SOLOPOS.COM - Muhammad Taufiq, Pemerhati Sepak Bola, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS. (FOTO/Istimewa)

Muhammad Taufiq, Pemerhati Sepak Bola, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS. (FOTO/Istimewa)

Orang meninggal dalam kejadian apa pun adalah peristiwa biasa. Namun jika yang meninggal adalah orang asing dan dalam posisi kontrak kerja yang belum dilunasi tentu bukanlah persoalan biasa. Melainkan sudah menjadi perkara hukum, sebab ia datang dan bekerja pada pihak yang menaunginya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal tersebut tertuang jelas dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, khususnya Pasal 35 dan 186 karena tidak adanya perlindungan dan jaminan kesehatan sejak rekrutmen hingga kontrak berakhir. Terbukti orang itu meninggal dunia dalam keadaan terlunta-lunta sehingga alih-alih mendapat asupan gizi yang layak, untuk bayar indekos pun ia tidak mampu.

Peristiwa mengharukan itu sekarang tengah menimpa Diego Mendieta yang meninggal dunia, Senin (3/12) malam, di RS dr Moewardi Solo. Atlet meninggal di Tanah Air sudah lumrah. Namun yang menimpa Diego tentu berbeda, sebab ia adalah pemain bola profesional asing dan meninggal dalam posisi pihak yang mempekerjakannya masih menunggak gaji. Dengan demikian tentu saja tidak cukup kita hanya mengucap duka atau menyesalkan peristiwa itu. Sebagai bangsa yang beradab kita tentu saja memiliki kewajiban untuk memenuhi apa yang menjadi hak Diego. Saat Diego meninggal dunia Persis Solo versi PT Liga Indonesia memiliki tunggakan sebesar Rp120 juta. Soal menunggak tampaknya hampir semua pemain pernah mengalaminya. Selain badan hukum sepak bola kita tidak profesional, banyak di antaranya yang memang tidak memiliki manajemen yang bagus sehingga tidak mampu memenuhi secara utuh gaji pemain saban bulannya.

Ekspedisi Mudik 2024

Pihak Mendieta sudah berulang kali menagih haknya kepada manajemen Persis Solo. Namun bisa diduga hampir semua klub sepak bola Tanah Air menggantungkan pendapatan dari dana APBD. Pascadilarangnya klub dibiayai APBD, tentu klub tak cukup memiliki uang untuk menggaji pemain ekspatriat seperti Diego. Nasib Diego memang tidak sebaik mereka yang memperoleh hak kewarnegaraan istimewa (naturalisasi). Pemain naturalisasi tentu mendapat perhatian dari pemerintah (PSSI) sejak ia datang hingga kembali ke klub asal. Pesepak bola seperti Diego bahkan tak malu bermain di pertandingan antar kampung (tarkam) untuk menyambung hidupnya. Ada yang lebih parah. Pemain Persibo Bojonegoro rela mengemis di jalan karena gaji mereka juga tidak dibayar.

Aspek Hukum

Apa pun profesi mereka sepanjang pekerjaan itu halal dan dibolehkan di Tanah Air, siapa pun pekerja itu dan siapa yang mempekerjakan ia akan tunduk pada undang undang yakni Undang Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Undang undang itu selain mengatur syarat-syarat mempekerjakan tenaga asing, juga mengatur hak dan kewajiban bagi tenaga kerja asing. Termasuk tentu saja sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Dalam UU No 13/2003 pada Pasal 35 ayat (2) disebutkan :pelaksanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja.

Pada ayat (3), pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Dari ketentuan di atas jelas bahwa Diego Mendieta tidak mendapatkan itu semua, yakni jaminan kesehatan, keselamatan apalagi kesejahteraan. Terbukti hingga mengembuskan napas terakhir, eks striker Persis Solo versi PT Liga Indonesia itu belum menerima haknya berupa gaji atau atau sisa kontrak kerja sebesar Rp120 juta.

Dengan sendirinya ia tidak mampu memperoleh pengobatan yang layak. Dalam posisi demikian uluran tangan untuk membayar biaya pengobatan dan biaya pemulangan tentu saja patut disambut baik. Tetapi menurut hemat penulis,uluran bantuan itu barulah bersifat sosial, belum merupakan pemenuhan haknya secara profesional sebagai pemain, seperti yang diatur dalam UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sebagai tenaga kerja asing yang bekerja dalam dunia sepak bola tentu saja ia harus memperoleh apa yang menjadi haknya. Yakni pemenuhan gaji dan juga sederet kesejahteraan termasuk di dalamnya berhak mendapatkan layanan kesehatan. Jadi sungguh tragis jika untuk bayar rumah sakit saja ia harus berutang. Karena itu semua menjadi kewajiban pihak yang menaunginya, yakni Persis Solo dan PT Liga Indonesia.

Tampaknya sebagai bangsa yang beradab dan kerap merasa gerah manakala TKI atau TKW kita diperlakukan sewenang-wenang di negara jiran, kita tentu saja harus peduli dan tidak boleh menyepelekan hak-hak tenaga kerja asing, sebagaimana Diego di Persis Solo. Agar tidak berulang pada pemain bola lainnya, termasuk pemain bola lokal, tindakan hukum sebagai shock teraphy pada pengelola sepak bola Tanah Air perlu diberlakukan.

Dalam UU No 13/2003 jelas ada sanksi bagi pelanggarnya. Pada Pasal 186 ayat (1) jelas menyebut barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan atau denda paling sedikit Rp10 juta atau paling banyak Rp400 juta.

Jika melihat kronologi meninggalnya Diego Mendieta, patut diduga Pengurus Persis Solo yang mempekerjakan Diego dan direktur PT Liga Indonesia selaku penyelenggara kompetisi layak dihukum karena telah lalai memberikan hak-hak seorang pekerja sepak bola seperti Diego Mendieta sehingga ia sakit dan meninggal dalam kondisi tidak dipenuhi hak-haknya. Pasoepati dan siapa pun bisa melaporkan kasus ini ke kepolisian karena kasus ini sudah masuk ranah pidana dan sifatnya bukan delik aduan. Artinya siapa pun yang mengetahui kejahatan atau pelanggaran itu boleh melaporkannya.

 

Muhammad Taufiq,

Pemerhati sepakbola,Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya