SOLOPOS.COM - Anggota--Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Klaten (Formas Pepak) melaporkan 22 sekolah ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten, beberapa waktu lalu. Sekolah-sekolah itu terindikasi menjual pakaian seragam sekolah dengan harga jauh lebih mahal dibandingkan harga di pasar. (JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri)

Anggota–Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Klaten (Formas Pepak) melaporkan 22 sekolah ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten, beberapa waktu lalu. Sekolah-sekolah itu terindikasi menjual pakaian seragam sekolah dengan harga jauh lebih mahal dibandingkan harga di pasar. (JIBI/SOLOPOS/Moh Khodiq Duhri)

KLATEN – Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Klaten (Formas Pepak) menuntut pengembalian sisa dana pengadaan seragam sekolah yang dimotori Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Demikian dikemukakan anggota Formas Pepak, Purwanti, Rabu (3/10/2012). Menurut Purwanti pengadaan seragam sekolah melalui koperasi tetap melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam pasal 181 disebutkan bahwa “Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.” Pengadaan seragam sekolah melalui koperasi dinilainya sama dengan pengadaan secara kolektif mengingat anggota koperasi merupakan guru dan karyawan sekolah.

“Kami tidak melarang penggunaan seragam karena itu sudah ada payung hukum yang mengaturnya. Yang jadi persoalan itu teknis pengadaan seragam yang dilakukan koperasi sekolah yang dikoordinasikan MKKS. Apalagi harga jualnya mencapai 3-4 kali lipat dari harga pasaran,” ujar Purwanti.

Purwanti menilai Disdik Klaten tidak tegas dalam menyikapi keterlibatan MKKS dalam pengadaan seragam sekolah. Dia menduga pengadaan seragam sekolah itu juga melibatkan Disdik Klaten. Dari hasil klarifikasi ke sejumlah sekolah, kepala sekolah berdalih bahwa pengadaan seragam secara kolektif dilakukan demi menghindari kesenjangan sosial antarpelajar.

“Siswa yang berasal dari kalangan keluarga mampu akan memilih bahan seragam mahal. Sementara siswa dari keluarga miskin akan membeli seragam murahan. Saya kira itu alasan yang dibuat-buat oleh sekolah. Hampir semua sekolah beralasan demikian seolah-olah sudah ada pihak yang mengkoordinasikan,” terang Purwanti.

Setelah dikalkulasi Formas Pepak, keuntungan dari pengadaan bahan seragam OSIS dan Pramuka untuk siswa baru SMP di Klaten diduga menyentuh Rp3,4 miliar. Purwanti menduga Disdik Klaten juga terlibat dalam pengadaan bahan seragam sekolah tersebut. “Nuansa bisnis cukup kentara dalam praktik jual beli seragam sekolah ini. Kalau memang Disdik tidak terlibat, kami menantang Disdik untuk meminta sekolah mengembalikan sisa dana dari pengadaan seragam sekolah ini,” tegas Purwanti.

Menanggapi hal itu, Kepala Disdik Klaten, Pantoro mengaku akan berkoordinasi dengan internal guna membahas permasalahan tersebut. Dia menilai evaluasi masing-masing bidang perlu dilakukan guna menjaga komitmen memajukan dunia pendidikan di Klaten. “Apa yang disampaikan Formas Pepak akan menjadi bahan evaluasi buat Disdik. Antara Disdik dan Formas sama-sama berkomitmen untuk membawa dunia pendidikan ke arah lebih baik,” kata Pantoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya