SOLOPOS.COM - Haryanto menunjukkan digester yang digunakan untuk mengolah kotoran dan urine kambing menjadi pupuk organik dan biogas di Dusun Ndari, Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, Jumat (19/9/2014). (JIBI/Harian Jogja/Rima Sekarani I.N)

Harianjogja.com, SLEMAN-Kotoran dan urine kambing diolah menjadi pupuk organik oleh Kelompok Ternak Perkasa di Dusun Ndari, Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Gas metan dari pengolahan limbah itu akan dimanfaatkan sebagai biogas untuk disalurkan ke rumah warga.

Awal 2014, Haryanto, anggota Kelompok Ternak Perkasa Dusun Ndari mendapat bantuan dari yayasan swasta untuk mengembangkan biogas di rumahnya. Yanto, begitu dia akrab disapa, menggunakan kotoran dari empat ekor sapi miliknya. Sayangnya, proses fermentasi kotoran sapi cenderung lama, bisa sampai sepekan. Yanto memutar otak. Dia ingin agar biogas bisa segera digunakan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya coba pancing dengan kotoran dan urine kambing, ternyata bisa lebih cepat,” katanya, saat ditemui di lahan pengolahan pupuk Kelompok Ternak Perkasa, Jumat (19/9/2014) pagi.

Dari percobaan pertama ini, ia berhasil mendapat biogas dengan kualitas terbaik dalam waktu 21 hari. Percobaan menambahkan kotoran dan urine kambing pada pembuatan biogas di rumahnya di Dusun Randu, Hargobinangun, Pakem, membuat Yanto terinspirasi mengembangkan biogas dari kedua bahan itu.

“Saya berpikir, kalau dicampurkan saja hasilnya bagus, apalagi kalau dibuatkan sendiri?” ungkap Yanto.

Yanto mencoba mengungkapkan idenya kepada anggota lain. Hanya, proses diskusi ini membutuhkan waktu lama karena tarik ulur pendapat. Namun, begitu ide Yanto diterima, Kelompok Ternak Perkasa mulai membuat digester dan tabung reaktor dengan volume delapan meter kubik pada Agustus 2014. Dananya diambil dari kas kelompok sebesar Rp8 juta.

Yanto mencoba menjelaskan proses pengolahan kotoran dan urine kambing. Campuran kedua bahan itu ditambahkan air dengan ukuran yang sama. Kemudian, kotoran direndam selama 24 jam. Setelah direndam, campuran kotoran dan air kencing kambing serta air dimasukkan ke digester. Ternyata, hanya dalam waktu empat sampai lima jam, gas sudah bisa terbentuk. Biogas tersebut kemudian dialirkan melalui pipa sepanjang 20 meter menuju sebuah gubuk di area peternakan.

“Di sana ada kompor. Kami jadi bisa masak air atau mi instan,” terang Yanto.

Namun, kata dia, biogas hanya produk sampingan. Hasil utama urine dan kotoran kambing adalah pupuk kompos hasil fermentasi. Setidaknya, 60-70 Kg kotoran bisa diolah menjadi pupuk per hari melalui bantuan digester. Pupuk yang dihasilkan dalam bentuk padat dan cair.

“Pupuk kambing itu lebih bagus karena nitrogennya lebih tinggi. Tapi kalau langsung diberikan ke tanaman tanpa diolah dulu, justru bisa membuat layu karena gas dan bakterinya masih terlalu banyak,” katanya.

Pupuk hasil fermentasi kotoran kambing dijual sangat murah. Per kilogram Rp1.000 dinilainya sudah memberikan keuntungan. Selain pupuk organik padat dan cair, hasil pengolahan kotoran dan urine kambing juga bisa dimanfaatkan sebagai pestisida cair dan fungisida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya