SOLOPOS.COM - Profesor Jay K. Rosengard, Adjunct Lecturer Harvard Kenedy School. (Istimewa)

Solopos.com, BALI — Inklusi keuangan menjadi salah satu isu prioritas yang dibahas dalam sesi diskusi “Peran BUMN dalam memperluas Keuangan Inklusif” pada Trade Investment & Industry Working Group (TIIWG) Road to G20: SOE International Conference di Bali, Senin (17/10/2022).

Upaya mewujudkan inklusi keuangan dibahas bersama oleh perwakilan negara-negara G20, pemerintahan, pimpinan perusahaan BUMN, hingga akademisi maupun peneliti.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Profesor Jay K. Rosengard, Adjunct Lecturer Harvard Kenedy School, mengapresisasi kontribusi besar PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI sebagai BUMN dalam mendorong dan menciptakan inklusi keuangan dan serta dalam penerapan ESG di Indonesia.

Kontribusi tersebut tidak semata-mata datang tiba-tiba, namun merupakan buah dari upaya panjang BRI memberdayakan UMKM sebagai backbone utamanya bisnisnya.

“Dua dekade lalu, ketika teknologi dalam pertanian mulai merambah, BRI berperan aktif dalam membiayai pembelian beras, pupuk, pestisida serta biaya hidup tunjangan selama masa transisi dan edukasi yang diupayakan bersama pemerintah,” kata dia.

“Dan ini didorong ke BRI dalam program yang disebut “Bimas [Bimbingan Massal]”, program bimbingan massal, dan ini adalah awal atau cikal bakal microbanking secara nasional di BRI. Dan apa yang terjadi dari waktu ke waktu adalah petani mengadopsi teknologi baru dan membentuk perspektif revolusi hijau. Ini adalah kesuksesan yang luar biasa, Indonesia berubah dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi pengekspor beras bersih dalam waktu sekitar satu generasi, 20 tahun,” ungkap Jay.

Baca Juga: BUMN Lokomotif Agen Pembangunan, BRI Dorong Pertumbuhan Domestik Lewat UMKM

Jay membeberkan pembiayaan yang disalurkan BRI merupakan pendorong utama produktivitas pelaku UMKM.

“Adopsi teknologi ini sangat meningkatkan produktivitas petani yang tentu saja meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Tetapi semua hal tersebut tidak mungkin terjadi bila tidak ada pembiayaan dari BRI untuk meningkatkan produktivitas mereka,” terang Jay.

Dua puluh tahun lebih berselang, BRI telah tumbuh menjadi bank dengan aset terbesar serta penyalur utama kredit UMKM di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan proporsi kredit UMKM di BRI yang sudah mencapai 83% dari total kredit atau setara Rp920 triliun pada kuartal II-2022.

Komitmen BRI dalam sisi pembiayaan juga ditunjang oleh implementasi ESG yang unggul sehingga BRI dapat terus tumbuh berkelanjutan untuk menumbuhkembangkan UMKM.

Baca Juga: Cerita Nasabah tentang Program BRI Menanam: Lingkungan Hijau & Cuan Mengalir

“BRI merupakan contoh dari suksesnya green revolution. BRI juga dapat saya katakan sebagai world’s biggest & most successful profitable microbanking. It’s a great untold story. BRI dapat menjalankan bisnisnya sebagai commercial bank dengan membukukan laba Rp24,88 triliun dalam 6 bulan pertama di tahun 2022 dan sebagian di antaranya dikontribusikan kepada pemerintah melalui dividen serta pajak. BRI juga mampu menghadirkan social development impact ke masyarakat dengan jangkauannya yang luas,” tegas Jay.

Berbagai kebutuhan layanan finansial nasabah dapat terpenuhi melalui sederet inovasi yang dilahirkan BRI. Di antaranya ialah AgenBRILink yang merupakan branchless banking untuk hadirkan layanan yang dekat, cepat, dan lengkap kepada seluruh masyarakat.

AgenBRILink telah menjangkau lebih dari tiga per empat atau 77% desa di Indonesia. Adapun hingga akhir September 2022, jumlah AgenBRILink telah mencapai 597.177 agen dengan jangkauan hingga 58.095 desa.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo juga mengungkapkan peranan BRI dalam meningkatkan inklusi keuangan tidak hanya melalui agen laku pandai namun juga melalui Holding Ultra Mikro.

Baca Juga: AgenBRILink Kikis Keterbatasan Akses Layanan Keuangan

“Keberadaan laku pandai telah mampu mendorong tingkat inklusi hingga 83-84% dan kami yakin dengan digitalisasi akan meningkat menjadi lebih dari 90 persen,” tambahnya.

Kartika menjelaskan terkait akses terhadap keuangan pihaknya menyadari bahwa banyak masyarakat di Indonesia yang tidak hanya berada di segmen mikro tetapi juga di segmen ultramikro.

Potensi ultramikro di Indonesia ada sekitar 55 juta nasabah ultramikro, dan ada sekitar 30 juta nasabah yang belum tersentuh oleh lembaga keuangan formal.

“Mereka punya account atau memiliki model pembiayaan lain, tapi tidak dapat mengakses lembaga keuangan formal. Jadi kita bisa kategorikan nasabah ultra mikro ke dalam kategori unbankable dan unfeasible, ada juga feasible tetapi unbankable karena tidak memiliki collateral, dan nasabah yang sudah naik kelas. Kita melihat tahapan mereka untuk naik kelas ini sebagai proses, yang kita dorong mereka untuk naik kelas dari satu jenjang ke jenjang berikutnya, sehingga mereka bisa masuk dan mengakses kredit segmen komersial,” jelasnya.

Baca Juga: Keren! Kisah Rahmah Bermodal Kredit BRI Bisa Ekspor Kopi Gayo hingga AS

“Sekarang bagaimana kita dapat menjangkau masyarakat yang unbanked? Kita telah mengintegrasikan 3 entitas yakni BRI, Pegadaian, dan PNM ke dalam holding ultramikro. Sekarang kita berinovasi dengan menghadirkan co-location SENYUM di mana nasabah bisa mendapatkan berbagai layanan dan produk pembiayaan di dalam satu kantor. Ini yang kita dorong ke depannya, sehingga holding ultramikro dapat melayani masyarakat yang lebih luas ke depannya,” pungkas Kartika.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya