SOLOPOS.COM - Ilustrasi (kumpulanistilah.com)

FPKS DPRD Solo usul Raperda jaminan produk halal.

Solopos.com, SOLO—Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Kota Solo mengusulkan rancangan peraturan daerah (Raperda) pengawasan serta jaminan produk halal di Kota Solo. Hal itu dipandang perlu untuk melindungi konsumen sekaligus menghapus persaingan bisnis yang tidak sehat antar pengusaha kuliner.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

FPKS menggelar jumpa pers di Rumah Makan Dapur Solo, Edupark Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Senin (19/3/2018). Tiga di antara lima anggota FPKS hadir dalam jumpa pers, yaitu Ketua FPKS Sugeng Riyanto beserta dua anggota Abdul Ghofar Ismail dan Quatly Abdulkadir Alkatiri.

Sugeng menjelaskan belum lama ini Kota Solo terekspose sebagai kota dengan konsumsi daging anjing tertinggi mencapai 1.200 ekor anjing per hari. Kemudian masih ada babi atau bahan makanan lain seperti saren [darah] yang dalam Islam dianggap tak halal.

Selain dalam wujud asli, masih ditemukan warung-warung yang menjual saren, makanan yang ditambahi lemak babi atau lainnya tanpa menjelaskan kandungan makanan kepada konsumen. Padahal ada kaum muslim yang mengonsumsi makanan tak halal karena tidak tahu.

“Mereka makan di warung makan yang di situ juga menjajakan satai  babi dan dia [konsumen] tidak tahu. Tak ada plakat khusus yang menjelaskan adanya makanan olahan anjing, babi, lemak babi, saren, dan sebagainya. Kami mendapat masukan dan aspirasi agar Pemkot Solo punya payung hukum sehingga ada keterjaminan produk halal,” terangnya kepada awak media. (baca juga: Reses, FPKS DPRD Solo Diwaduli Ibu-Ibu soal Maraknya Perjudian)

Ia menjelaskan raperda tersebut bukan berarti larangan bagi penjual produk nonhalal. Ia mempersilakan para pedagang menjual satai kambing, babi, bahkan anjing. Sugeng menyatakan jangan sampai muslim mengonsumsi makanan nonhalal gara-gara tak ada keterangan di warung makan terkait.

“Sudah ada UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU bisa diejawantahkan di wilayah yang lebih spesifik dalam bentuk perda,” terang Wakil Ketua Komisi III DPRD Solo tersebut.

FPKS menawarkan beberapa muatan yang akan dicantumkan dalam perda. Pertama, perda dimaksudkan untuk  menjamin ketersediaan produk halal. Kedua, mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha di Kota Solo. Produsen dari bahan yang diharamkan dalam Islam wajib mencantumkan dengan jelas keterangan nonhalal pada kemasan produk atau bagian lain dari produk sehingga mudah diketahui konsumen.

Ketiga, Pemkot Solo bertanggung jawab menyelenggarakan pengawasan serta jaminan produk halal (JPH) dalam rangka pelayanan publik dengan melibatkan unsur terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo. Keempat, mencantumkan tata cara memperoleh sertifikat halal. Kelima, biaya dibebankan kepada pelaku usaha yang mengajukan sertifikat halal, kecuali bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Lembaga lain dapat berperan memfasilitasi biaya sertifikasi halal.

Keenam, untuk menjamin pelaksanaan penyelenggaraan JPH, Pemkot mengawasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), masa berlaku sertifikat halal, kehalalan produk dan lainnya. Ketujuh, pelanggaran pada perda bisa dikenai sanksi administratif dan sanksi pidana.

“Kami akan mencoba komunikasi dengan fraksi lain. Saya kira semua fraksi punya konstituen muslim sehingga ini tak ada masalah. Saya optimistis semua fraksi setuju. Sementara ini, baru Medan dan Batam yang punya perda semacam ini,” tutur dia.

Anggota FPKS, Abdul Ghofar Ismail, mengatakan para wisatawan banyak ke Solo untuk berwisata kuliner. Perda itu, menurutnya, akan menjaga kepercayaan wisatawan mendapatkan makanan halal sehingga mereka tidak waswas dalam berwisata kuliner.

“Belum lama ini ada tamu DPRD dan luar daerah yang bilang makan jadi waswas setelah tahu Solo jadi kota pengonsumsi anjing terbesar itu. Karena takut, ada di antaranya yang hanya makan makanan kemasan berlabel halal. Kalau ada perda, mereka bisa lebih nyaman karena ada kejelasan mana rumah makan yang menyediakan makanan halal dan mana yang tidak,” tutur Wakil Ketua DPRD Solo itu.

Selain itu, isu ketidakhalalan produk kuliner kadang diembuskan oleh pesaing dalam bisnis kuliner. Padahal, setelah dicek, isu itu tidak benar. Perda, menurutnya, akan memberi jaminan kepada pedagang untuk menghalau isu dari persaingan yang tidak sehat.

“Belum lama ini saya datang ke Balikpapan bertemu Komunitas Bakso Solo. Mereka menggelar pergelaran wayang untuk menampik isu kalau bakso Solo bercampur daging tikus. Nyatanya, itu isu persaingan dagang untuk menjatuhkan. Kalau sudah kena isu, untuk recovery [pemulihan] butuh waktu panjang,” kata dia.

Raperda itu ditargetkan selesai pertengahan 2019. Dalam pengusulan ke pimpinan DPRD, fraksi terkait harus menyertakan draf raperda dan naskah akademik (NA).

“Anggaran draf dan NA diajukan dalam APBD Perubahan 2018, kemudian pembahasan raperda bisa dibiayai APBD 2019,” kata Ghofar.

Quatly menambahkan dengan keterangan yang jelas, wisatawan akan dengan senang hati berwisata kuliner. Hal itu akan berimplikasi pada naiknya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor kuliner.

“Nama Solo akan moncer, ada kejelasan sehingga tamu tak ragu makan. Otomatis PAD akan naik. Ada unsur berkah ada di sana. Masalah labeling itu teknis,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya