SOLOPOS.COM - Anggota Persatuan Perangkat Desa (Praja) Kecamatan Tanon memberikan tanda tangan sebagai sikap atas penolakan terhadap Peraturan Bupati (Perbub) No.76/2017 tentang Pengelolaan Aset Desa di halaman Kantor Kecamatan Tanon, Sragen, Jumat (3/12/2021). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Peraturan Bupati (Perbup) Sragen No. 76/2017 tentang Pengelolaan Aset Desa menjadi pro dan kontra di kalangan kepala desa (kades) dan perangkat desa (perdes). Para kades dan perdes akan menggandeng praktisi hukum tata negara untuk membedah Perbup tersebut karena regulasi itu dinilai merugikan mereka.

Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Sragen, Sutrisno, menyebut Perbup No. 76/2017 itu masih pro dan kontra.  FKKD dengan Praja Sragen bersepakat melakukan kajian hukum atas perbup tersebut yang disandingkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 6/20214 tentang Desa yang diperbarui dengan PP No. 47 /2015.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Kajian hukum itu akan kami lakukan pada Senin [6/12/2021] besok. FKKD dan Praja akan mencari peluang atau celah hukum yang bisa ditempuh sebagai upaya hukum yang akan kami lakukan. Setelah diskusi itu kami lanjutkan dengan mencari perbedaan perbup dan PP dengan menggandeng praktisi hukum tata negara,” jelas Sutrisno yang juga Kades Gawan, Tanon, Sragen, saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (4/12/2021).

Baca Juga: Protes Tanah Bengkok Harus Dilelang, Perangkat Desa Tanon Sragen Demo

Hasil kajian tersebut akan mereka sampaikan ke Bupati dengan harapan bisa menjadikan bahan pertimbangan untuk mengkaji ulang Perbup No. 76/2017 itu.

Sutrisno menjelaskan Perbup membuat kades dan perdes tidak bisa mengelola tanah kas desa atau bengkok sendiri. Pasalnya, dalam aturan itu tanah bengkok desa harus dilelangkan. Bagi kades atau perdes yang ingin menggarap, kata dia, harus ikut sebagai peserta lelang.

“Dalam kegiatan lelang itu dikenai biaya operasional (BOP) 5%. Kemudian bagi bengkok kades dan perdes yang telah dijual [pengelolaannya] beberapa tahun tentunya sulit untuk menarik kembali,” jelasnya.

Baca Juga: Seleksi Perdes Masaran Sragen Digelar, Ketua Ranting PSHT Buka Suara

Sutrisno mengungkapkan kajian hukum itu dilakukan untuk mencari titik terang dengan kelonggaran waktu setahun ini. Jika upaya hukum yang dilakukan tetap pada ketentuan PP tersebut maka apa boleh buat, mereka harus tunduk dan patuh pada aturan.

“Kalau saya sambil menempuh upaya hukum maka di tahun 2022, kami juga akan mencatatkan pendapatan dari hasil eks tanah bengkok sesuai surat edaran dari Sekda Sragen. Kami anggap saja sebagai pemanasan mana kala perbup diimplementasi di tahun 2023 sehingga kami tidak kaget,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya