SOLOPOS.COM - Ratusan orang makan bersama dalam Festival Budaya Kembul Sewu Dulur yang kembali digelar di Bendung Kahyangan, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo, Rabu (30/11/2016). (Harian Jogja/Rima Sekarani I.N.)

Inti dari Kembul Sewu Dulur adalah melakukan kegiatan bersama dengan orang-orang yang dianggap sudah seperti saudara sendiri.

Festival Budaya Kembul Sewu Dulur kembali digelar di Bendung Kahyangan, Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kulonprogo, Rabu (30/11). Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Rima Sekarani I.N.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

“Ayo, dek. Makanannya dihabisin biar bisa nonton jaran,” kata Rismiyati kepada anaknya. Tangan kirinya membawa nasi dengan beberapa lauk dan kerupuk yang disajikan dalam mangkuk daun pisang. Dia tengah menyuapi seorang anak lelaki berusia lima tahun bernama Riko Pratama. Sesekali, dia juga memasukkan makanan ke mulutnya sendiri.

Rismiyati hanyalah satu dari ratusan orang yang berkumpul di kawasan Bendung Kahyangan untuk mengikuti Kembul Sewu Dulur. Mereka datang dari belasan dusun di Pendowoharjo dengan membawa nasi kenduri. Nasi beserta sayur dan lauk pauk pendukungnya diletakkan dalam tenong, yaitu wadah khusus berbentuk lingkaran yang terbuat dari anyaman bambu.

Setelah doa bersama, nasi kenduri tersebut dimakan bersama-sama. Dalam bahasa Jawa, kata ‘kembul’  memang memiliki arti bersama, sedangkan ‘dulur’ adalah saudara. Inti dari Kembul Sewu Dulur adalah melakukan kegiatan bersama dengan orang-orang yang dianggap sudah seperti saudara sendiri. Tidak heran jika suasana siang itu terasa hangat dan akrab. Masyarakat saling berbagi, makan bersama, dan mengobrol santai.

Rismiyati menyuapkan nasi sekali lagi ke mulut anaknya. Riko tidak banyak berkomentar dan mengunyahnya dengan tenang. Namun, ibunya terus mengatakan bahwa mereka harus segera turun ke sungai di kawasan tersebut. Masih ada upacara adat Guyang Jaran yang menjadi bagian dari rangkaian festival budaya hari itu. “Makan itu memang enak kalau ramai-ramai begini. Nafsu makannya kayak bertambah,” ucap warga Dusun Kluwih, Pendoworejo itu.

Festival Budaya Kembul Sewu Dulur sebenarnya berlangsung selama dua hari sejak Selasa (29/11) kemarin. Kegiatan hari pertama dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan kesenian tradisional, seperti jatilan, tari angguk, dan pentas dolanan anak. Acara hari kedua lalu dimulai dengan kirab budaya dari Lapangan Turusan Pendoworejo menuju kawasan Bendung Kahyangan. Masyarakat kemudian dahar kembul atau makan bersama sebelum beranjak ke acara berikutnya, yaitu Guyang Jaran.

Guyang Jaran dilaksanakan di tempuran Sungai Kahyangan dan Sungai Ngiwa. Beberapa kuda kepang dari kelompok jatilan dimandikan di sana dengan diiringi musik gamelan. Upacara itu dipimpin seorang pemangku adat. Dia tampak beberapa kali tampak menebarkan bunga di sungai dan ikut mengusap jaran kepang serta kepala pemainnya.

Usai Guyang Jaran, festival budaya masih berlanjut hingga malam hari. Berbagai kesenian kembali dipentaskan untuk menghibur masyarakat. Diantaranya jatilan, musik ciblon, macapatan, salawat, dan wayang kulit.

Pemangku adat Bendung Kahyangan, Sri Mulyono mengatakan, Festival Budaya Kembul Sewu Dulur merupakan tradisi untuk memperingati saparan rebo pungkasan. Nasi kenduri dalam tenong adalah wujud rasa syukur masyarakat atas limpahan berkah dari Tuhan. Dia juga mengatakan jika makan bersama diharapkan bisa mempererat tali silaturahmi dan persaudaraan. “Tujuannya memang untuk mengakrabkan dan membangun silaturahm,” ujar dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya