SOLOPOS.COM - Thontowi Jauhari thontowi.jauhari@gmail.com Mantan Anggota DPRD Kabupaten Boyolali

 

 Thontowi Jauhari thontowi.jauhari@gmail.com Mantan Anggota DPRD Kabupaten Boyolali


Thontowi Jauhari
thontowi.jauhari@gmail.com
Mantan Anggota DPRD
Kabupaten Boyolali

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Rembug Soloraya pada 21 Desember 2013 lalu yang diadakan oleh Harian Solopos bekerja sama dengan Hotel Horison Gambir Anom, Ngemplak, Boyolali, dengan tema Mengembangkan Airport City di Kawasan Bandara Adi Soemarmo perlu ditindaklanjuti para pemangku kebijakan.

Kepala daerah dan DPRD se-Soloraya bersama PT Angkasa Pura dengan difasilitasi Gubernur Jawa Tengah perlu duduk bersama untuk membuat platform pengembangan kawasan bandara tersebut. Konsep termutakhir kawasan bandara tidak hanya berfungsi sekadar tempat beroperasinya maskapai penerbangan.

Peran bandara telah bergeser menjadi pintu gerbang perekonomian, penunjang kegiatan pariwisata, perdagangan, serta simpul dalam jaringan transportasi. Model bisnis bandara telah bertransformasi dengan menerapkan konsep airport city yang memberikan berbagai macam pelayanan yang tidak hanya terbatas untuk penerbangan, namun juga memberikan pelayanan  kegiatan bisnis.

Konsep airport city menjadi relevan untuk dikembangkan agar Bandara Adi Soemarmo bisa menjadi pusat kegiatan perekonomian terpadu; di dalamnya terdapat berbagai fasilitas yang terintegrasi untuk melayani kebutuhan warga kota seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen, gedung pertemuan, tempat hiburan, pusat rekreasi, dan sebagainya.

Akses menuju bandara juga harus dibangun karena kebutuhan infrastruktur jalan yang memadai, dan terkoneksi dengan seluruh pusat keramaian se-Soloraya. Jika itu terealisasi, akan terwujud kawasan bandara dan sekitarnya sebagai kota satelit Kota Solo. Saya mengusulkan dengan  nama Kota Solo Barat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kota satelit adalah: (1) kota baru yang dibangun di dekat atau di pinggir sebuah kota besar dalam rangka peluasan kota; (2) kota yang terletak di pinggir atau berdekatan dengan kota besar, yang secara ekonomis, sosial, administratif, dan politis tergantung pada kota besar itu.

Dalam ensiklopedia terbuka Wikipedia, kota satelit adalah kota kecil di tepi sebuah kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, tetapi sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter (orang yang pulang pergi setiap hari untuk bekerja) dari kota besar tersebut. Misalnya, Depok adalah sebuah kota satelit Jakarta.

Tiga Alasan

Mengapa Bandara Adi Soemarmo perlu dikembangkan menjadi airport city? Setidak-tidaknya ada tiga alasan yang perlu disampaikan. Pertama, Kecamatan Ngemplak, Boyolali–daerah di mana Bandara Adi Soemarmo berada—secara alamiah akan tumbuh menjadi kawasan perkotaan dan menjadi salah satu daerah perluasan Kota Solo.

Ditinjau dari sisi demografis, pertumbuhan penduduk Ngemplak termasuk yang tertinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lain di Boyolali. Bagi para pekerja di Kota Solo, Ngemplak menjadi salah satu daerah alternatif yang menarik untuk tempat tinggal: dekat dengan Solo, bebas banjir,  dan ketersediaan air yang cukup.

Kedua, daerah dekat bandara, yakni Desa Denggungan, Kecamatan Banyudono, Boyolali direncanakan menjadi titik temu jalan tol Solo-Semarang, Solo-Jogja, dan Solo-Ngawi. Artinya, daerah sekitar bandara akan menjadi daerah yang menarik untuk investasi dan perumahan. Daerah-daerah sekitar titik temu jalan tol  dan bandara akan bergeliat dan tumbuh, yang meliputi daerah perbatasan Solo, Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali.

Ketiga, Ngemplak memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daerah industri wisata. Ngemplak punya waduk peninggalan penjajah Belanda, yakni waduk Cengklik. Waduk Cengklik perlu direvitalisasi. Pengerukan sedimentasi menjadi keharusan guna meningkatkan volume air yang kemudian dihitung dan (bisa) dijual ke PDAM Solo, di samping untuk kepentingan irigasi pertanian dan perikanan.

Waduk ini harus dikembangkan dengan desain sebagai industri wisata yang tidak terpisahkan dengan airport city. Melihat tiga alasan tersebut, mengembangkan kawasan Bandara Internasional Adi Soemarmo menjadi airport city mempunyai dasar pijakan, meski tidak secara utuh menjiplak konsep airport city seperti yang dikenalkan kali pertama oleh John D. Kasarda.

Airport leaves the city, the city follows the airport, and the airport becomes a city tidak berlaku untuk  pengembangan  Bandara Adi Soemarmo menjadi airport ciy, karena konsep pengembangan ini tidak bermaksud merelokasi bandara.

 

Egoisme Daerah

Yang dibutuhkan dari seluruh kepala daerah dan DPRD se-Soloraya adalah komitmen mereka untuk mengembangkan Soloraya secara bersama-sama, dengan menanggalkan egoisme daerah yang acap kali justru kontra produktif.

Tuntutan perubahan nama Bandara Internasional Adi Soemarmo Solo menjadi Bandara Adi Soemarmo Boyolali hanya karena alasan lokasi bandara berada di wilayalah administratif Pemerintah Kabupaten Boyolali yang mengemuka beberapa waktu lalu adalah salah satu tanda masih kentalnya aroma egoisme itu.

Padahal, kalau pun bandara itu telah dinamakan dengan kata ”Boyolali”, apa nilai tambah yang diperoleh Boyolali secara ekonomi? Dipastikan tidak ada. Sebaliknya, pemerintah daerah se-Soloraya justru perlu ”mengeksploitasi” nama Solo untuk kepentingan dan keuntungan bisnis.

Nama Solo itu lebih ”menjual” secara ekonomi. Pencitraan dan pelabelab suatu daerah dengan ”meminjam” nama Solo akan menjanjikan keuntungan bisnis. Keberadaan Solo Baru, meski secara wilayah yuridis ada di Kabupaten Sukoharjo, namun de facto itu menjadi bagian dari Kota Solo secara bisnis, sehingga Solo Baru berkembang menjadi sentra ekonomi.

Kalau saja pengembangan sentra bisnis  tersebut tidak menggunakan nama Solo, dipastikan daerah tersebut tidak sukses tumbuh seperti saat ini. Pengembangan kota satelit Soloraya di daerah Bandara Adi Soemarmo dan sekitarnya dengan ikon airport city tentu harus dengan nama ”Solo”, sehingga rasa ”memiliki” itu juga dirasakan seluruh warga Soloraya.

Seperti yang dikatakan pakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta, Anton A. Setyawan, sinergi untuk mewujudkan mimpi Kota Solo Barat di kawasan Bandara Adi Soemarmo tersebut gampang diomongkan, namun sukar diwujudkan. Egoisme sektoral dan visi pemimpin politik lokal menjadi salah satu kendalanya.

Ketika Bupati Boyolali mengotot merencanakan merelokasi kantor  pemerintah kabupaten, saya pun mengotot menolaknya. Ketika itu saya beralasan dana ratusan miliar rupiah itu lebih baik digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, termasuk di dalamnya pembangunan infrastruktur jalan.

Jika saja usulan saya tersebut diterima dan dana ratusan miliar rupiah tersebut untuk stimulasi pembenahan infrastruktur jalan di kawasan Bandara Adi Soemarno maka mimpi Boyolali mempunyai Kota Solo Barat itu sudah ada di depan mata.

 

 

 

 

 

 

 



 

 

 

 

 

 

 







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya