SOLOPOS.COM - George Clooney dan Sandra-Bullock dalam Gravity (collider.com)

Solopos.com, JAKARTA — Di luar angkasa, tak ada satupun yang bisa mendengar teriakan minta tolong. Pesan itu tertanam bagi mereka yang menonton Gravity, film fiksi luar angkasa garapan sutradara Alfonso Cuaron yang, sebagaiaman dicatat Kantor Berita Antara, Minggu (6/10/2013), kini tengah diputar di bioskop-bioskop utama Indonesia.

Dari awal, Gravity menghipnotis penonton dengan pembukaan epic tentang para tokoh utama, Sandra Bullock dan George Clooney, menjalankan misi luar angkasa dengan latar planet bumi yang bersinar cerah terkena sinar matahari. Cuaron, sutradara kelahiran Meksiko, 51 tahun silam, mengarahkan film tentang Dr. Ryan Stone (diperankan oleh Sandra Bullock), seorang ahli medis yang melakukan misi luar angkasa pertamanya dengan astronot veteran Matt Kowalsky (George Clooney) untuk memperbaiki teleskop luar angkasa Hubble.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Dalam adegan pembukaan, penonton akan diajak melayang 372 mil di atas permukaan bumi mengikuti tingkah Kowalsky dan rekannya dalam misi luar angkasa. Suara Clooney dalam peran Kowalksy itu membawa suasana yang hangat ketika melakukan obrolan ringan lewat radio komunikasi dengan rekan-rekan astronotnya dan stasiun Badan Antariksa Amerika Serikat NASA di Houston sembari menambah jam spacewalk-nya, atau berjalan di luar angkasa untuk mengalahkan catatan rekor kosmonot Rusia, Anatoly Solovyev. Sementara Dr. Stone, yang keluar dari zona nyaman dari dalam pesawat ulang-alik untuk memperbaiki Hubble, menjadi daya tarik utama film berdurasi 90 menit tersebut.

Ketenangan misi di luar angkasa itu pun berubah menjadi petaka setelah kecelakaan mengacaukan misi itu dan menyebabkan Dr.Stone terhempas dari wahana sehingga melayang di luar angkasa tak terkendali. Penonton yang peka akan bertanya-tanya tentang bagaimana sang sutradara mengambil gambar dengan berbagai sudut pengambilan yang—bisa dibilang—tidak lazim dalam one-take shot yang memukau selama kurang lebih pada 13 menit pertama film, seperti apa yang dilakukan sutradara berkebangsaan Meksiko itu pada film sebelumnya Children of Men.

Suatu ketika, penonton seolah-olah berada di dalam helm pakaian luar angkasa Sandra Bullock, dengan latar suara nafas beratnya yang digarap sempurna. Kemudian, tanpa terputus, kamera berpindah sudut pandang menampilkan Dr. Stone terhempas sendirian di luar angkasa. Cuaron membawa penonton untuk merasakan kesendirian dan keputusasaan ketika Dr. Stone yang melayang tersesat di luar angkasa dan terputus dari wahana antariksanya dan segala radio komunikasi, juga dengan Kowalsky, dengan cadangan oksigen yang semakin menipis.

Keheningan ruang hampa udara dipadu dengan suara nafas putus asa sang pemeran utama digarap dengan sempurna untuk membuat penonton menahan nafas beberapa saat karena ketegangan cerita. Sekilas, misi luar angkasa di film yang menghabiskan dana US$80 juta tersebut mengingatkan kepada film bikinan 2001, A Space Odyssey, karya agung sutradara Stanley Kubrick, yang sangat visioner di zamannya.

Namun demikian, Alfonso Cuaron dengan apik berhasil melipatgandakan intensitas dan ketegangan dibandingkan film Kubrick dengan didukung efek visual canggih dan kedekatan psikologis antara penonton dan pemeran utama film yang terbukti ampuh mengaduk-aduk emosi siapa pun yang menyaksikan film tersebut. Dari segi sinematografi, film besutan sutradara yang juga membuat film Harry Potter: Prisoner of Azkaban tersebut benar-benar memanfaatkan terobosan mutakhir dalam segi pengambilan gambar.

Penonton akan disajikan dengan gambar-gambar yang tak pernah terbayangkan sebelumnya serta sudut pengambilan gambar yang ekstrem termasuk ruang sempit di dalam stasiun luar angkasa. Efek visual yang canggih pun memudahkan sang sutradara untuk menyajikan gambar stasiun luar angkasa yang hancur berkeping-keping karena dihantam puing-puing sampah luar angkasa.

Pesona Clooney dan—mungkin—peran terbaik Sandra Bullock di film tersebut juga berhasil diramu untuk menyampaikan naluri alamiah manusia, yaitu bertahan hidup dan peduli terhadap sesama. Keputusan tepat sang sutradara tidak merilis film tersebut dengan judul aslinya Gravity: A Space Suspense in 3D, yang terdengar seperti film kelas B. Tanpa embel-embel A Space Suspense pun Gravity berhasil menyajikan ketegangan dan kekacauan di luar angkasa.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya