SOLOPOS.COM - Prajurit Kopaska TNI AL meletakkan puing pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di kapal saat evakuasi di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Minggu (17/1/2021). (Antara-Muhammad Adimaja)

Solopos.com, JAKARTA — Firma hukum asal Amerika Serikat (AS), Hermann Law Group, menemukan adanya kesamaan penyebab antara kecelakaan yang menimpa Sriwijaya Air SJ-182 dengan Lion Air JT-610. Hermann Law Group mengungkap adanya indikasi yang mengarahkan kecurigaan adanya kelalaian Boeing sebagai pabrikan.

Pengacara utama kasus Hermann Law Group Mark Lindquist mengatakan sebagai produsen pesawat Boeing—termasuk milik Sriwijaya Air dan Lion Air yang mengalami kecelakaan—memiliki kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurutnya, hal ini menjadi masalah keamanan bagi seluruh dunia. Bahkan, ada lebih dari 1.000 pesawat 737 terbang di seluruh dunia dan Federal Aviation Administration (FAA) mengakui ada kondisi yang tidak aman terkait dengan komputer autothrottle tersebut.

Baca Juga: Ini Tips Rumah Rapi & Bersih Jelang Lebaran

Terlebih lagi, sambungnya, pesawat SJ-182 diparkir selama sembilan bulan selama pandemi. Pada 2020, FAA memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen pesawat bahwa memarkir pesawat selama lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lainnya yang berkaitan.

Sementara itu, pada kasus Boeing Max delapan program komputer MCAS menyebabkan adanya kecelakaan nahas yang menelan korban jiwa di Indonesia dan Ethiopia. "Walaupun Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air tidak dilengkapi dengan MCAS. Ada kesamaan antara kecelakaan Lion Air dan SJ-182. Bagaimanapun Boeing dituduh tidak memberikan peringatan dan pemberitahuan yang memadai tentang bahya yang diketahui," ujarnya, Kamis (20/5/2021).

Airworthiness Notification

Pada 14 Mei 2021, FAA telah mengeluarkan Airworthiness Notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 series berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air Flight SJ 182. Pemberitahuan tersebut menyatakan adanya kondisi tidak aman di pesawat.

FAA menemukan bahwa kegagalan kabel syncho flap mungkin tidak terdeteksi oleh komputer autothrottle. Kecacatab ini dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat.

Baca Juga: 4 Zodiak Ini Toxic & Tidak Menyenangkan

Sementara itu, Investigasi awal oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT) menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ-182 menukik fatal. Secara spesifik, throttle kiri berkurang sementara throttle kanan tidak.

Adapun, FAA menyatakan kecil kemungkinan kecelakaan itu terjadi karena akibat langsung dari kegagalan kabel syncho, itu terlalu dini untuk menarik kesimpulan yang pasti. Laporan awal KNKT menunjukkan bahwa gaya dorong asimetris membuat pesawat terguling dan menukik. Pesawat menukik lebih dari 3.000 meter dalam waktu kurang dari satu menit.

Dia juga menututkan dengan pengalaman bertahun-tahun mewakili ratusan korban, terdapat benang merah dalam sebagian besar kasus bencana udara. Namun berdasarkan pengalamannya sebelumnya ketika mewakili 50 keluarga korban di Indonesia dan Ethiopia dalam dua kecelakaan Boeing 737 Max 8 milik Sriwijaya Air Lion Air, hampir semua kasus tersebut telah berhasil diselesaikan dengan Boeing. Jumlahnya dirahasiakan, tetapi dapat dilaporkan bahwa kasus individu diselesaikan dalam jutaan dolar AS.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya