SOLOPOS.COM - Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

SOLO—Semenjak Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, aktif di media sosial Twitter, masyarakat beramai-ramai mengadukan berbagai persoalan di lingkungannya.

Hal itu tidak lepas dari gaya komunikasi Gibran yang terbilang peduli dengan berbagai persoalan masyarakat yang diadukan kepada dia. Putera Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu beberapa kali merespons cuitan yang di-mention ke dirinya, walau dari luar Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Psikolog Politik UNS Solo, Moh Abdul Hakim, saat dimintai tanggapan Solopos.com, Selasa (29/11/2022), mengakui fenomena itu sebagai Gibran effect atau efek Gibran. Fenomena itu diprediksi bisa kian meluas spektrumnya, tidak hanya di Soloraya.

Ekspedisi Mudik 2024

“Komplain-komplain dari luar Solo menggambarkan kerinduan masyarakat bawah atau grassroot akan model pemimpin yang tanggap, mau mendengar persoalan riil sehari-hari. Artinya pemimpin di Soloraya di luar Solo dianggap tidak seideal Gibran,” ungkap dia.

Abdul Hakim menjelaskan sebenarnya Gibran bisa saja tidak merespons berbagai aduan yang masuk dari luar Solo. Sebab memang hal itu tidak menjadi kewenangan teritorialnya, dan tidak ada konsekuensi apa pun bila aduan dari luar Solo tidak ditanggapi.

Tapi, Gibran memilih untuk merespons aduan-aduan itu karena menjadi kesempatan emas untuk menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang tanggap akan keresahan masyarakat. Sehingga dia dikenal sebagai pemimpin peduli yang merespons dengan cepat.

Abdul Hakim melihat sikap yang ditunjukkan Gibran tidak bisa dilepaskan dari status dan posisinya yang unik, sebagai Wali Kota Solo dan anak Presiden Jokowi. Sehingga fenomena efek Gibran yang berkembang berangkat dari keistimewaan dia sebagai anak Jokowi.

“Jadi Gibran effect itu menurut saya berangkat dari keistimewaan dan status gibran sebagai anak Presiden, atau privilege sebagai anak presiden. Tapi dia memanfaatkannya sebagai sesuatu yang positif, untuk perbaikan pemerintahan di daerah,” terang dia.

Abdul Hakim mengingatkan gaya yang sama tak bisa dilakukan kepala daerah lain. Bila memaksakan melakukan itu bisa dipastikan akan memicu konflik. Berbeda saat yang melakukan Gibran. “Karena yang melakukan Gibran, bupati jadi tidak berani,” imbuh dia.

Abdul Hakim mencontohkan klaim Gibran yang menyebut backing di praktik tambang ilegal di Klaten yang mengerikan. Klaim yang sama sulit diterima bila datang dari sosok bukan Gibran. Dan karena klaim itu datang dari Gibran, dia tak perlu menunjukkan bukti.

“Soal tambang di Klaten backing-nya ngeri kan klaim sangat berani. Bagi dia tak perlu menunjukkan bukti dan seterusnya. Akhirnya polisi yang bertindak, dan Bupati Klaten yang punya keterkaitan langsung tidak berani komplain kepada Gibran,” sambung dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya