SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta–Sekitar kurang lebih 3 pekan lagi pelaksanaan perdagangan bebas atau ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) maupun AFTA (ASEAN) pada 1 Januari 2010, namun Indonesia masih sibuk dengan ketidaksiapan.

Bahkan dalam acara rapat dengar pendapat antara dunia usaha dengan Menteri Perindustrian bersama Departemen Perdagangan hari ini di kantor Departemen Perindustrian, jumlah sektor industri yang menyatakan meminta penundaan perdagangan bebas semakin bertambah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Setidaknya ada 14 sektor yaitu tekstil, baja, ban, mebel, pengolahan kakao, industri alat kesehatan, kosmetik, aluminium, elektronika, petrokimia hulu, kaca lembaran, sepatu, mesin perkakas, dan kendaraan bermotor.

Padahal sebelumnya Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan ada kurang lebih 10 sektor industri yang menyatakan untuk dilakukan penundaan FTA ASEAN China.

“Saya tadinya cuma mengundang 20 orang, yang hadir 100 orang, ini artinya persoalannya serius, kira-kira dari 10 asosiasi, sebagian besar meminta penundaan dengan reasonnya masing-masing,” kata MS Hidayat di kantornya, Jakarta, Senin (7/12).

Sedangkan untuk perdagangan bebas AFTA setidaknya dari 928 pos tarif yang sebelumnya disepakati untuk dihapuskan tarif bea masuknya pada 1 Januari 2010, ada 784 pos tarif CEPT yang diminta untuk ditunda oleh beberapa sektor seperti kimia hulu dan hilir, logam, makanan minuman, mesin, tekstil. Elekttonika, dan lain-lain.

“Nanti akan direspon, mereka saya minta bikin reason -nya, dan mereka sudah mengemukakan, ada yang reasonable , plastik hilir mereka minta kalau di hulunya dilindungi, di hilirnya juga dilindungi, sebab mereka juga yang dirugikan, karena itu yang diperlukan harmonisasi kebijakan,” kata Hidayat.

Namun hingga acara selesai pemecahan masalah terhadap usulan-usulan tersebut masih sebatas ditampung belum ada keputusan yang signifikan. Departemen

Perindustrian pun belum secara rinci dan resmi menyatakan sektor apa saja yang akan diajukan penundaannya. Sementara pihak Departemen Perdagangan dan Departemen Keuangan yang diwakili Badan kebijakan Fiskal (BKF) yang turut hadir belum berani memutuskan langkah-langkah nyata terhadap usulan-usulan tersebut.

“Besok saya melapor ke rapat menko perekonomian, kemudian berkonsultasi dengan presiden, setelah diputuskan, negosiator kita bicara dengan ASEAN,” kata Hidayat.

Seperti diketahui dalam Common Effective Preferential Tariff (CEPT) AFTA diatur mengenai jadwal penurunan tarif secara bertahap yaitu:

1. Inclusion list (IL) yang terdiri dari 8626 pos tarif
-ASEAN 6 yaitu pada tahun 2003 60% pos tarif bea masuknya 0%, tahun 2007 80% pos tarfi bea masuknya 0% dan mulai tahun 2010 sebanyak 100% pos tarif tingkat bea masuknya 0%
-ASEAN plus (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam) Untuk Kamboja yaitu pada tahun 2010 60% total pos tarif bea masuk 0%, tahun 2015 100% pos tarif tingkat bea masuknya 0%.

Untuk Loas dan Myanmar tahun 2008 60% pos tarif bea masuknya 0%, tahun 2012 80% pos tarif bea masuknya 0% dan tahun 2015 100% pos tarif bea masuk 0%.

Untuk Vietnam tahun 2006 60% pos tarif bea masuknya 0%, tahun 2010 80% pos tarif bea masuk 0% dan tahun 2015 100% pos tarfi bea masuknya 0%.

2. Non Inclusion list
Mencakup Temporary Exception list /TEL sebanyak 16 pos tarif, sensitive list yang mencakup sensitive list yaitu seperti beras, highly sensitive list yaitu seperti gula dan general exception list sebanyak 96 pos tarif.

Sedangkan dalam konteks ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA) telah ditandatangani pada November 2002, disepakati mengenai penurunan atau penghapusan tarif bea masuk terbagi dalam tiga tahap yaitu:

Tahap pertama yaitu early harvest programme (EHP) yaitu penurunan atau penghapusan bea masuk seperti produk pertanian, kelautan perikanan, makanan minuman dan lain-lain, yang dilakukan secara bertahap sejak 1 Januari 2004 hingga 0% pada 1 Januari 2006.

Tahap Kedua, yaitu Normal Track 1 (NT 1) dan NT 2. Khusus untuk NT 1 yaitu penurunan bea masuk sejak 20 Juli 2005 hingga menjadi 0% pada 2010. Sedangkan untuk NT 2 diterapkan hingga 0% pada tahun 2012.

Tahap ketiga adalah sensitive track (ST) dan Highly Sensitive Track (HST), yaitu untuk produk kategori ST penurunan hingga 0%-20% dilakukan mulai 2012 sampai dengan 2017 dan selanjutnya menjadi 0%-5% pada tahun 2018. Untuk kategori HST sampai dengan 0%-50% mulai dilakukan pada tahun 2015.
tya/Ant

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya