SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SUKOHARJO — Kompleks Makam Ki Ageng Sutawijaya di Bumi Arum Majasto, Desa Majasto, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, memiliki sejumlah fakta unik yang mencengangkan. Tanah di bukit dengan ketinggian sekitar 60 meter itu konon berbau wangi, sehingga dalam memakamkan jenazah tak perlu menggali lubang terlalu dalam.

“Dinamakan Bumi Arum karena buminya memang berbau harum. Orang mati di sini cuma dikubur satu dengkul. Sunan Gunung Jati [salah satu Wali Songo] pengin lalu ngambil tanah sakgendu sakkepel dibawa ke Cirebon. Sehingga di Cirebon ada Bumi Sedap. Sultan Agung Hanyokrokusumo juga mengirim utusan mengambil tanah dibawa ke Imogiri, jadi di sana ada Bumi Wangi,” urai Madyo, sejarawan Desa Majasto, seperti dipantau Solopos.com dari kanal Youtube Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Disarpus) Sukoharjo, Minggu (17/4/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia menjelaskan penggalian lubang atau liang lahat untuk memakamkan jenazah di Bumi Arum Majasto makam cukup berkedalaman sekitar 60 centimeter atau sedikit di atas dengkul.

Baca juga: Sejarah Makam Majasto, Ki Ageng Sutawijaya, dan Kampung Sekelilingnya

Fakta unik lainnya di Bumi Arum Majasto, makam di sana boleh ditumpangi dengan jenazah lain minimal setelah 1.000 hari. Namun demikian jenazah yang baru tersebut hanyalah anak keturunan dari orang yang telah dikubur di makam tersebut

“Makam di sini setiap nisan setelah 1.000 hari boleh ditumpangi anak cucunya,” ungkap Madyo. Dia menjelaskan di sekitar Bumi Arum Majasto ditumbuhi sejumlah pohon kamboja yang menjadi batas areal kuburan.

Murid Sunan Kalijaga

Mengutip sejumlah sumber, Ki Ageng Sutawijaya merupakan keturunan Raja Majapahit yaitu Brawijaya V. Saat Kerajaan Majapahit runtuh, Sutawijaya meninggalkan istana dan melarikan diri bersama saudara-saudaranya. Dalam pelariannya Ki Ageng Sutawijaya yang awalnya bernama Raden Joko Bodho bertemu Sunan Kalijaga. Setelah bertemu Sunan Kalijaga, Joko Bodho memperoleh gelar Ki Ageng Sutawijaya.

Ki Ageng Sutawijaya kemudian mendapat perintah untuk berguru kepada Sunan Tembayat. Setelah berguru beberapa bulan di Tembayat, Ki Ageng Sutawijaya menuju bukit Majasto dan menyebarkan Islam di sana sesuai instruksi Sunan Kalijaga. Sampai akhir hidupnya, Ki Ageng Sutawijaya tinggal di bukit Majasto dan dimakamkan di sana. Oleh masyarakat setempat, kompleks permakaman Ki Ageng Sutawijaya dinamai sebagai Makam Bumi Arum Majasto.

Baca juga: Makam Majasto dan Kisah Orang Sakti Eyang Sutowijoyo di Sukoharjo

Selain makam, di bukit Majasto juga terdapat sebuah masjid peninggalan Ki Ageng Sutawijaya. Masjid yang diberi nama Al Rohmad itu, menurut Madyo, diperkirakan didirikan pada tahun 1470 Masehi dan sampai sekarang masih berdiri dengan kokoh.

Di area Makam Majasto juga terdapat empat sendang yakni sendang tapak bumo –satu sendang namun ada dua lubang–, kemudian sendang kamulyan, dan sendang tapak kuda sembrani. Dari keempat sendang itu hanya sendang tapak bumo yang masih digunakan.

Keunikan lainnya dari makam Majasto yakni terkait jumlah anak tangga menuju ke bukit tersebut. Berdasarkan cerita yang beredar, jumlah anak tangga di Makam Majasto akan berbeda jika dihitung dari bawah ke atas dibandingkan dengan penghitungan dari bawah ke atas. Demikian pula hitungan anak tangga antara satu pengunjung dengan pengunjung lain yang datang ke makam itu juga akan berbeda hasilnya.

“Memang seperti itu [hitungan berbeda], memang kalau ada pendatang bilang hitungannya berbeda. Salah satunya mungkin karena konsentrasi kurang atau ada sesuatu hanya Tuhan yang tahu, dari dulu mitosnya seperti itu,” ungkap Sayono, pengurus makam Majasto, dikutip dari kanal Youtube Disarpus Sukoharjo.

Baca juga: Pemkab Sukoharjo Gelar Nuzululquran Senin Malam, Ini Pesan Bupati Etik

Bagi Anda yang berminat berwisata religi ke Makam Majasto, ada aturan tidak tertulis tapi harus dipatuhi oleh para pengunjung. Saat berada di kawasan Bukit Arum Majasto, pengunjung diminta menjaga sopan santun dan dilarang berbicara yang tidak baik.

“Karena mulutmu adalah harimaumu. Di sini ditegaskan kalau ngomong tak boleh sembarang ngomong, harus menjaga sopan santun,” pungkas Madyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya