SOLOPOS.COM - Ketua Advokasi dan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah Zainal Abidin Petir (kiri) dan Ketua Resos Argorejo Suwandi (kedua dari kanan). (Antara-D.Dj. Kliwantoro)

Solopos.com, SEMARANG — Front Pembela Islam (FPI) Jawa Tengah mengingatkan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk tidak hanya formalitas dalam menutup Resosialisasi Argorejo yang lebih kondang sebagai lokalisasi Sunan Kuning (SK).

Peringatan itu disampaikan Ketua Advokasi dan Hukum FPI Jateng Zainal Abidin Petir di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (19/10/2019). Diingatkannya, pembiaran prostitusi di lokalisasi semacam Sunan Kuning oleh pemerintah daerah bisa dijerat hukum pidana.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

"Penutupan SK yang bertahan selama 53 tahun ini jangan hanya formalitas karena pembiaran prostitusi merupakan penyalahgunaan wewenang dan bisa dipidana," kata Zainal Petir selaku pengurus FPI Jateng yang dihubungi Kantor Berita Antara.

Petir menyebutkan ancaman yang termaktub di dalam Pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) paling lama satu tahun empat bulan. Di dalam KUHP Pasal 296, disebutkan bahwa, “barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pekerjaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama setahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah”.

Petir mengingatkan Hendi—sapaan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi—tidak boleh hanya cari sensasi atau pencitraan dalam penutupan Resosialisasi Argorejo yang lebih kondang sebagai lokalisasi Sunan Kuning (SK) itu. Ia harus benar-benar menutup lokalisasi tersebut.

Setelah penutupan lokasi pelacuran itu, Petir menekankan bahwa wali kota Semarang harus bertanggung jawab atas kebijakan tersebut agar ratusan orang eks penghuni Resosialisasi Argorejo bisa hidup layak dan mandiri guna mencegah mereka kembali sebagai wanita tunasusila.

Menurut dia, Wali Kota Hendrar Prihadi semestinya sejak awal harus memberikan bekal keahlian sesuai dengan minat. Misalnya, mengadakan pelatihan manajemen agar eks penghuni SK memiliki keterampilan manajerial sebagai bekal mereka ketika mengawali usahanya.

Tidak menutup kemungkinan, kata Petir, ratusan orang eks penghuni lokalisasi itu kelak menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, bila ada di antara mereka yang berminat sebagai penjahit, Pemkot Semarang mengursuskan mereka sampai mahir.

"Mereka juga wajib diberi modal supaya bisa mempertahankan hidup sembari berlatih hijrah ke tengah masyarakat," kata Petir yang juga Ketua LBH PETIR, lembaga pemerhati kebijakan publik dan pendampingan warga miskin.

Menjawab kemungkinan mereka kembali sebagai wanita tunasusila bila modalnya habis, menurut Petir, harus ada pendampingan hukum dan agama untuk memberikan pemahaman kepada mereka bahwa selama ini keliru dalam mencari nafkah.

Berdasarkan informasi Suwandi, Ketua RW 004 Kelurahan Kali Banteng Kulon dan Ketua Resos Argorejo, sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 penghuni SK mencapai 485 orang.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya