SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Full day school dikritik banyak pihak karena dikhawatirkan menjauhkan anak dari lingkungan sosial. Mendikbud mengaku baru jual ide.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa hingga kini full day school masih wacana. Muhadjir meminta agar masyarakat tahu bahwa wacananya ini sesuai dengan Nawacita Presiden Joko Widodo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Sebetulnya tidak otomatis namanya full day school. Saya ini pembantu Presiden dan harus melaksanakan visi presiden. Dan visi presiden tertuang dalam Nawacita. Dalam Nawacita ada program pendidikan,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy di Restoran Batik Kuring, Jalan Widya Chandra V, LOT 21, SCBD, Jakarta, Selasa (9/8/2016), dikutip Solopos.com dari Detik.

Muhadjir menambahkan dalam program pendidikan yang ada di Nawacita, ada namanya pendidikan budi pekerti dan karakter dalam pendidikan di level dasar.

“Porsinya pendidikan dasar itu, 80 persen pendidikan karakter dan 20 persen pendidikan pengetahuan. Nah waktu itu kita mencari cara bagaimana mengimplementasikannya. Kan dalam Nawacita ukuran pendidikan dasar itu ada 18 butir. Mulai religius, karakter, kreatif, mandiri, cinta Tanah Air, dan seterusnya,” lanjutnya.

Karena 18 butir itu tidak mungkin disisipkan dalam mata pelajaran, maka Mendikbud mewacanakan penambahan jam sekolah muncul. “Atas dasar itu saya perlu melihat perlu adanya penambahan waktu baik di SD dan SMP. Karena itu saya harus mengimplementasikan visi beliau,” ucap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Muhadjir juga menyampaikan saat ini dirinya baru jual ide ke masyarakat. Dengan itu, dia ingin mengetahui sejauh mana respons masyarakat soal wacananya itu.

“Nanti yang belum paham akan saya beri pemahaman. Setelah itu nanti kita akan olah respons masyarakat. Sebetulnya semua sudah siap. Dirjen-dirjen pun sudah siap. Ini masih panjang prosesnya. Nanti akan kita kembalikan ke Presiden,” tutup Muhadjir.

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan penerapan belajar sehari penuh di sekolah atau full day school yang diwacanakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy perlu dikaji secara utuh. “Menteri baru tidak harus membuat kebijakan baru, apalagi tanpa didahului kajian yang matang. Akibatnya justru akan merugikan anak,” kata Ni’am melalui pesan tertulis di Jakarta, Selasa.

Ni’am mengatakan kebijakan pendidikan, apalagi yang bersifat nasional, tidak bisa didasarkan pada pengalaman orang per orang. Pengambilan kebijakan nasional tidak boleh sepotong-sepotong, hanya berdasarkan pengalaman pribadi. “Kebijakan yang diambil akan berdampak sangat luas. Jadi perlu kajian utuh,” ujarnya dikutip Solopos.com dari Antara.

Menurut Ni’am, masing-masing siswa memiliki kondisi yang berbeda. Siswa satu dengan lainnya tidak bisa disamaratakan. Menghabiskan waktu dengan durasi panjang di sekolah dapat mengganggu hubungan sosial anak.

Anak-anak memerlukan hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya di sekolah, lingkungan tempat tinggal dan keluarga di rumah. Wacana kebijakan full day school akan menyebabkan waktu pertemuan anak dengan orang tua juga berkurang.

Apalagi, tidak semua orang tua bekerja keluar rumah. Ini akan berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak. Masing-masing keluarga memiliki kondisi yang berbeda, tidak bisa disamaratakan. “Tidak semua orang tua bekerja. Artinya, jangan dibayangkan kondisi seluruh orang tua di Indonesia hanya dialami oleh Mendikbud. Kebijakan nasional harus didasarkan kepada kajian yang utuh,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya