SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

GROBOGAN—Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah Abu Hapsin mengatakan, bahwa kerukunan antar umat bergama dan internal agama tersebut bergantung pada pemeluknya.

“Konflik berlatar belakang agama di Indonesia memunculkan pertanyaan apakah agama itu sumber konflik atau harmoni.  Jawabannya tergantung pada bagaimana agama itu disikapi dan diwudjudkan para pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Abu Hapsin dalam seminar bertema, Kerukunan bergama di tengah derasnya arus gerakan radikalisme dan kemajemukan agama, di rumah makan Suka Rasa, Sukorejo, Kecamatan Toroh Toroh, Sabtu (19/11).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sehingga, lanjut Hapsin di hadapan peserta seminar, prospek kerukunan antar maupun internal umat beragama bergantung pada beberapa faktor.

 “Kerukunan antar dan internal umat Bergama bergantung pada cara pemeluk agama tersebut membangun landasan kerukunan, paradigma dalam melakukan kerjasama dengan orang lain yang berbeda agama,” ujar Hapsin.

Tidak hanya itu, tambah Hapsin, cara masing-masing umat atau kelompok beragama melakukan penafsiran terhadap agamanya juga menjadi faktor kerukunan umat beragama.

“Termasuk bagaimana kemampuan pemeluk agama tersebut mengelola semangat dan emosi keagamaannya,” tuturnya.

Selain menyoroti kerukunan umat beragama, Hapsin juga menyoroti demokrasi di Indonesia. Menurutnya, demokrasi sebagai mekanisme peralihan kekuasan, saat ini di rasakan bangsa Indonesia mengalami kendala serius.

 “Kondisi ini tentu bisa menjadi sebuah bencana, baik sosial, politik, dan kemanusiaan,” paparnya.

Dikatakan Hapsi, harus diakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk baik dari sisi bahasa, suku, ras, adat istiadat maupun agama. Kendati majemuk, namun persebaran penganut agama terkosentrasi pada pulau-pulau tertentu, missal Hindu di Bali, Katholik di Flores, Protestan di Irian, Islam di Jawa, Madura dan beberapa pulau lainnya.

“Namun di tengah kemajemukan masyarakat tersebut, ternyata demokrasi yang tengah berjalan saat ini adalah demokrasi dengan kondisi rakyat lapar dan tidak berpendidikan. Sehingga jika demokrasi seperti ini dibiarkan, akan menjadi bencana pada politik, sosial, agama serta kemanusiaan,” tandas Abu Hapsin. (JIBI/SOLOPOS/RIF)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya