SOLOPOS.COM - Busana karya Tommy (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Salah satu koleksi busana karya Tommy Tri Wahyudi (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Membuat busana mewah tidak harus bermaterial mahal. Di tangan perancang Tommy Tri Wahyudi, kain lawasan era 1960-an diracik menjadi busana cantik. Bahkan kain-kain itu merupakan perca, sisa-sisa kain dari client-nya dengan teknik tambal sulam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sepintas, rancangan pria kelahiran Jogja, 34 tahun silam berjudul Garage Vintage dalam gelaran fashion show di The Phoenix Hotel Yogyakarta, Selasa (11/9) ini tampak ‘mulus’ dari satu kain utuh. Begitu diperhatikan seksama, satu baju saja bisa berbahan puluhan kain perca. Tommy memanfaatkan kain sisa produksi butiknya House Of Tommy di Jogokaryan, Jogja, seperti bahan batik lawasan, batik belel (batik yang diwashing menjadi lawas), batik kontemporer pria, brocade, tile dan lace.

Ia kemudian menambal sulam kain-kain, dimodifikasi kain perca tipis seperti sifon, tile, brocade dan lace sebagai embelishment maupun corsace cantik. Selain tambal sulam, Tommy juga menggunakan teknik aplikasi brocade, lace dan renda pada garis pinggir, tengah dan atas busana.

Teknik lain adalah unfinish kain perca, dibiarkan tanpa dijahit halus. Ada pula batik cap yang warnanya masih ngejreng kemudian di-washing dengan cairan peluntur warna sehingga kain itu berkesan lawas. “Aku juga menggunakana corsace dengan beberapa teknik baik yang rapi maupun abstrak dengan aplikasi bulu burung ostrich,” ujarnya.

Karena batik berkesan lawasan, warna-warna yang diusung cenderung kalem, seperti dusty grey, pastel, dusty pink, cream vintage. Meski berkesan tahun 1960-an dengan tatanan rambut digerai sederhana, baju-baju tersebut cocok dikenakan usia remaja dari 12-40 tahun karena model bajunya sebagian besar centil. 

Kreativitas

Menurut Tommy, berkarya spektakuler sekalipun tidak harus dengan material mahal. Tapi terpenting adalah kreativitas dan inovasi. “Kebetulan sebelum show, aku sakit, sehingga aku enggak bisa kemana-mana. Makanya aku memanfaatkan kain sisa jahitan, aku buang yang bolong-bolong, dari yang secuil-secuil jadi baju tanpa aku harus membeli bahan baru,” jelasnya.

Fashion show ini dibagi menjadi tiga sekuel, yakni casual cocok untuk travelling menyesuaikan pemakai yang suka jalan-jalan, kemudian cocktail untuk semi formal. Khusus baju cocktail ini, Tommy mengaplikasi baju dengan brokat, renda dan perca batik. Ketiga, dress untuk acara malam yang style-nya lebih terkesan centil dengan aplikasi bulu burung sisa jahitan wedding para cliennya. “Aku memang buat yang bisa internasional look, tapi tetep batik sehingga eksklusif Indonesia”.

Busana karya Tommy (JIBI/Harian Jogja/Tri Wahyu Utami)

Satu potong baju rancangan Tommy ini, untuk kemeja pria dihargai mulai Rp400.000 dan wanita Rp750.000. Harga tersebut diakuinya mahal, mengingat ide dan kreativitasnya tidak sepele. “Aku tidak bisa buat satu model lebih dari satu baju. Karena proses jahit, kain dan pewarnaannya masing-masing beda,” tambah pemilik butik di Galeria Mal lantai 2 dan Hotel Melia Purosani ini.

Lantaran baju-baju ini vintage, Tommy pun memberi tips agar baju-baju ini tetap tampil seperti saat dibeli. Sebaiknya, setelah dipakai, baju jangan sekali-kali bersentuhan dengan air. Cucilah di loundry dengan teknik dryclean. Bisa juga dengan menggantungnya tanpa paparan sinar matahari selama dua malam, kemudian disemprot dengan cairan anti bakteri khusus baju, barulah dikemas dalam plastik yang dilubangi bagian bawahnya lalu digantung di lemari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya