Hari terakhir Festival Seni Tayub Nusantara ditutup penampilan mengesankan kelompok Sida Paksa Banyuwangi dan Among Raos Blora. Menyuguhkan varian tayub yang berbeda, dua kelompok ini menciptakan kemeriahan di Pendapa Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Senin (9/4/2012) malam.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Seakan ingin meninggalkan kesan manis, kelompok yang tampil malam itu tak egois. Mereka kerap mengajak penonton untuk tayuban bersama. Adu sampur antara penari dan penonton pun menjadi pemandangan istimewa. Seperti saat Sida Paksa mementaskan Gandrung Banyuwangi.
Saking asyik tayuban bersama, mereka lupa dengan durasi pentas yang makin sempit. Hentakan kendang pun berhenti. Penonton terlihat kembali ke kursi. Namun itu bukan akhir aksi. Seorang penari berkostum basahan tampak kembali ke panggung. Ia pun mulai berjoget dan menembang. Ditimpali rancaknya kendang dan kethuk, sang penari membius penonton dalam syair bernuansa perjuangan.
“Syair-syair yang dibawakan gandrung memang lekat dengan anti penjajahan, seperti Pada Nonton dan Kembang Menur,” kata pembina Sida Paksa, Sahuni, saat ditemui Solopos.com seusai pentas.
Sementara Among Raos dari Blora menyuguhkan tayub yang diiringi gamelan lengkap. Sambil menembang, tiga penari perempuan berjoget perlahan. Meski gerakannya lambat, geolan tayub ala Blora ini tak ada tandingan. Ayu Parti, seorang penari asal Domplang Blora, kerap menunjukkan geolannya yang aduhai. “Saya suka tayub. Tariannya ekspresif dan dinamis. Goyangannya juga asyik,” ujar penonton asal Inggris, Irene.