SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak sekolah. (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO—Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Solo bakal menghapus status puluhan sekolah plus mulai dari SD, SMP, dan SMA/SMK di Kota Bengawan mulai tahun ajaran baru 2014. Kebijakan itu diambil menyusul adanya kesan sekolah plus itu eksklusif bagi siswa miskin.

Rencana tersebut disampaikan Kepala Disdikpora Solo Etty Retnowati saat dihubungi solopos.com, Rabu (30/4/2014). Menurut Etty, kebijakan tersebut juga pada rekomendasi DPRD Solo terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Solo 2013 yang disampaikan dalam rapat paripurna istimewa beberapa waktu lalu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Dari sisi pelaksanaan sebenarnya tidak masalah. Tapi, dari sisi program rasanya kok ada kesan eksklusif. Atas dasar itu sekolah plus perlu dikaji. Kami masih menyiapkan draf nota dinas terkait dengan kebijakan itu yang nantinya disampaikan kepada Wali Kota,” terang dia.

Bagi Etty, status plus itu nanti melekat kepada siswa namun tidak harus disebut sebagai siswa plus. Dia menerangkan fasilitas yang diberikan kepada siswa itu sama dengan fasilitas sewaktu di sekolah plus. Kebutuhan sekolah mulai dari sepatu, seragam, biaya dan seterusnya, kata dia, tetap dibebankan kepada APBD.

“Sebenarnya mereka itu kan pemegang kartu BPMKS [Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta] platinum. Mereka nanti bebas memilih sekolah, termasuk di sekolah swasta,” tambahnya.

Terpisah, Sekretaris Komisi IV DPRD Solo, Abdul Ghofar Ismail, saat ditemui Espos di sela-sela kegiatan dinas dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Lorin Hotel Solo, Rabu siang, mengatakan berdasarkan evaluasi di Disdikpora, program sekolah plus yang berjalan sejak 2010 itu akan dihapus. Menurut dia, status plus tidak lagi melekat pada institusi sekolah, melainkan melekat pada siswa yang bersangkutan.

“Ya, patokannya mengacu pada kartu BPMKS. Harapannya lulusan SDN plus bisa masuk ke SMPN plus dan seterusnya. Namun, kadang kala mereka itu tidak bisa berkompetisi untuk memenuhi kuota plus di sekolah yang bersangkutan. Akhirnya, mereka itu ikut program online untuk keluarga miskin [gakin]. Ternyata juga tidak lolos, akhirnya lari ke madrasah. Dengan status plus melekat pada siswa, di mana pun siswa itu belajar mestinya fasilitas plus mengikuti, termasuk di swasta,” tegasnya.

Ghofar berharap sejumlah sekolah swasta itu mestinya turut serta dalam program sekolah gratis untuk warga miskin itu, melalui program corporate social responsibility (CSR). Dia mengungkapkan CSR sekolah swasta itu bisa diberikan dengan potongan biaya pendidikan. “Namun selama ini, pemkot baru bisa mengimbau sekolah swasta karena belum ada regulasi ke arah itu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya