SOLOPOS.COM - Para peserta Festival Payung Indonesia (FPI) 2015 mengikuti karnaval sebagai acara puncak sekaligus penutupan FPI, Minggu (13/9/2015) sore. Mayoritas peserta berjalan kaki dari Gelora Bung Karno Manahan hingga Taman Balekambang. (Ayu Abriyani K.P/JIBI/Solopos)

Fastival Payung Indonesia 2015 resmi ditutup kemarin.

Solopos.com, SOLO – Festival Payung Indonesia (FPI) 2015 yang diadakan di Taman Balekambang Solo pada Jumat-Minggu (11-13/9/2015) telah resmi ditutup kemarin. Ada perwakilan dari 15 kota di Indonesia dan tiga negara tetangga yakni Thailand, Tiongkok/China, dan Jepang yang ikut dalam acara itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Masing-masing peserta menampilkan kerajinan payung dari daerahnya serta ada yang menggabungkannya dengan seni tari, teater, dan peragaan busana daerah.

Penutupan dimeriahkan dengan karnaval dan penampilan para peserta. Seperti peserta dari Denpasar Bali dengan tarian payungnya oleh dua orang penari perempuan.

Ekspedisi Mudik 2024

Dari Thailand berupa peragaan busana dengan payung lukisnya. Juga dari Tiongkok dengan peragaan busana batik dan payung lukis dari negara itu.

Selain itu, ada penampilan dari dua perempuan yang menampilkan teaterikal menggunakan payung bermotif kawung yang biasa dipakai punakawan dalam dunia pewayangan.

Mereka yang merupakan peserta dari Malang, Jawa Timur juga mengenakan kostum bermotif kawung. Penampilan selanjutnya dari Kepulauan Riau dengan pakaian adatnya yang bermodel melayu. Disusul dengan penampilan anak-anak dari Red Batik Solo.

Lagu Payung Fantasi mengiringi mereka berlenggak-lenggok dengan mengenakan kostum seperti Solo Batik Carnival (SBC), tetapi berupa gabungan peralatan rumah tangga dari bambu.

Ada juga peragaan dari pengrajin payung di Juwiring, Klaten yang membawakan payung lukis dan batik dengan diameter lebih dari satu meter.

Selanjutnya juga ada peragaan payung rajut dari benang wol kreasi Rumah Rajut Solo. Peserta lain yang tampil ada juga yang berasal dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara dengan pakaian adatnya dengan jubah panjang seperti raja-raja dari luar Jawa.

Penampilan semua peserta ditutup dengan Tari Lurik Payung dari Klaten dan penampilan dari Lampung.

Sebelumnya pada Minggu pukul 14.30 WIB kemarin, sisi utara Jl. Adisucipto, Manahan tepatnya di jalan keluar dari Gelora Bung Karno dijaga beberapa polisi lalu lintas. Mereka  mengamankan rombongan pejalan kaki yang mengenakan berbagai kostum mayoritas bermotif batik dan membawa payung berwarna warni.

Ada juga dua peserta yang menaiki becak. Mereka membawa payung lukis yang terbuat dari kertas bertuliskan Thailand. Tak hanya itu, ada puluhan orang mengenakan jubah berwarna warni dan membawa payung dengan ornamen mencolok seperti hiasan di pelaminan kerajaan.

Kostum dan penampilan mereka yang unik membuat sejumlah orang yang berlalu lalang di kawasan Manahan berhenti sejenak untuk mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel. Bahkan, ratusan orang yang siap dengan kamera SLR dan poket menanti kedatangan mereka pukul 15.30 di Taman Balekambang.

Seperti salah satu pengunjung, Rina, yang menunggu sejak pukul 14.00 WIB di Taman Balekambang karena tidak ingin kehilangan momentum saat mengambil gambar.

“Saya ke sini [Taman Balekambang] sama tiga teman saya karena ingin mencari foto-foto yang bagus. Apalagi acara seperti ini hanya setahun sekali,” katanya.

Koordinator Acara, Heru Mataya, berharap acara itu bisa menjadi ikon Kota Solo sehingga menarik wisatawan lokal dan mancanegara.

“Di Indonesia, acara festival payung ini baru ada di Solo. Jadi, ini bisa menjadi nilai lebih untuk Solo. Kami juga berharap Solo selalu berbudaya dan terus berkreasi untuk memberikan sajian yang menarik bagi semua orang,” tuturnya saat menutup FPI, Minggu sore.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya