SOLOPOS.COM - A. J. Susmana (Istimewa)

Gagasan Solopos, Sabtu (20/2/2016), ditulis A.J. Susmana. Penulis adalah alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada dan Anggota Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat.

Solopos.com, SOLO – Integrasi ekonomi masyarakat Asia Tenggara sudah dimulai. Yang khawatir tinggallah khawatir. Berbagai catatan negatif berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang digagas lebih dari 10 tahun yang lalu oleh para pemimpin ASEAN bagi kemajuan kepentingan nasional sudah banyak disampaikan.

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Integrasi ekonomi itu tidak didasarkan pada solidaritas yang memungkinkan setiap negara yang bergabung di dalamnya bisa saling  mengembangkan kemampuan kreatif, tetapi lebih pada perluasan kapital atau perdagangan sehingga yang berkapital besarlah yang akan terus hidup dan mengambil keuntungan.

Integrasi ekonomi Asia Tenggara dalam pasar tunggal bernama MEA itu dikhawatirkan akan semakin menghancurkan kemampuan kreatif Indonesia dalam berproduksi dan membangun ekonomi nasional yang selama ini bisa dikatakan tak beranjak dari pola perekonomian tinggalan zaman kolonial.

Kita masih menjual bahan-bahan mentah ke luar negeri dan membanjiri pasar dalam negeri dengan barang-barang konsumsi dari luar negeri, termasuk garam dan rokok, karena garam dan rokok kita dianggap tidak baik bagi kesehatan.

Pembangunan infrastruktur tampaknya tidak untuk memperkuat industri dasar yang memungkinkan kita mengolah sumber daya alam kita sendiri sebagaimana konsepsi Pasal 33 UUD 1945, tetapi lebih pada membangun ruang bagi kecepatan alat transportasi alias pengangkutan barang-barang impor dan ekspor.

Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang (diharapkan) akan memunculkan kota-kota baru itu (di sepanjang jalur kereta cepat itu) mengingatkan kita pada pembangunan jalan raya Anyer–Panarukan pada era kekuasaan Daendels.

Jalan itu dibangun untuk mempercepat pengangkutan logisitik dan tentara dalam rangka melawan Inggris.  Tentu tidak ada yang bisa disalahkan bila kemudian  setiap  individu atau negara yang tergabung dalam ASEAN ingin memperoleh kemajuan ekonomi dan memandang MEA sebagai peluang.

Di sini peranan pemerintah diperlukan. Pemerintah harus semakin serius melatih tenaga produktif nasional dan memperkuat industri nasional agar di dalam pasar tunggal MEA itu rakyat Indonesia tidak hanya menjadi penonton dan kuli di antara bangsa-bangsa ASEAN.

Secara historis pengintegrasian kehidupan ekonomi di Asia Tenggara selalu diusahakan apalagi mengingat, misalnya, luasnya Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit  yang meliputi sebagian besar wilayah negara-negara yang bergabung dalam ASEAN saat ini.

Begitulah secara geopolitik yang kemudian dikenal wawasan Nusantara sebagai cara memandang kehidupan kenasionalan dalam berbagai segi seperti  ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan.

Dalam konsepsi inilah bisa dipahami jika kemudian muncul gagasan ekpedisi Pamalayu dari Kertanegara dalam rangka membendung ekspansi Khu Bilai Khan demi  mengamankan dirinya sendiri, Kerajaan Singasari,  dan Nusantara sebagai benteng luar dan ajakan persatuan melawan kemungkinan penaklukan dan penjajahan bangsa-bangsa di Nusantara. [Baca selanjutnya: Tidak Mengejutkan]Tidak Mengejutkan

Dengan begitu terbentuknya MEA  bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dalam hal tertentu pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa siap atau tidak siap kita harus menghadapi MEA tanpa takut tetapi dengan sikap optimistis bisa dibenarkan.

Diberlakukannya pasar tunggal di Asia Tenggara dengan kurang lebih 600 juta penduduk di dalamnya itu memungkinkan berbagai segi peluang kehidupan di Asia Tenggara bisa dikembangkan lebih optimal.

ASEAN yang bersepakat mewujudkan pengintegrasian kerja sama ekonomi ASEAN dalam pasar tunggal itu dalam kenyataannya mempunyai perbedaan yang tajam dalam latar budaya politik maupun kebudayaan.

Vietnam yang tidak fobia dan tidak alergi dengan kosa kata dan atribut komunisme itu barangkali bisa mencairkan fobia komunisme di Asia Tenggara. Malaysia dengan kebudayaan Islam dan Melayu, Filipina dengan kekatolikan, dan Thailand dengan kebudhaannya tentu bisa memberi suasana berbeda.

Semua perbedaan ini bisa  dicairkan dalam rangka titik temu pencapaian ekonomi maju atas nama komunitas Asia Tenggara. Ini sesuatu yang mungkin tetapi dengan tanda tanya besar.

Kita selalu melihat dalam sejarah bagaimana penyatuan dan usaha bersatu di Asia Tenggara selalu diusahakan. Dalam kerangka itu bahkan menghasilkan bahasa pergaulan (lingua franca) yang sederhana untuk saling berhubungan, saling mengerti, dan menyebarkan kerohanian yang bagi kita, bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa pergaulan itu,  kemudian menjadi bahasa nasional kita: bahasa Indonesia.

Di dalam MEA, bahasa Indonesia yang egaliter, indah, mudah, dan sederhana itu menemukan tantangan untuk hidup dan berkembang. Setiap pekerja dan pelajar Indonesia bisa menjadi utusan dari keindahan bahasa Indonesia dan setiap orang asing yang bekerja di Indonesia berpeluang memahami bahasa dan sastra Indonesia.

Dengan begitu bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa persatuan komunitas Asia Tenggara. Guru-guru bahasa Indonesia tentu mendapat peluang berjalan-jalan yang semakin jauh. Tantangannya tentu tidak mudah. Guru bahasa Indonesia itu juga harus bisa menguasai bahasa Inggris.

Pada hari ini, bahasa Inggris mendapatkan tempat di Asia Tenggara sebagai bahasa pergaulan modern. Semua pojok tempat, termasuk di Indonesia, menawarkan jasa untuk melatih lidah Melayu Anda agar bisa juga bersilat lidah ala Eropa, khususnya berbahasa Inggris.

Walau begitu, bahasa Indonesia tidak perlu berkecil hati berhadapan dengan bahasa Inggris di Asia Tenggara. Dari sejarah bahkan bahasa Melayu tidak takluk terhadap bahasa Arab.

Pada masa keemasannya ketika sampai di Asia Tenggara, penyebaran Islam tidak menggunakan bahasa Arab 100%, tetapi juga menggunakan bahasa Melayu. Kita juga mengenal naskah dan kitab-kitab bertuliskan huruf  Arab tapi berisikan bahasa Melayu. Bahasa Indonesia sangat mungkin diberdayakan menjadi bahasa utama MEA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya