SOLOPOS.COM - Pengunjung berfoto selfie dengan latar belakang hiasan payung yang terpasang saat acara Festival Payung 2021 di Taman Balekambang, Solo, Jumat (3/12/2021). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Setelah sempat pindah lokasi beberapa kali, festival payung Indonesia (Fespin) kembali digelar di Solo akhir pekan ini. Mereka merayakan sewindu perjalanannya menjadi ‘payung’ keberagaman budaya Nusantara. Acara diadakan di tempat kali pertama Fespin lahir yakni Taman Balekambang Solo, Jumat (3/12/2021) – Minggu (5/12/2021).

“Taman Balekambang merupakan tempat pertama kali festival ini diadakan. Begitu pula perayaan sewindu ini kami adakan di sini lagi,” kata inisiator festival, Heru Mattaya, Sabtu (4/12/2021) siang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mengusung tema This Too Shall Pass, mereka ingin mengajak semua komponen masyarakat untuk bangkit dan optimistis di tengah Covid-19. Kolaborasi dan saling gandeng tangan menjadi kunci bagaimana melewati badai pandemi dua tahun terakhir ini. Layaknya semboyang bangsa Bhineka Tunggal Ika yakni berbeda-beda tapi tetap satu jua.

“Kami membawa spirit optimistis, saling menguatkan. Terus menumbuhkan daya adaptasi, kreativitas, inovasi, dan kolaborasi di masa pandemi dan pasca-pandemi. Terus bergeliat menumbuhkan suatu festival sebagai marketing tools kepariwisataan Indonesia,” terang Heru kepada Solopos.com, Sabtu (4/12/2021) siang.

Baca Juga: Milad Ke-109, RS PKU Muhammadiyah Solo Mantapkan 8 Nilai Pelayanan

Pentas Memaknai Nilai Seni Payung

Spirit keberagaman dibawa lewat pameran payung dari berbagai daerah se-Indonesia ini.  Ada seribuan payung tradisional yang dibuat oleh tangan dingin seniman Tasikmalaya, Riau, hingga Aceh. Disusul karya kekinian seniman Jogja, Surabaya, Malang, hingga Jakarta yang dipajang bersama.

Bahan payung juga tak melulu dari kertas. Kreasi denim, rajut, kain perca, hingga origami, menghiasi festival andalan MATaya arts and Heritage ini. Warna warni karya seni tersebut menyatu dengan pohon-pohon rindang Taman Balekambang

Salah satu seniman yang terlibat kolaborasi Minara Syalute yang dikoordinatori Diah Saraswati. Karyawan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini memajang payung dengan diameter dua meter.

Diah juga membuat payung berukuran setengah meter yang pinggirannya ditempeli boneka saling gandeng tangan. Boneka tersebut mengenakan lurik dan jarik lawasan. Penghobi diving ini berharap karya seni yang dia buat tak hanya dinikmati, namun juga bisa memberi arti bagi masyarakat.

Baca Juga: Tim Ekspedisi Ekonomi Digital 2021, Santap Kakap Laut, Rasanya Mantul

Pesan yang dibawakan yakni pentingnya merawat persatuan, dan menjaga kebudayaan. “Gandeng tangan dan lurik ini adalah simbol soal merawat persatuan, simbol budaya Jawa. Kami ingin orang-orang yang lihat dan foto di depan payung nanti melihat pesan itu. Jadi enggak sekadar foto-foto,” kata Diah.

Tak hanya pameran hasil karya para seniman, panitia juga menyuguhkan workshop, hingga pentas langsung agar penonton lebih memaknai nilai seni payung-payung tersebut. Pentas di panggung terbuka Balekambang sangat beragam. Di antaranya fashion show, tari, hingga nonton film tentang payung.

Acara diadakan dengan menerapkan standar protokol kesehatan, mulai dari check in dengan aplikasi Peduli Lindungi, wajib bermasker, dan meminimalisasi kerumunan.

“Semoga Fespin menjadi payung yang memayungi keberagaman kreativitas masyarakat Indonesia yang multietnis dengan merawat kebinekaan Indonesia dalam sepayung Indonesia,” harap Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya