SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemeriksaan dengan lie detector. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — “Bharada E, apakah pistol yang yang Anda bawa memang disiapkan untuk menembak korban?” Ini adalah pertanyaan menyudutkan bagi Bharada E selaku tersangka pembunuhan Brigadir J yang kemungkinan besar ditanyakan penyidik dalam proses pemeriksaan, dan kemungkinan ditanyakan kembali saat diperiksa memakai alat pendeteksi kebohongan alias lie detector. Keterangan Bharada E selaku justice collaborator menjadi titik terang dan langkah awal pengusutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di rumah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.

“Bagaimana Anda bisa sampai di tempat itu dan apa yang Anda lakukan?” pertanyaan seperti ini juga kemungkinan ditanyakan oleh penyidik kepada dua tersangka lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf, terkait pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. “Apa yang Anda lihat di dalam kamar ibu PC, bagaimana kondisinya? Berita selengkapnya bisa dibaca di Lie Detector Bisa Dibohongi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Malam itu, di sebuah simpang empat di kawasan Sumber, Kota Solo, yang tidak terlalu terang, seorang difabel tuna daksa merayap di permukaan beton jalan. Kala itu, lampu lalu lintas menyala merah. Pikirnya, ini adalah waktu yang tepat untuk meminta belas kasihan kepada pengguna jalan. Dengan ngesot, dia berusaha menghampiri satu persatu pengguna jalan, baik pengendara roda dua maupun roda empat atau lebih.

Ekspedisi Mudik 2024

Beberapa pengendara motor mengulurkan tangan sembari memberi sejumlah uang. Namun, ada pula yang mengabaikannya. Bukan berarti mereka pelit, tidak merasa kasihan atau tidak ingin membantu difabel itu. Justru, bagi sebagian warga, tidak memberi uang kepada pengemis di jalanan adalah bentuk kepedulian.

Baca Juga: Menilik Program Smart Kampung yang Lambungkan Nama Azwar Anas

Mumet aku, mas. Anakku meh mlebu kuliah ning kampus negeri bayar gedunge sampe Rp20 juta (pusing saya mas. Anak saya mau masuk kuliah di kampus negeri, tapi bayar uang gedung sampai Rp20 juta). Duit seko ngendi sing arep tak nggo mbayar (uang dari mana yang bisa saya pakai untuk membayar),” keluh Toro sambil garuk-garuk kepala kepada dua temannya di hik sekitar RS PKU Muhammadiyah Solo beberapa waktu lalu.

Anak sulungnya ingin masuk program sarjana farmasi kampus negeri di Kota Solo melalui seleksi jalur mandiri yang biayanya cukup memberatkan bagi dirinya yang berstatus sebagai wartawan lepas di salah satu media televisi swasta di Tanah Air. “Anakmu mlebu jalur mandiri tho, mas? Kok bayarane mlebu larang tenan,” tanya Didi, salah satu sahabat karib Toro yang dijawab dengan anggukan kepala. Kenapa biaya masuk kuliah jalur mandiri di kampus negeri begitu mahal? Berita selengkapnya bisa dibaca di Jalur Gelap Masuk Kampus Negeri.

Baca Juga: Rabu Pon Weton Jokowi, Hari Spesial Reshuffle Kabinet

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan sudut pandang khas dan pembahasan mendalam dengan basis jurnalisme presisi. Membaca konten premium akan mendapatkan pemahaman komprehensif tentang suatu topik dengan dukungan data yang lengkap. Silakan mendaftar terlebih dulu untuk mengakses konten-konten premium di kanal Espos Plus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya