SOLOPOS.COM - Polisi membubarkan pawai peringatan hak-hak LGBT, di Istanbul Turki, Minggu (28/6/2015). (JIBI/Solopos/Reuters/Huseyin Aldemir)

Fenomena LGBT yang banyak dilarang di Indonesia justru mendapat dukungan dari Dubes AS.

Solopos.com, JAKARTA — Pernyataan Dubes AS, Robert O Blake, soal dukungannya terhadap eksistensi kelompok lesbian gay biseksual dan trangender (LGBT) Indonesia, mendapat kecaman keras di dalam negeri. Hal itu dinilai merupakan salah satu cara untuk melemahkan kekuatan dan kesatuan Indonesia dari dalam negeri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu dikatakan oleh Gerakan Wanita Nusantara (Granita) yang memandang alasan hak azazi manusia (HAM) tidak pantas dijadikan dasar dukungan terhadap LGBT. Ketua Umum Granita, Dian Pranita, dalam rilisnya kepada media, Senin (15/2/2016), menilai kehadiran LGBT akan memicu generasi mendatang tidak memiliki identitas.

“Ini bukan masalah hak asasi manusia, tetapi ini masalah masa depan bangsa dan negara. Jika pernikahan sejenis diakui di Indonesia, lalu siapa yang akan melahirkan generasi yang akan datang dan bagaimana nasib masa depan bangsa? Apakah LGBT menular? Silakan tanya kepada ahlinya ataupun searching di Google, seabreg pengetahuan bisa dibaca di situ,” katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis/JIBI, Senin (15/2/2016).

“Karena itulah dia mendukung dan mengizinkan pernikahan sejenis serta mengakui kehadiran LGBT sama saja dengan meletakan masa depan bangsa pada masalah yang serius,” sambung Dian.

Dian bahkan menuding pernyataan Dubes AS punya motif tersembunyi, yaitu ingin menghancurkan Indonesia dari dalam dengan mengaitkan kehadiran LGBT dan demokrasi. Dukungan terhadap LGBT, katanya, tidak ada kaitannya dengan kehidupan demokrasi.

“Ini Indonesia dan bukan AS. Setiap hak dasar yg telah dianugerahi Tuhan seperti hak hidup, hak berkarya, hak berekonomi mencari penghidupan yang layak bagi diri dan keluarganya, itu musti dijunjung sepenuhnya oleh setiap orang! Karena Tuhan menciptakan manusia dengan suatu tujuan, yang senantiasa berpasang-pasangan,” katanya.

“Jika tidak mungkin berkembang biak karena pernikahan sejenis atau penyimpangan dari hukum alam, lalu bagaimana masa depan Indonesia harus ditata?” tanya Dian.

Ketua Granita itu menilai isu ini akan berujung pada permintaan agar pemerintah memberi pengakuan atas LGBT. Implikasinya, status LGBT juga akan berpengaruh pada persyaratan menjadi pejabat publik.

“Pengakuan resmi atas LGBT akan berlari pada tuntutan apakah Presiden Indonesia boleh seorang LGBT atau tidak? Dengan demikian lebih jauh lagi, apakah persyaratan calon presiden, calon gubernur, ataupun calon bupati yang harus sehat jasmani dan rohani, tidak dibutuhkan lagi?” tanyanya.

Fenomena LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Sebelumnya, pemerintah pun melarang stiker LGBT di aplikasi perpesanan Line. Langkah pemerintah Indonesia ini rupanya menjadi sorotan media internasional.

Media asal Inggris The Guardian, Sabtu (13/2/2016), memberitakan keputusan pemerintah Indonesia yang meminta penyedia layanan obrolan instan seperti Line, Whatsapp, dan Facebook menghapus emoji dan stiker gay pada aplikasi mereka.

Situs Engadget dan BBC juga memberitakan hal serupa. Di situs BBC, mereka menyoroti larangan emoji LGBT dengan artikel berjudul Indonesia wants gay-themed emojis removed pada Kamis (11/2/2016).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya