SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengadilan. (JIBI/Solopos/Reuters)

Harianjogja.com, JOGJA- Terdakwa kasus dugaan korupsi intensifikasi tembakau virginia di Bantul, Edy Suharyanta menjalani sidang perdana di Pengadian Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja, Senin (18/11/2013).

Ia dianggap memperkaya diri sendiri, orang lain serta membahayakan keuangan negara.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Dalam sidang yang dipimpin hakim Yanto, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nanik Kusharyati, menguraikan perkara korupsi tersebut bermula dari adanya dana bagi hasil cukai tembakau 2009 sebesar Rp1,8 miliar.

Dari dana tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Bantul yang dipimpin Edy mendapatkan alokasi Rp570 juta yang diperuntukkan sebagai dana hibah bagi kelompok tani.

Edy kemudian menghubungi Sujono, seorang petani dan meminta agar segera membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) beserta rincian pengurusnya dan membuat proposal penerimaan dana hibah.

Permintaan itu kemudian dituruti sehingga KUB tersebut mengajukan dana sebesar Rp300 juta dan dicairkan bulan Februari 2009.

Dana tersebut sebagian besar digunakan untuk membayar angsuran pinjaman Sujono di BPR Bank Pasar Bantul untuk kepentingan pribadi. Sisanya digunaan untuk menyewa lahan, dan berbagai keperluan pertanian serta hutang Rp17 juta kepada Dispertahut.

Masih di tahun yang sama, tepatnya bulan Mei, lanjut JPU, Edy memerintahkan Sujono untuk membentuk KUB baru dan mengajukan proposal dana hibah sebesar Rp270 juta.

Pasalnya, sesuai ketentuan, penerima dana hibah tidak boleh diterima oleh kelompok yang sama. Struktur kepengurusan dibolak-balik sehingga terlihat sebagai KUB yang berbeda dari sebelumnya.

Dispertahut kemudian merekomendasikan agar Bupati Bantul segera mencairkan anggaran dana sesuai yang diajukan dalam proposal. Sebagian besar dana tersebut kemudian digunakan untuk membayar utang di Bank Pasar Bantul.

“Seharusnya dana tersebut digunakan dalam program intensifikasi tembakau virginia,” terang JPU.

Setahun berikutnya, tepatnya Oktober 2010, lagi-lagi terdakwa memerintahkan Sujono untuk membentuk KUB baru dengan susunan pengurus yang dibolak-balik kemudian mengajukan proposal sebesar Rp180 juta.
Setelah cair, Rp51 juta dari total dana tersebut dibayarkan kepada terdakwa sebagai pelunasan utang oleh saksi HM. Irsyad.

Dengan demikian, menurut JP, secara keseluruhan terdakwa telah merugikan negara sebesar Rp650 juta. Perbuatan tersebut melanggar Pasall 2 ayat (1) junto Pasal 10 UU No 31/1999,UU No. 20/2001 tentang tindak pidana koruppsi, junto pasal 55 ayat (1) dan 64 (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya