SOLOPOS.COM - Kepala Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul Wahyudi Anggoro Hadi menunjukkan perangkat teknologi pengolah minyak jelantah menjadi bahan bakar setara solar yang akan menyuplai 100% kebutuhan energi pabrik air minum kemasan Aqua, Selasa (19/9/2017). (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

Energi alternatif memanfatkan limbah

Harianjogja.com, BANTUL — Produsen air minum kemasan terbesar di Indonesia Aqua akan memulai penggunaan 100 % energi terbarukan dari minyak goreng bekas alias jelantah untuk memproduksi air kemasan. Energi terbarukan itu dipasok oleh sebuah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Inisiatif penggunaan energi terbarukan berbahan bakar minyak jelantah sejatinya telah dimulai oleh perusahaan multinasional Danone tersebut sejak 2014. Saat itu BUMDes Panggung Lestari milik Pemerintah Desa Panggungharjo, Sewon telah dipercaya menyuplai bahan bakar dari hasil penyaringan minyak jelantah atau disebut Refined Used Cooking Oil (R-UCO) alias pemurnian minyak goreng bekas yang berasal dari kelapa sawit.

Ekspedisi Mudik 2024

Namun, minyak jelantah tersebut hanya berkontribusi 20% dari total kebutuhan bahan bakar industri di perusahaan Aqua yang berbasis di Klaten, Jawa Tengah tersebut. Sementara sisanya sebanyak 80% masih mengandalkan bahan bakar fosil. “Bahan bakar minyak jelantah yang 20% ini masih dicampur dengan solar dan digunakan untuk menggerakkan mesin diesel atau genset, untuk boiler [ketel uap] serta forklift yang digunakan untuk proses produksi air minum kemasan,” ungkap Direktur Pembangunan Berkelanjutan Danone Indonesia Karyanto Wibowo, di Pangungharjo, Selasa (19/9/2017).

Penggunaan 20% bahan bakar terbarukan tersebut diklaim mampu mengurangi hingga 107 ton karbon per tahun. Upaya meningatkan penggunaan bahan bakar terbarukan terus dilakukan hingga saat ini. Kini Aqua bersama Pemdes Panggungharjo tengah mengembangkan teknologi permunian minyak jelantah dengan kualitas bahan bakar lebih baik dari sebelumnya. Alhasil, seluruh kebutuhan energi bisa ditopang oleh energi terbarukan sehingga tidak perlu lagi dicampur dengan solar. “Dalam beberapa bulan ini harusnya 100% energi terbarukan sudah bisa berjalan. Ini komitmen kami untuk mengurangi emisi karbon. Apalagi pemerintah menargetkan penurunan jejak karbon sebesar 29% pada 2030,” lanjut dia.

Perangkat teknologi baru bantuan Aqua tersebut kini dikelola BUMDes Panggungharjo. Kepala Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi menyatakan, teknologi yang kini tengah diujicoba tersebut menghasilkan minyak jelantah yang dinamai Fracsinated Bio Oils (FBO) atau bio oil yang terfraksinasi atau termurnikan. dengan teknologi tersebut, minyak jelantah dapat diubah menjadi bahan bakar minyak dengan kualitas setara solar yang menggunakan bahan bakar fosil. “Bedanya dengan teknologi sebelumnya yang berupa penyaringan, dengan FBO ada pemanasan. Jadi minyak jelantah dipanaskan dengan panas hingga 1.200 derajat celsius. Bahan bakarnya [untuk memanaskan] dari bahan bakar sampah. Kalau panas sudah di atas 1.000 derajat, polusi yang dihasilkan tidak beracun,” jelas Wahyudi Anggoro Hadi.

Dalam sehari, kapasitas alat baru itu mampu memproduksi hingga 200 liter minyak jelantah sekualitas solar. Selama ini kata dia, BUMDes Panggung Lestari telah memasok 33.000 liter minyak jelantah hasil penyaringan untuk menopang 20% bahan bakar di pabrik Aqua di Klaten. Harga per liter bahan bakar terbarukan itu dibanderol Rp7.250.

Ke depan, kebutuhan bahan bakar minyak jelantah bisa mencapai 5.000 liter per bulan atau sebanyak 60.000 liter setahun untuk memenuhi target 100% bahan bakar terbarukan di pabrik Aqua. “Selama ini minyak jelantah kami dapat dari sampah atau limbah rumah tangga di Panggungharjo dan kawasan komersil seperti rumah makan. Kalau di Sewon saja tidak cukup, kami harus dapatkan minyak jelantah hingga ke Jawa Tengah seperti Temanggung,” imbuh dia lagi.

Menurut Wahyudi, penggunaan energi terbarukan minyak jelantah memiliki manfaat strategis. Tak hanya menggantikan bahan bakar fosil yang menjadi penyumbang emisi karbon, namun juga mengatasi persoalan sampah atau kebersihan lingkungan. Di Panggungharjo kata dia, terdapat sekitar 9.000 keluarga yang memproduksi limbah minyak goreng dengan jumlah rata-rata satu hingga satu setengah liter per tahun.

“Bayangkan saja berapa limbah minyak jelantah yang dibuang ke lingkungan karena tidak dikelola,” papar dia. Belum lagi manfaat lain seperti berputarnya roda ekonomi BUMDes yang berfungsi meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan desa serta menyerap tenaga kerja.

Karyanto Wibowo sendiri berharap, penerapan 100% bahan bakar industri di pabrik Aqua cabang Klaten tersebut dapat diterapkan di 18 pabrik Aqua di seluruh Indonesiamaupun pabrik lain yang masih memproduksi emisi karbon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya