SOLOPOS.COM - Ilustrasi rapat paripurna DPR (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Fasilitas DPRD berupa tunjangan perumahan bagi anggota legislatif dianggap oleh Komunitas Penyadaran Moral dan Masyarakan Andalan Jeli Tangguh (AJT) sebagai korupsi yang dilegalkan.

Semarangpos.com, SEMARANG – Fasilitas tunjangan perumahan untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dinilai merupakan bentuk korupsi yang dilegalkan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal ini disampaikan dalam focus group discusion (FGD) bertema “Apakah Tunjangan Perumahan DPRD bentuk korupsi terselubung?” yang digelar komunitas penyadaran moral dan hukum masyarakat Andalan Jeli Tangguh (AJT) di Semarang, Kamis (7/4/2016).

Kegiatan diikuti berbagai kalangan antara lain, Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN), Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang, Federasi Serikat Pekerja Independen (FSPI) Kota Semarang, Biro Bantau Hukum Fakultas Hukum Unisbank Semarang, serta beberapa elemen masyarakat lainnya.

Sekretaris AJT, Dwi Saputra, mengatakan tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD merupakan salah satu dari fasilitas yang diterima dewan. Tunjangan perumahan itu setiap tahunnya mengalami peningkatan yang sangat besar serta diberikan terus-menerus setiap bulan sehingga membebani APBD.

Dwi mencontohkan tunjangan perumahan pimpinan anggota DPRD Kota Semarang adalah Rp19,5 juta per bulan, sementara bagi para anggotanya senilai Rp18 juta per bulan. Ketentuan ini resmi karena diatur dalam Peraturan Wali Kota Semarang No.1/2016.

Dengan jumlah pimpinan dan anggota DPRD Kota Semarang sebanyak 50 orang, maka anggaran untuk tunjangan perumahaan legislatif total mencapai lebih dari Rp10 miliar. selama satu periode.

“Tunjangan perumahan anggota DPRD ini merupakan bentuk korupsi yang dilegalkan karena rumah yang disewa adalah rumah mereka sendiri,” ujar Dwi.

Dwi menambahkan anggota dewan itu menempati rumah mereka sendiri, sehingga tunjangan itu pun seharusnya masuk tindak pindana korupsi.

“Masak menyewa rumah sendiri dengan menggunakan uang negara. Jadi tunjangan perumahan ini hanya untuk menambah penghasilan anggota DPRD,” ujar Dwi Saputra.

Aktivis KP2KKN Jateng, Roni Maryanto, mengatakan tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Kota Semarang tidak wajar. Dari data yang ia peroleh, untuk menyewa sebuah rumah mewah di Semarang dengan lengkap fasilitas seperti AC, TV, mesin cuci dan lainnya hanya berkisar antara Rp80 juta-Rp100 juta per tahun.

“Jadi untuk sewa rumah per bulan seharusnya berkisar antara Rp7 juta-Rp8 juta per bulan. Kalau anggota DPRD Kota Semarang dianggarkan Rp18 juta-Rp19,5 juta per bulan berarti tidak wajar dan melukai rasa keadilan masyarakat,” terang Roni.

Sementara itu, aktivis Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Zainurrahman, tunjangan perumahan bagi anggota DPRD merupakan korupsi kebijakan.

Sedangkan pegiat antikorupsi Semarang, Eko Haryanto, menegaskan tunjangan perumahan anggota DPRD tidak patut dan tidak layak karena penentuan nominalnya tidak transparan.

“Ke depan perlu dilakukan advokasi bersama terutama ke Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] untuk meminta kejelasan mengenai tunjangan perumahan DPRD ini,” tutur Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya