SOLOPOS.COM - Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Fatwa haram BPJS dinyatakan oleh MUI.

Solopos.com, SOLO — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatansaat ini tidak sesuai syariah.  BPJS Solo mengaku fatwa tersebut tak mengganggu operasional di Solo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

MUI menyatakan penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak tidak sesuai dengan prinsip syariah atau haram, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.

Dikutip Okezone, Selasa (28/7/2015), faktwa tersebut merupakan ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V ini diselenggarakan di Pondok Pesantren AtTauhidiyah, Cikura, Tegal, Jawa Tengah pada 7-10 Juni 2015.

Pendapat MUI mengenai sistem penyelenggaran BPJS ini ada melalui hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V tahun 2015 yang menyebut program BPJS termasuk modus transaksional, khususnya BPJS Kesehatan dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah.

Hal ini merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN-MUI) dan beberapa literatur secara umum belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.

Operasional Solo

Fatwa haram BPJS itu tidak menganggu pelayanan dan penambahan jumlah peserta. Hal ini karena yang dibutuhkan masyarakat adalah pelayanan kesehatan.

Kepala BPJS Kesehatan Solo, Agus Purwono, menyampaikan mengakui pendaftaran peserta saat ini tidak setinggi saat awal beroperasinya asuransi kesehatan milik pemerintah ini. Hal ini karena sudah banyak masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dia mengungkapkan dalam sehari masih ada sekitar 300 orang yang mendaftar menjadi peserta.

“Fatwa [haram] yang diungkapkan tidak menganggu layanan dan pendaftaran peserta BPJS Kesehatan. Yang dipermasalahkan MUI adalah denda bukan pelayanan sehingga layanan tetap berjalan normal,” ungkap Agus kepada Solopos.com, Rabu (29/7/2015).

Apalagi menurut dia, pelayanan dan denda merupakan hal yang berbeda. Dia mengatakan denda ada ketika peserta terlambat membayar iuran. Namun apabila pembayaran berjalan rutin, tentu tidak akan ada masalah.

Dia menyampaikan hingga saat ini belum ada instruksi dari kantor pusat terkait fatwa haram MUI. Hal ini karena BPJS Kesehatan beroperasi berdasarkan undang-undang (UU) dan peraturan presiden (perpres). Oleh karena itu, perubahan kebijakan berarti harus mengubah peraturannya.

“Denda sebanyak dua persen dari iuran ini tidak untuk mengambil keuntungan tapi untuk menertibkan peserta membayar iuran mengingat BPJS Kesehatan ini sifatnya gotong royong dan saling membantu,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya