SOLOPOS.COM - Peta seismisitas Selat Sunda yang dipantau BMKG. (Antara/BMKG)

Solopos.com, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terus memonitor rentetan gempa yang terjadi secara beruntun di Selat Sunda sejak Minggu (7/6/2020) malam. Fenomena ini tak biasa karena diduga merupakan hasil pergerakan sesar menghunjam menurun atau vertikal.

"Saat ini BMKG masih terus memonitor," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Senin (8/6/2020).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

BPJS Ketenagakerjaan Punya Pembiayaan Rumah, Buat Apa Tapera?

"Apakah fenomena kegempaan di Selat Sunda ini hanya sebatas gempa swarm biasa yang kemudian berakhir dengan sendirinya? Atau kemungkinan berlanjut sebagai gempa pendahuluan [foreshocks]," tambahnya.

Jika sampai Senin malam tidak ada aktivitas gempa beruntun lagi di Selat Sunda, maka sangat kecil kemungkinan gempa pendahuluan. "Harapan kita aktivitas itu hanyalah gempa swarm biasa dan berakhir tanpa ada sesuatu yang tidak diharapkan," tambah dia.

Persepsi Ekonomi Indonesia Buruk Akibat Corona, Istana Anggap Baik-Baik Saja

Pada Minggu (7/6/2020) malam di wilayah Selat Sunda bagian selatan terjadi femonena kebumian yang menarik. Saat itu BMKG mencatat adanya rentetan aktivitas gempa tektonik yang terjadi secara beruntun.

Gempa beruntun di Selat Sunda itu dimulai gempa pertama pada pukul 19.04 WIB dengan magnitudo 2,9. Selanjutnya, 16 menit kemudian terjadi lagi gempa dengan magnitudo 3,3. Aktivitas gempa ini terus terjadi sambung-menyambung.

Sudah Terlalu Banyak Iuran, Apindo Tegas Menolak Tapera

Graben Selat Sunda

Rentetan gempa tektonik ini memiliki magnitudo yang bervariasi. Magnitudo gempa yang paling besar 3,9 dan yang paling kecil 2,9 membentuk grombolan atau kluster episenter.

Menariknya lagi bahwa kluster seismisitas ini terletak pada pusat gempa dengan magnitudo 5,0 yang terjadi pada Sabtu (11/4/2020) lalu. Jika mencermati lokasi sebaran episentrum di peta tektonik Selat Sunda, gempa beruntun ini terletak pada jalur Sesar Semangko yang menerus ke laut.

Update Kasus Covid-19 Indonesia: Pasien Positif Tembus 32.033, Sembuh Meningkat Jadi 10.904

Namun demikian struktur sesar di zona ini tampaknya sudah bukan lagi didominasi sistem sesar mendatar (strike slip fault). Pergerakan sudah berubah menjadi beberapa struktur sesar turun (normal fault). Ini karena adanya mekanisme pull-apart yang membentuk basin/graben Selat Sunda.

Graben Selat Sunda ini terbentuk karena adanya fenomena peregangan dampak dari bagian Pulau Sumatra yang bergerak searah jarum jam. Graben ini menjadikan zona Selat Sunda sebagai porosnya. Gempa beruntun masih terjadi hingga Senin pagi, dengan tercatat ada sembilan aktivitas gempa tektonik yang mengkluster di Selat Sunda.

PKM Semarang Diperpanjang karena Tingginya Covid-19, Tapi Biliar Dibuka

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya