif, dan menjadi tidak tabu berkreativitas. Ketiga, kampus sebagai pengembangan creative research. Kampus sebagai pusat penelitian ekonomi kreatif dan melahirkan penelitian yang kreatif.

Penelitian tidak berakhir pada laporan penelitian saja. Kampus punya tanggung jawab membuat penelitian kreatif yang mendapat paten atau hak atas kekayaan intelektual dari output penelitian tersebut.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya