SOLOPOS.COM - Heri Priyatmoko

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (27/11/2017). Esai inikarya Heri Priyatmoko, dosen Sejarah di Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Alamat e-mail penulis adalah heripri_puspari@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO–Menarik menyimak esai Bandung Mawardi berjudul Mengenang (Pendidikan) Guru (Solopos, edisi 24 November 2017). Disodorkan fakta berharga bahwa Solo tercatat sebagai pemula dalam pendidikan guru secara modern berkurikulum khas Eropa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kota Solo sebagai lokasi awal pendidikan guru di tanah jajahan memicu perdebatan berkaitan nalar tradisional, bahasa, pertumbuhan kota, dan identitas kejawaan. Para murid di Kweekschool banyak berasal dari luar kota.

Diuraikan pula di tengah geliat Jawa dan modernitas Eropa, para peserta didik berpikiran menjadi guru dengan mempelajari ilmu-ilmu baru atau asing. Esai ini hendak menambahkan fakta berharga yang terkunci dalam lemari sejarah.

Selain pionir mendirikan sekolah guru berbasis kurikulum Eropa, Solo juga merupakan kota pertama dan terdepan dalam membangun pendidikan multikultur di Indonesia periode kolonial.

Keragaman budaya Indonesia diajarkan lewat lembaga Algemmene Middelbare School (AMS) yang setaraf dengan sekolah menengah atas. Ing taoen 1925 wonten kabar ramé bilih ing Soerakarta badhé wonten AMS. Badhé wontenipoen AMS ing Soerakarta, jektosan. Directeuripoen inggih poenika toewan Dr. W.F. Stutterheim, sampoen dating.

Ekspedisi Mudik 2024

Selanjutnya adalah: Demikian tulisan guru cum pengarang sastra Jawa

Tulisan Guru

Demikian tulisan guru cum pengarang sastra Jawa, Yasawidagda, dalam Serat Pengetan Gesangipun Jasawidhagdga (1950). Dipilihnya Solo sebagai lokasi AMS klasik Timur amat tepat mengingat kawasan Solo dan sekitarnya kaya tinggalan leluhur.

Ada serat-serat kuna, candi, artefak, keraton, hingga perpustakaan. Semua tersedia di kota pewaris tertua dinasti Mataram Islam ini. Artinya, guru dan siswa setiap saat dapat langsung bertemu dengan objek yang dipelajari di kelas.

Stutterheim juga menempelkan julukan ”surga situs arkeologi” pada Solo. Kala itu gairah intelektual di Kota Solo begitu subur yang ditandai aktivitas intelektual dan karya pujangga, aneka koran yang terbit, dan gerakan politik yang dinamis.

Surat kabar Het Nieuws van Den Dag (29 Agustus 1926) menurunkan berita pendek berjudul Dr. Sutterheim. Jurnalis mewartakan pemerintah mengangkat Stutterheim sebagai Dewan Direksi untuk Afdeeling Oostersch Letterkundige (Seksi Ilmu Sastra Timur) AMS Solo pertengahan 1926.

Ia dari Oudheidkundigen Dienst (Dinas Kepurbakalaan), doktor dalam Oostersch Letteren (Sastra-sastra Timur). Seraya menanti pendaftar, kerja pertama Stutterheim ialah mencari tempat kegiatan belajar mengajar.

Yasawidagda mencatat: Tata-tata pados grija séwan, angsal tilas grijanipoen babah Major Be Kwat Koen ing Mesèn. Setiap bagian AMS punya mata pelajaran khusus sesuai hakikat bagian itu.

Selanjutnya adalah: AMS bagian AI mencakup bahasa Jawa

Bahasa Jawa

AMS bagian AI sastra klasik Timur mencakup bahasa Jawa, arkeologi, etnologi Indonesia, fisika, kimia, menggambar tangan, dan bahasa Jerman, sedangkan bahasa Prancis dijadikan elektif.

Murid di AMS bagian AII sastra klasik Barat dicekoki pelajaran serupa bagian klasik Timur dengan bahasa Latin sebagai pengganti bahasa Jawa ditambah arkeologi serta tata buku.

Kalau dari HIS dan MULO siswa melihat dunia dari sudut Kristen, pandangan siswa AMS Solo diperluas lagi dengan sudut Islam, Hindu, dan Buddha karena dalam mata pelajaran tentang kultur bangsa Indonesia tidak bisa diabaikan pelajaran tentang Islam, Hindu, dan Buddha.

Kesusastraan Jawa dan Melayu juga tidak lepas dari ketiga pelajaran itu. Siswa AMS Solo bernama Panut lantas gandrung sejarah Islam, filsafat Hindu, dan pelajaran Sang Buddha Gautama. Sejarah candi, pertapaan, dan gunung bagi siswa tambah jelas.

Semuanya peninggalan nenek moyang yang berharga serta memandang tradisi kuno tidak perlu dibuang tanpa pengganti yang lebih baik atau lebih bermanfaat. Ini suatu pandangan hidup yang baru bagi Panut (Soewidji, 1973).

Keterangan Panut ini menunjukkan AMS Solo mengajak peserta didik mengapresiasi khazanah budaya yang diwariskan leluhur bangsa Indonesia. Kurikulum tersebut membawa pengaruh kuat dalam diri siswa pada kemudian hari.

Selanjutnya adalah: Pengakuan Sutan Takdir Alisjahbana

Pengakuan

Saya nukilkan pengakuan Sutan Takdir Alisjahbana (1979) tentang karakter dua sahabat yang juga alumni AMS Solo, yakni Armijn Pane dan Amir Hamzah. Armijn Pane lebih bersifat ahli teori dan mengusung konsep atau istilah modern dalam kerja pembaruan sastra Indonesia.

Ia jelas dipengaruhi sastra Barat, utamanya sastra Belanda selepas perang dunia pertama. Amir Hamzah menyatakan kebangkitan kesusastraan Indonesia adalah sambungan kesusastraan Melayu atau sekurangnya kesusastraan lama Indonesia.

Amir Hamzah tidak terbuai pengaruh Barat meski rata-rata pengajar AMS adalah orang Eropa. Para dwija (guru) tidak menempatkan kebudayaan Timur lebih rendah ketimbang peradaban Barat.

Warisan kakek moyang dikaji secara kritis dan dihormati. Mereka diajak gandrung dan membedah kebudayaan mereka sendiri, bukan kebudayaan impor dari Eropa.

Guru AMS Solo melalui kurikulum secara implisit mengajarkan tentang multikulturalisme. Dadang Supardan (2008) menerangkan multikulturalisme meliputi suatu pemahaman, penghargaan, dan penilaian atas budaya seseorang dan juga penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.

Selanjutnya adalah: Penilaian terhadap keragaman budaya



Keragaman Budaya

Penilaian terhadap keragaman budaya orang lain bukan berarti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan itu, melainkan melihat kebudayaan tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi para anggotanya sendiri.

Kata kunci dalam multikulturalisme adalah pengakuan adanya perbedaan dan penghargaan, dua kata yang selama ini sering dikontraskan. Stutterheim mencontohkan materi sejarah Indonesia kuno mengenai arti seni bangunan dan seni pahat dua gapura bersayap dari kebudayaan Islam di Desa Sendangduwur.

Dua gapura itu masing-masing berada di pelataran sebelah barat dan utara masjid yang dibangun pada 1585 M. Dua gapura itu punya sayap. Dari kacamata sejarah seni bangunan dan seni pahat, Stutterheim mengatakan sayap atau lar dapat kita hubungkan dengan gambaran matahari, burung matahari, dan burung garuda.

Dalam kesusastraan Jawa, Ardjuna Sasrabahu, gapura bersayap ini dipersamakan dengan burung garuda yang tengah terbang di angkasa. Bisa pula terkait dengan gambaran meru alias gunung rumah para dewa (Uka Tjandrasasmita, 1964).

Lewat materi tersebut, Stutterheim membuka pemahaman pembaca dan siswa bahwa penting mempelajari kebudayaan Indonesia kuno karena berkesinambungan dan dicomot kebudayaan selanjutnya (Islam).

Selanjutnya adalah: Ada harmoni yang tersembul dalam artefak ini



Harmoni

Ada harmoni yang tersembul dalam artefak itu. Sejarah Indonesia masih merangkul unsur-unsur lama. Cara pandang ini kentara sekali memengaruhi murid-murid AMS, misalnya Muhammad Yamin.

Ia menjelaskan Indonesia sukar dilepaskan dari simbol kerajaan di Nuswantara. Contohnya dalam pencarian lambang negara. Yamin menggandeng Ki Hadjar Dewantara menelusuri situs purbakala dan mempelajari kesusastraan kuno di beberapa wilayah Indonesia.
Mereka menemukan sosok burung Garuda di Candi Kidal, Candi Prambanan, dan Candi Mendut. Dengan guru yang jempolan dan kurikulum berbasis keragaman budaya Indonesia, AMS Solo sukses memengaruhi arus pemikiran besar alumni seperti Yamin, Armijn Pane, Amir Hamzah, Achdiat Karta Mihardja, Tjan Tjoe Siem, R Prijono, Amin Soedoro, dan R.L. Soekardi.

Mereka bukan hanya giat membenihkan nasionalisme Indonesia dan giat menggoreskan pena, namun juga peduli dan mengembangkan keragaman budaya Nusantara sebagai aset sekaligus identitas bangsa, tidak malah menunding itu musyrik atau klenik.

 

 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya