SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Ribuan ekor itik dan ayam di Kecamatan Sragen dan Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen, mati mendadak. Berdasarkan hasil rapid test, ribuan itik dan ayam tersebut positif terkena avian influenza (AI) atau flu burung.

Kematian itik paling banyak terjadi di Desa Bandung, Kecamatan Ngrampal, Sragen, yang mencapai 2.925 ekor selama empat hari terakhir. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Sragen, Agus Purwanto, didampingi Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Nanik, mengatakan setelah mendapatkan laporan kematian itik dan ayam, timnya langsung mengecek ke lapangan. Laporan pertama ialah kematian 250 itik dan 30 ayam di Sidomulyo, Kelurahan Sragen Tengah, Sragen Kota, dan Desa Kebonromo, Ngrampal, akhir Januari lalu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Kami kalau mendapat laporan mengenai kematian itik enggak serta merta menyebut itu karena virus AI. Tapi kami cek dulu ke lapangan  untuk mengetahui kondisinya bagaimana, setelah dicek, ternyata positif,” katanya saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kamis (6/2/2014).

Laporan kematian itik mendadak yang kedua dan paling banyak, kata Agus, ialah di Desa Bandung, Kecamatan Kebonromo, yang menyerang 2.925 itik. Laporan disampaikan ke Disnakan Kamis pagi dan langsung dicek. Selanjutnya setelah diketahui positif AI, semua itik yang mati dibakar dan dikubur untuk mengantisipasi penyebaran virus.

Setelah itu, perlu dilakukan penyemprotan atau biosecurity dengan cairan disinfektan secara intensif selama sepuluh hari dan dilanjutkan selama dua hari sekali mulai hari kesebelas.

Agus menambahkan cuaca lembab seperti ini memang memicu penyebaran virus AI. Ia meminta masyarakat untuk menjaga kondisi ternak mereka dengan meningkatkan kualitas makanan dan menjaga kontak langsung dengan itik saat kondisi kurang sehat. “Kalau kondisi seperti ini harus segera ditangani dengan bio security atau penyemprotan. Kami sengaja tidak menyarankan vaksinasi karena hal justru akan mempercepat perkembangan,” tambahnya.

Terpisah, petugas kesehatan hewan dari Disnakan Sragen, Widodo, menambahkan setelah melakukan repid-test ke lapangan, sebanyak 2.925 itik di RT 001 dan RT 002, Dukuh Kreteg, Desa Bandung, positif terserang AI. Para peternak sudah diimbau untuk membakar serta mengubur itik yang mati agar virus tidak menyebar. Pihaknya juga sudah membagikan cairan disinfektan agar dilakukan penyemprotan atau bio security ke itik yang masih hidup.

“Sudah kami bagian cairan disinfektan. Selanjutnya, penyemprotan kami sarankan dilakukan swadaya oleh masyarakat dikoordinasikan oleh ketua RT,” tegasnya.

Salah satu peternak di Desa Bandung, Ngrampal, Sutarno, saat diwawancarai wartawan di kediamannya, Kamis, mengatakan sebelumnya tidak ada tanda-tanda itiknya bakal mati mendadak. Dari 500 itik yang ia pelihara sejak satu setengah bulan lalu, kini hanya tinggal 100-an ekor yang tersisa. Itupun kondisinya tidak semua baik. Ada beberapa yang terlihat lemah dengan mata berlendir. Akibat kejadian itu, ia mengalami kerugian hampir Rp7 juta.

“Sebelumnya juga sudah saya obati pakai obat, tapi enggak mempan. Setiap hari kematian itik terus bertambah. Padahal, itik ini rencananya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” tukasnya. Ika Yuniati

Positif Flu Burung, Ribuan Itik di Sragen Mati Mendadak

 

SRAGEN- Hampir tiga ribu lebih itik dan ayam di Kecamatan Sragen dan Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen mati mendadak. Berdasarkan hasil rapid-tes, ribuan itik dan ayam tersebut positif terkena avian influenza (AI) atau flu burung. Kematian itik paling banyak terjadi di Desa Bandung, Kecamatan Ngrampal, Sragen yang mencapai 2.925 selama empat hari terakhir.

 

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Sragen, Agus Purwanto, didampingi Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Nanik, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kamis (6/2), mengatakan setelah mendapatkan laporan kematian itik maupun ayam, timnya langsung mengecek ke lapangan. Laporan pertama ialah kematian 250 itik dan 30 ayam di Sidomulyo, Kelurahan Sragen Tengah, Sragen dan Desa Kebonromo, Ngrampal pada akhir Januari lalu. “Kami kalau mendapat laporan mengenai kematian itik enggak serta merta menyebut itu karena virus A1. Tapi kami cek dulu ke lapangan  untuk mengetahui kondisinya bagaimana,setelah dicek, ternyata positif,” tegasnya.

 

Laporan kematian itik mendadak yang kedua dan paling banyak, kata Agus, ialah di Desa Bandung, Kecamatan Kebonromo, yang menyerang 2.925 itik. Laporan disampaikan ke Disnakan, Kamis pagi, dan langsung dicek. Selanjutnya setelah diketahui positif AI, semua itik yang mati harus dibakar dan dikubur untuk mengantisipasi penyebaran virus. Setelah itu, perlu dilakukan penyemprotan atau biosecurity dengan cairan disinfektan secara intensif selama sepuluh hari dan dilanjutkan selama dua hari sekali mulai hari kesebelas.

 

Agus menambahkan kondisi lembab seperti ini memang memicu penyebaran virus AI. Sehingga, ia meminta masyarakat untuk menjaga kondisi ternak mereka dengan meningkatkan kualitas makanan dan menjaga kontak langsung dengan itik saat kondisi kurang sehat. “Kalau kondisi seperti ini harus segera ditangani dengan biosecurity atau penyemprotan. Kami sengaja tidak menyarankan vaksinasi karena hal justru akan mempercepat perkembangan,” tambahnya.

 

Merugi

Terpisah, petugas kesehatan hewan dari Disnakan Sragen, Widodo, menambahkan setelah melakukan repid-test ke lapangan, sebanyak 2.925 itik di RT 001 dan RT 002, Dukuh Kreteg, Desa Bandung positif terserang AI. Para peternak sudah diimbau untuk membakar serta mengubur itik yang mati agar virus tidak menyebar. Pihaknya juga sudah membagikan cairan disinfektan agar dilakukan penyemprotan atau biosecurity  ke itik yang masih hidup. “Sudah kami bagian cairan disinfektan. Selanjutnya, penyemprotan kami sarankan dilakukan swadaya oleh masyarakat dikoordinasikan oleh ketua RT,” tegasnya.

Salah satu peternak di Desa Bandung, Kecamatn Ngrampal, Sutarno, saat diwawancarai wartawan di kediamannya, Kamis, mengatakan sebelumnya tidak ada tanda-tanda bahwa itiknya bakal mati mendadak. Dari 500 itik yang ia pelihara sejak satu setengah bulan lalu, kini hanya tinggal 100-an ekor yang tersisa. Itupun kondisinya tidak semua baik. Ada beberapa yang terlihat lemah dengan mata berlendir. Akibat kejadian itu, ia mengalami kerugian hampir Rp7 juta. “Sebelumnya juga sudah saya obati pakai obat, tapi enggak mempan. Setiap hari kematian itik terus bertambah. Padahal, itik ini rencananya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” tukasnya. Ika Yuniati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya